menghindar (bukan lari) dari masalah

tadinya, gw berpikir bahwa dalam kehidupan ini manusia mendapatkan masalah karena ketidakberuntungan mereka, sehingga hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi. dengan demikian, sebenarnya keadaan di mana manusia tertimpa masalah ini sifatnya cenderung chaos, alias tidak tentu asal-usul dan pola kejadiannya.

…belakangan, gw menyadari bahwa hal tersebut ternyata tidak selamanya demikian; bahwa ternyata masalah-masalah dalam kehidupan manusia bisa dipandang secara lebih sederhana daripada yang gw kira semula.

percaya atau tidak, sebenarnya banyak orang memilih untuk tidak menghindari masalah yang mungkin timbul, dan baru belakangan meratapi nasibnya karena ditimpa masalah yang tidak menyenangkan. dan percaya atau tidak, sebenarnya masalah-masalah yang ada seringkali merupakan akibat dari apa yang dilakukan oleh manusia tersebut sendiri. dan (ini anehnya) manusia cenderung bersikap bahwa masalah yang mereka hadapi adalah ‘kesialan yang kebetulan datang kepada mereka’.

hmm. anda mungkin tidak percaya.

beberapa waktu yang lalu, terjadi gelombang kehilangan flashdisk di sekitar kampus Fasilkom UI. bukan gelombang juga, sih, mengingat kasusnya juga tidak terlalu banyak. tapi yang jelas, ada beberapa kasus yang signifikan.

ternyata, ada satu kesamaan yang mendasar: dari semua kasus tersebut, nyaris semuanya terjadi karena flashdisk tersebut ditinggalkan tanpa penjagaan. dan sebenarnya, masalah tersebut bisa dihindari: keluarkan flashdisk hanya ketika akan melakukan transfer data, dan lakukan unplug segera setelah transfer data selesai. dan yang paling penting: cek kembali sebelum pergi, apakah sang flashdisk sudah ada pada tempat yang seharusnya.

…sekarang, pertanyaannya: apakah hanya faktor nasib buruk yang berperan dalam kasus flashdisk yang hilang seperti itu? jelas tidak. masalah tersebut bisa dihindari, kok.

contoh lain. anda yang pernah atau masih menjadi mahasiswa tentu memahami paradoks antara nilai akademis dan kegiatan organisasi kemahasiswaan. ini adalah sebuah paradoks yang sebenarnya tidak mutlak tapi sangat populer, di mana ada perbandingan terbalik antara IPK dan keaktifan mahasiswa di organisasi. kenyataannya tidak selalu demikian, tapi entah kenapa paradoks ini populer sekali.

tentu saja, ada beberapa kasus di mana keduanya tidak dapat berjalan seiring-sejalan, dan kadang dengan imbas bahwa IPK mungkin turun karena terlalu aktif di organisasi, atau sedikit kurang ‘beredar’ karena terlalu konsentrasi ke kuliah. dan kadang, hal tersebut menjadi masalah bagi beberapa orang. misalnya, keadaan di mana IPK menjadi turun karena keaktifan di organisasi yang sangat tinggi.

padahal sebenarnya, masalah tersebut bisa dihindari. sebelum memutuskan untuk terjun ke aktivitas kemahasiswaan, pahami terlebih dahulu bahwa IPK anda mungkin turun, misalnya. dan apakah anda akan siap untuk membagi waktu secara cerdas karena mungkin akan ada masa-masa yang sibuk dan kadang terasa berat.

siapkah anda untuk itu? kalau tidak, tidak usah mengambil pilihan tersebut. dan anda tidak akan mendapatkan masalah bahwa IPK anda akan turun karena anda mungkin terlalu aktif di organisasi kemahasiswaan. iyalah, akar masalahnya saja tidak ada!

contoh lain? adaa… dan ini hal yang sangat jamak terjadi pada mahasiswa pada umumnya.

dulu, sewaktu tingkat satu, gw sering bertanya-tanya: kenapa sepertinya mahasiswa senang sekali menunda-nunda dalam melaksanakan pekerjaan, khususnya tugas yang diberikan oleh dosen? sementara waktu yang ada dihabiskan dengan browsing di lab, atau chatting, atau sekedar nongkrong di forum online.

tentu saja, tugas yang diberikan biasanya berupa programming, dan jangka waktunya biasanya cukup panjang. dan berhubung gw ini orang yang lebih suka menghindari masalah, maka gw pun mengerjakannya duluan… dan akhirnya mengumpulkan tugas duluan pula (iyalah). sementara itu, beberapa (banyak? tahu deh =O ) orang rekan masih tampak santai-santai (mulai saja belum! padahal sudah mulai dekat deadline) di sekitar lab kampus.

dan akhirnya, pada H-2 dan H-1 deadline, lab menjadi ramai oleh para mahasiswa yang baru mengerjakan tugas. masalah? jelas. lab menjadi penuh, dan anda mungkin harus berebut komputer kosong. belum lagi kenyataan bahwa anda harus berpacu dengan waktu mengejar deadline. belum lagi kalau ternyata ada bug dalam program anda yang baru ketahuan belakangan.

padahal, masalah tersebut bisa dihindari. kenapa juga harus menunggu sampai deadline? kalau sudah selesai duluan, anda malah bisa santai-santai di hari tersebut. atau kalau mau beramal, anda juga bisa membantu rekan-rekan yang belum berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. dan sebenarnya, dengan demikian, anda sama sekali tidak kehilangan waktu santai-santai anda: anda cuma men-shift-nya saja ke arah menjelang deadline.

jadi sebenarnya, masalah seperti itu bisa dihindari. jangan salahkan nasib buruk kalau begitu, sebab sebenarnya masalah seperti itu bisa dihindari dengan baik.

tentu saja, ada perbedaan besar antara menghindari masalah dengan lari dari masalah. kalau anda menghindari masalah, anda tidak punya beban akan masalah yang memang pada dasarnya tidak ada. iyalah, anda sudah menciptakan suatu keadaan di mana suatu masalah memang tidak mungkin (atau setidaknya, kemungkinannya kecil sekali) untuk muncul.

lain soal bila di tengah perjalanan tiba-tiba anda menghadapi suatu masalah. dalam kasus ini, anda tidak punya pilihan lain kecuali menghadapi dan menyelesaikannya. dan kalau anda memilih untuk tidak menyelesaikan masalah tersebut (dengan cara membiarkannya terjadi, tidak menyelesaikannya, atau malah meninggalkan masalah tersebut), maka anda sama saja lari dari masalah. tindakan yang menyedihkan: lari dari masalah dan menjadi pengecut dalam satu tahap kehidupan anda.

beberapa orang cukup pintar untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hidupnya. beberapa juga cukup pintar untuk memilih jalan mereka sendiri dan memutuskan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang datang kepada mereka. tapi hanya orang-orang menyedihkan yang lari dari masalah dan memilih untuk tidak menghadapinya.

…termasuk yang manakah anda?

Leave a Reply