a cold fate — and farewell

kepingan-kepingan beku yang dingin dan tak acuh adalah masa lalu yang hampir terlupakan; kenangan yang membeku dan sedikit-buram, tak berubah sejak adanya dan tetap demikian. dingin, dan sedikit absurd; teraih tapi tak tersentuh, ada tapi tak terlihat. masih dengan dingin yang tak peduli, dan tak pernah berubah adanya.

selalu demikian. kenangan yang membeku adalah asa di masa lalu; kini dingin, diam dan tak bergerak, terasa setengah-nyata dalam kesunyian. sepotong waktu yang diam dan dengan demikian membeku dalam kenangan. tak hendak cair atau meluruh, menyisakan terawang yang buram akan apa-apa di dalamnya. dan pelan menggigit, dengan kebekuan yang dingin dalam genggaman.

mungkin, memang begitulah adanya.

waktu berhenti dan membungkusnya, dengan tak hirau dan dengan demikian terjadilah ia: kenangan yang diam dan waktu yang berhenti, terbungkus dalam kebekuan yang dingin dan buram.

::

dingin, dan menggigit pelan dalam genggaman; perasaan yang tidak-nyata, dalam keacuhan yang datar. apa-apa yang terlihat dari luar kepingan beku hanyalah bayangan sedikit-samar dan berkabut; seolah kaca buram yang memperlihatkan sekaligus menyembunyikan. kebekuan yang membungkus keping kenangan yang samar, terjaga dan diam di dalamnya.

keinginan dan harapan yang tertidur di masa lalu, dan teriakan serta kebahagiaan yang hangat dan terasa jauh. dan samar-samar terlihat dari balik kepingan buram dalam genggamanku: pembicaraan hangat yang diam dalam kebekuan, dan mungkin senyum serta tawa yang kini diam dan terasa dingin.

::

hari itu, kukatakan selamat tinggal. dan waktu berhenti, membekukan kenangan yang kini terasa dingin; diam dan tak acuh, hanya menggigit pelan dalam genggamanku.

earphone dan keterasingan individual

pernah tidak, anda memperhatikan seseorang yang sedang menggunakan earphone?

seharusnya sih pernah. hari begini nggak tahu earphone? :mrgreen:

sekarang, pertanyaan selanjutnya. percayakah anda, kalau saya mengatakan bahwa penggunaan earphone berpotensi cukup besar dalam ‘merusak’ kehidupan pergaulan anda? tidak secara keseluruhan sih, tapi anda pembaca mungkin ada yang sudah menyadari bahwa penggunaan earphone bisa memberikan efek samping yang ‘tidak diinginkan’ terhadap kehidupan sosial manusia.

hmm. anda mungkin tidak percaya.

earphone adalah senjata ampuh untuk anda yang sedang tidak ingin berkomunikasi. apapun yang disambungkan ke ujungnya: entah itu laptop, iPod, (atau Zune, Creative, dan sebagainya), atau sekalipun itu walkman tua kesayangan anda yang masih bisa dipakai. intinya, kalau anda sedang tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, gunakan earphone anda. pasang di telinga, dan… bum! tiba-tiba anda menjadi seolah terasing.

kok bisa begitu? sederhana saja. earphone adalah alat yang bagus sebagai barrier komunikasi sosial anda. kenapa disebut sebagai barrier? sebab memang demikianlah yang terjadi: earphone mencegah orang lain berkomunikasi dengan anda, secara tidak langsung.

anda sedang bersama dua orang rekan, menunggu kereta yang seharusnya segera datang di stasiun. satu orang rekan anda mengenakan earphone dan mendengarkan sebuah MP3 player, sedangkan rekan anda yang lain tidak.

aneh. seharusnya kereta yang anda tunggu sudah datang, tapi tampaknya hal tersebut belum juga terjadi. anda kemudian berinisiatif untuk menanyakan jam kepada salah satu dari dua orang rekan perjalanan anda. keduanya mengenakan jam tangan, jadi itu pilihan yang baik.

sekarang, pertanyaannya: yang mana dari rekan anda yang akan anda tanya? apakah (a) yang menggunakan earphone, atau (b) yang tidak menggunakan earphone?

tidak usah heran kalau sebagian besar orang akan memilih alternatif (b), yaitu bertanya kepada rekan yang tidak mengenakan earphone. sesungguhnya, mungkin anda juga akan memilih alternatif tersebut. 🙂

jadi begini. secara sederhana, yang dilakukan oleh earphone dalam kasus ini adalah menghambat komunikasi sosial yang mungkin timbul antara individu yang mengenakannya dengan lingkungan sekitarnya. tentu saja, ini mengecualikan kebutuhan spesifik akan informasi dari individu tertentu (misalnya, pertanyaan mengenai alamat e-mail atau nomor ponsel pribadi), namun hal ini bisa dikatakan berlaku cukup umum.

ada setidaknya tiga faktor yang mengakibatkan terjadinya hambatan komunikasi sehubungan dengan penggunaan earphone ini. untuk mudahnya, asumsikan anda sedang berhadapan dengan seorang rekan yang sedang menggunakan earphone.

pertama, anda tidak tahu seberapa keras anda harus bersuara. mungkin orang di hadapan anda memasang volume suara yang besar, dan anda harus berteriak untuk menyadarkannya. ini jelas tidak efisien: anda harus berpikir terlebih dahulu mengenai keadaan calon lawan bicara anda, kemudian memutuskan volume suara yang tepat untuk anda keluarkan.

ini perbedaan yang besar dibandingkan dengan keadaan rekan anda tidak menggunakan earphone. anda bisa mengasumsikan bahwa rekan anda akan mendengar suara anda dengan volume dan intonasi normal, dan dengan demikian anda relatif tidak perlu berpikir.

kedua, (dan ini yang paling fatal) adalah kesan yang ditimbulkan bahwa orang di hadapan anda tidak tertarik untuk berkomunikasi. dan ini fatal: sesungguhnya, komunikasi diawali dengan kesediaan masing-masing pihak untuk terbuka terhadap pesan yang hendak disampaikan.

apa yang terjadi? pada kasus ini, anda lazimnya akan berpikir (biasanya secara tidak sadar) bahwa orang di hadapan anda tidak membuka diri untuk berkomunikasi. dengan demikian, anda memutuskan untuk tidak memulai komunikasi, kecuali untuk kebutuhan yang benar-benar membutuhkan informasi dari orang tersebut.

ketiga, anda akan memperoleh waktu tunggu yang lebih lama untuk informasi yang akan anda peroleh. maksudnya, respon dari lawan bicara yang sedang mengenakan earphone (jangan lupa musiknya, lho 😛 ) akan lebih lambat daripada respon orang yang tidak mengenakan earphone.

kok bisa? jelas bisa! dalam keadaan mengenakan earphone, anda mungkin akan menemukan bahwa lawan bicara anda akan melepaskan terlebih dahulu earphone-nya, lalu mendengarkan pertanyaan anda, baru memberikan respon. berapa lama? jelas lebih lama dibandingkan ketika anda berkomunikasi secara normal.

perlu diperhatikan bahwa ketiga faktor di atas tidak saling komplemen: sesungguhnya, masing-masing faktor sama-sama menyumbang kesan akan tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada keadaan normal dalam berkomunikasi. dan sebagai dampaknya, akan dibutuhkan usaha ekstra untuk mencoba berkomunikasi dengan keadaan seperti ini.

hal ini sedikit banyak menjelaskan, kenapa sebagian besar orang memilih alternatif (b) dalam menanyakan jam di stasiun. sesungguhnya, berkomunikasi dengan orang yang tidak menggunakan earphone jauh lebih mudah untuk dilakukan! anda tidak perlu berpikir atau mengeraskan volume suara anda. demikian juga anda tidak akan menemukan bahwa calon lawan bicara anda ‘sepertinya tidak tertarik untuk berkomunikasi’. belum lagi waktu tunggu yang lebih singkat dalam memperoleh jawaban atas pertanyaan anda, semuanya menegaskan kerugian yang akan anda alami ketika mencoba berkomunikasi dengan orang yang sedang mengenakan earphone.

tentu saja, menggunakan earphone bukan selalu berarti buruk. anda bisa menggunakannya ketika sedang membutuhkan konsentrasi sangat-tinggi (dan dengan demikian anda tidak ingin diganggu), atau ketika anda sedang sendirian dan ‘tidak tahu apa yang sedang dikerjakan’, atau ketika anda memang sedang ingin mendengarkan musik!

dengan demikian, penggunaan earphone adalah barrier komunikasi sosial yang ampuh: anda cukup mengenakannya di telinga, dan orang akan cenderung memilih untuk tidak berkomunikasi dengan anda. dan dengan demikian, anda akan terkesan ‘tidak membuka diri untuk berkomunikasi’.

sekarang, coba contoh lain lagi.

anda datang ke sebuah acara gathering, yaitu reuni SMU angkatan anda yang lulus tiga tahun yang lalu. seharusnya, cukup banyak rekan-rekan dari angkatan anda di SMU yang datang, demikian juga anda dan mungkin beberapa rekan dekat anda.

anda kemudian melihat serombongan rekan sekelas anda di kelas tiga, dan dengan demikian memutuskan untuk duduk di dekat mereka. setelah tegur-sapa sejenak, anda memasang MP3 player anda, dan memasang earphone ke telinga anda.

apa yang terjadi kemudian? mudah ditebak. anda mungkin tidak akan diajak ngobrol oleh rekan-rekan di dekat anda, mungkin dengan sedikit pandangan aneh dari beberapa orang akan sikap ‘unik’ anda.

dan dengan demikian, anda mungkin akan ‘sukses’ melewati acara tersebut hanya dengan beberapa patah kata obrolan singkat… dari sebuah reuni yang seharusnya banyak diisi obrolan-obrolan panjang tersebut.

silakan dicoba kalau tertarik, dan mungkin anda akan menemukan bahwa setidaknya ada benarnya juga apa yang disebutkan oleh tulisan di atas. saya sih tidak tertarik, tapi terserah anda kalau mau mencoba. :mrgreen:

jadi, akhirnya. earphone itu potensial ‘merusak’ kehidupan sosial anda… kalau dipergunakan secara tidak tepat, tentunya. mungkin bisa juga dikatakan, bahwa earphone bisa menciptakan keterasingan individual bagi individu yang mengenakannya.

…dan sebenarnya cukup praktis, kalau anda sedang tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain di sekitar anda.

pemilihan raya dan idealisme musiman

sebagai seorang mahasiswa yang sudah cukup lama menjalani kehidupan kemahasiswaan di kampus (lagaknyaa! =P), saya belajar banyak mengenai ‘sisi lain’ dari kehidupan kemahasiswaan. termasuk, kekurangsetujuan (ini… untuk tidak mengatakan ‘ketidaksukaan’ 🙂 ) saya terhadap beberapa hal yang terjadi (dan anehnya, terus terjadi) dalam kehidupan kemahasiswaan kampus.

kenyataan ini adalah bahwa apa yang dilakukan sebagian mahasiswa (setidaknya, yang saya lihat di kampus saya… dan sepertinya tidak jauh berbeda di tempat lain) adalah contoh kritisisme musiman yang tidak bermutu. eh… tidak bermutu? sabar, jangan panas dulu. jangan pula langsung melakukan flame secara anonim di tempat ini, sesungguhnya hal tersebut sama sekali tidak akan menunjukkan apapun yang bisa mengubah pendapat saya.

::

saya masih ingat, satu tahun lalu. dalam sebuah pengalaman yang saya tuliskan dalam salah satu post yang ada di sini, saya menemukan banyaknya mahasiswa yang ‘sepertinya memilki idealisme tinggi’, dan dengan demikian merasa bahwa dirinya ‘paling benar, dan seharusnya hal-hal berjalan seperti mereka harapkan’. acara tersebut adalah eksplorasi kandidat ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, menjelang pemilihan raya Ikatan Keluarga Mahasiswa Fasilkom UI.

perebutan kekuasaan politik kampus, kalau mau melukiskannya secara sederhana.

apa yang terjadi? banyak! mahasiswa-mahasiswa ‘idealis’ mengatakan ini-dan-itu, bahkan sampai teriak-teriak segala. untungnya moderatornya sedikit-galak :mrgreen: , dan sejujurnya moderatornya sendiri agak-sebal melihat keadaan ini. berbagai omongan dibicarakan, dari yang masuk akal sampai sedikit aneh. dan tak ketinggalan kritisisme yang tahu-sendiri, lengkap dengan emosi yang sepertinya lebih dari seperlunya.

ya, orang-orang yang hebat! koar-koar tentang idealisme, kebutuhan mahasiswa, dan pengakaran apalah-itu. lengkap dengan emosi yang rasanya lebih dari seperlunya, dan kadar kritisisme yang sangat tinggi…

…dan tidak ada artinya.

::

hari ini, setahun kemudian. ketua Senat (kemudian menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa) terpilih. dan apa yang terjadi dengan orang-orang hebat itu? mereka tidak ikut membangun. mereka tidak ikut membantu. mereka hanya mengatakan hal-hal yang bagus. dan setelah itu? tidak ada bedanya. menyedihkan.

jadi bisa apa mahasiswa-mahasiswa hebat itu, yang sok kuasa dan sok idealis, tapi tidak bisa melakukan (atau setidaknya, membantu untuk melakukan) hasil yang bahkan lebih baik? TIDAK ADA. bagus. ke mana perginya idealisme yang mereka bicarakan? ke mana perginya kritisisme yang mereka kumandangkan?

::

hari ini, setahun kemudian. saya belajar mengenai arti dari sebuah kata ‘idealisme’. bahwa idealisme adalah hal yang datang secara musiman. bahwa mahasiswa yang katanya hebat itu pun — setelah koar-koar penuh emosi pun — tidak bisa memberikan hasil yang bahkan lebih baik daripada apa yang mereka katakan. beberapa bahkan tidak cukup peduli untuk membantu.

…jadi bisa apa mahasiswa-mahasiswa hebat itu dengan idealisme musiman yang mereka suarakan, dulu itu? dan mungkin, saat ini sedang berlangsung hal yang sama. entah apa yang akan terjadi satu tahun ke depan, saya rasa Tuhan lebih mengetahuinya.

::

akhirnya, ada penawaran menarik dari kampus saya.

dapatkan idealisme dan kritisisme kemahasiswaan anda. dijual musiman, dua kali setahun: saat pemilihan raya dan penerimaan mahasiswa baru. selain itu, tidak dijual terpisah.

mungkin, di suatu tempat yang lain

“each decision changes the world. a turning point, that’s it.”

___

bertahun-tahun yang lalu, gw mendengar mengenai konsep multiverse. atau ‘multi-semesta’, kalau diterjemahkan. sebenarnya ini konsep yang menurut gw agak ‘mengawang-awang’ alias mungkin ‘tidak masuk akal’… tapi toh teori ini tidak bisa dibuktikan kebenarannya, demikian juga belum dapat dibuktikan sebagai ‘tidak berlaku’. yah, silakan dipikir sendiri, deh.

intinya sih kira-kira bahwa setiap percabangan dalam kehidupan ini menciptakan suatu versi alternatif yang berjalan paralel dengan kehidupan kita: sama-sama berjalan, tapi dengan keadaan yang berbeda. tentu saja, keadaan yang berbeda ini berdasarkan keputusan-keputusan yang terjadi di percabangan tersebut… dan dengan demikian, menghasilkan suatu paralelisme dengan jumlah yang bisa mencapai tak-berhingga.

…bingung? wajar. mungkin lebih mudah dengan contoh.

perumpamaannya begini. andaikan proses menjalani kehidupan ini seperti sebuah jalan. lalu, misalkan gw sedang berjalan di suatu jalan lurus, dan kemudian gw sampai di sebuah persimpangan. kiri, kanan, atau lurus? yang mana saja bisa, tapi akhirnya gw pasti akan memilih salah satu, kalau mau melanjutkan perjalanan.

nah, analogi dari multiverse itu adalah, bahwa ketika gw mengambil jalan yang sebelah kiri, misalnya, maka akan ada versi alternatif dari keadaan tersebut di mana gw mengambil jalan lurus, dan juga keadaan di mana gw mengambil jalan ke kanan. jadi, dari percabangan tersebut, ada tiga orang —gw— yang mengambil jalan yang berbeda. dan ketiganya sama-sama berjalan, secara paralel dalam kehidupan yang berbeda dan saling independen.

mengkhayal? demikian juga pikiran saya ketika pertama kali mendengarnya 🙂 . tapi hal ini membuat gw berpikir sambil-iseng, bahwa mungkin ada versi alternatif yang lain di mana ada diri gw yang lain, menjalani kehidupan yang berbeda. saya rasa anda yang merupakan penggemar science fiction seharusnya sangat familiar dengan istilah ini.

…nggak, gw bukannya berkhayal untuk bertemu versi lain dari diri gw, kok. memangnya seperti Hiro Nakamura di serial Heroes? :mrgreen: tapi mungkin, kalau hal seperti itu memang ada, tampaknya akan ada beberapa versi yang berbeda dari diri gw. mungkin, lho.

::

mungkin, di suatu tempat yang lain, ada gw yang lebih pendendam. hidup dengan prinsip sederhana: siapapun yang cari gara-gara harus menderita. dan dengan demikian, gw mungkin sedang berada dalam keadaan di mana gw cukup menikmati keadaan sambil menyiksa mental-dan-kalau-perlu-fisik orang-orang yang kebetulan cari gara-gara dengan gw. kalau perlu, orang-orang seperti ini dimusnahkan… setelah dibuat lebih dari cukup menderita, tentunya. :mrgreen:

(kok jadi seram yah… anda yang tidak menyukai cowok pendendam, bersyukurlah. saya pernah hampir memutuskan untuk menjadi seperti itu) 😉

mungkin, di suatu tempat yang lain, ada gw yang menjadi mahasiswa psikologi, dan mendalami bidang tersebut dengan intensif. dan dengan demikian gw mungkin akan memiliki pandangan yang jauh lebih awas dalam menganalisis tingkah laku orang-orang di sekitar gw — mungkin, lho. tapi dengan demikian, anda mungkin tidak akan pernah membaca tulisan-tulisan saya yang ada di sini, karena kemungkinan saya tidak akan tahu dengan cepat mengenai cara mendesain web atau menulis blog. :mrgreen:

(iya juga ya… sebab kalau demikian adanya, kemungkinan website ini tidak akan pernah ada. dan anda pembaca yang selalu menunggu tulisan saya mungkin tidak akan pernah main ke sini)

mungkin, di suatu tempat yang lain, ada gw yang menjadi seorang kontributor media sambil kuliah — mungkin untuk media berita, atau mungkin juga majalah hobi dan komunitas. dan dengan demikian, gw menjalani hidup sebagai orang media dengan kehidupan yang enjoyable. tentu saja, lengkap dengan idealisme dan kebebasan terserah-gimana pokoknya deadline beres. itu bukan hal yang buruk juga, sebenarnya.

(mungkin… kalau begitu saya akan menulis review di majalah, dan mendapatkan material yang fresh dari keadaan terbaru. be the first to know. sepertinya seru, tuh.)

mungkin, di suatu tempat yang lain, ada gw yang sudah mati. mungkin, lho. siapa yang tahu?

(memento mori. ingatlah kematian. penting, tuh)

mungkin, di suatu tempat yang lain, ada gw… dan seorang cewek yang menjadi pasangan gw. dan sepertinya, gw akan menjadi pasangan yang kurang-memperhatikan dan kurang-pedulian… dan dengan demikian, ada dua kemungkinan: orang itu adalah cewek yang sangat-mandiri, atau kalau tidak: dia akan segera-memutuskan saya. :mrgreen:

(apa mungkin, yah? saya… saat ini tidak tertarik untuk berhubungan dengan seorang cewek, tuh. lagipula mereka itu berisik, banyak minta perhatian, dan gampang jatuh cinta tampaknya terlalu sulit untuk dimengerti. oh, well…)

::

…yah, hal tersebut tidak bisa dibuktikan. mungkin saja sih, tapi menurut saya itu tampaknya belum cukup masuk akal, tuh. 🙂

oh. ada satu yang sedang terjadi.

ada juga di suatu tempat, gw yang kuliah di bidang Computer Science. dan saat ini sedang di depan komputer menjelang deadline paper Desain dan Analisis Algoritma serta tenggat laporan Analisis dan Perancangan Sistem. sambil ngantuk-ngantuk di tengah malam, dan kopi-nya sudah habis. 🙁

dan beginilah yang terjadi: mahasiswa biasa-biasa saja, sedang mengejar deadline tugas di akhir pekan yang seharusnya dipergunakan untuk senang-senang… *duh, menyedihkan banget, deh*

yah, akhirnya. walaupun gw tidak menjadi cowok yang kejam dan pendendam (bersyukurlah anda yang tidak suka cowok kejam), atau sekarang ini gw tidak cukup jago membaca-pikiran orang lain (eh… tapi ini bisa jadi kutukan, lho), tapi setidaknya apa-apa yang ada masih cukup enjoyable, tuh.

…tapi tetap saja, deadline tugas kok kayaknya banyak banget, yah?

kalau anda adalah seorang editor…

…jangan merekrut (sebagian) mahasiswa kampus saya untuk menjadi kontributor anda.

tidak peduli bahwa anda bekerja sebagai editor majalah atau buku, intinya sama saja: sebisa mungkin, hindari menggunakan mahasiswa dari kampus saya sebagai kontributor anda, kecuali anda sudah siap untuk melakukan dua hal berikut: (1) melakukan screening superketat terhadap mereka, atau (2) bekerja sangat keras untuk memperbaiki tulisan mereka sehingga bisa dibaca dan dimengerti oleh pembaca anda.

kenapa saya berkata demikian, sesungguhnya sederhana saja. yang pertama — dan mungkin anda akan setuju setelah saya mengirimkan satu kopi laporan mentah dari tugas kelompok dari kuliah mana-saja yang pernah saya ikuti — adalah kenyataan bahwa tulisan sebagian besar mahasiswa dari kampus saya mungkin tidak memiliki mutu yang memenuhi kualitas harapan anda[1].

yang kedua — bagusnya, ini tidak se-fatal yang pertama — adalah bahwa mereka senang sekali mem-breakdown segala bentuk laporan kelompok berdasarkan sub-topik, dan membagi ke masing-masing anggota kelompoknya… untuk kemudian dikumpulkan, tanpa melalui proses copy-editing[2] terlebih dahulu.

anda sebagai seorang editor tentu mengerti, bahwa tulisan empat orang seharusnya tidak sama dengan tulisan (satu + satu + satu + satu) orang. dan apa yang terjadi, anda bisa menebaknya: laporan dengan style tulisan yang berbeda-beda di setiap sub-topiknya, dengan standar kualitas yang berbeda-beda pula. mungkin hal ini ada kaitannya dengan waktu pengerjaan laporan yang cenderung dekat sekali dengan deadline tugas, entahlah. saya rasa Tuhan lebih mengetahui hal tersebut.

kenapa begitu, jangan tanya saya. mungkin benar bahwa anda tidak bisa mengharapkan mahasiswa Computer Science, apalagi di kampus saya, untuk menghasilkan tulisan yang bermutu. sebagaimana yang juga diakui oleh beberapa dosen yang pernah mengajar saya pada beberapa kuliah[3], tulisan mahasiswa di sini memang tidak bisa dianggap luar biasa… tapi entahlah, seandainya anda memiliki kesempatan untuk bekerjasama dengan beberapa mahasiswa di sini dalam membuat laporan tugas kelompok, saya rasa anda seharusnya akan mengerti dengan mudah.

oke. memangnya apa saja sih yang membuat tulisan mahasiswa dari kampus saya mungkin akan membuat pekerjaan anda berlipat ganda sebagai seorang editor?

banyak! ejaan yang seringkali tidak tepat — pemisahan kata, peletakan tanda baca titik dan koma, dan sebagainya — mungkin akan membuat anda lekas panas karena bisa begitu banyak bisa anda temukan sepanjang naskah. kosa kata yang tidak tepat dalam menyampaikan suatu pernyataan bisa membuat mata anda lekas capek karena begitu banyak terjadi bahkan dalam satu halaman. dan penggunaan bahasa yang cenderung semaunya (baca: kurang mempedulikan kenyamanan dalam membaca) akan begitu banyak anda temui sampai-sampai anda mungkin akan perlu menggunakan find-and-replace dalam program pengolah-kata anda.

dan mengenai paragraf, anda mungkin akan agak frustrasi melihatnya. penggunaan frase yang membingungkan dan kadang ambigu dapat ditemukan dengan mudah. kasus bahwa terlalu banyak tanda koma dalam satu kalimat panjang yang membingungkan pembaca dalam memahami isi paragraf[4] juga tersedia dalam jumlah signifikan. dan yang paling fatal, kadang ada terlalu banyak ide yang ada dalam satu paragraf, dan anda mungkin akan merasakan keinginan yang sangat kuat untuk menyelipkan end of line untuk memecah paragraf tersebut.

…anda mungkin bertanya-tanya, memangnya apa gunanya bahasan mengenai ‘pokok pikiran dalam paragraf’ pada pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dulu? jangankan anda, saya juga heran, kok.

masih kurang? dan ada satu hal lagi yang cukup fatal, yaitu bahwa tulisan dari beberapa mahasiswa cenderung mengulang-ulang poin yang sama, bahkan pada satu paragraf! mungkin anda malah akan menemukan bahwa setelah anda membuang bagian-bagian yang redundant pada paragraf, anda hanya akan melihat sebuah paragraf yang sangat ramping dari sebuah paragraf panjang yang ada pada awalnya. dan jangan heran pula bahwa anda mungkin akan menemukan naskah yang tebalnya hanya 70% atau 80% dari tulisan jenis ini setelah anda edit.

oh, well… anda mungkin akan sulit mengerti dari tulisan saya yang mungkin sama tidak-bagusnya, dan adalah hal yang susah juga untuk mendeskripsikan hal tersebut dalam tulisan pendek[5] ini… tapi sudahlah! mungkin akan lebih mudah kalau anda membaca sendiri beberapa tulisan yang pernah saya copy-edit dalam keadaan mentah yang saya terima.

akhirnya, setidaknya sekarang saya bisa sedikit memahami ungkapan bahwa ‘menjadi editor adalah pekerjaan dewa’… dan tentu saja, dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap pekerjaan anda, seorang editor memang sangat layak untuk dibayar mahal dalam industri penerbitan.

___

[1] baca: jelek. tidak semuanya sih, di antara mereka ada sebagian cukup signifikan yang mungkin memenuhi standar anda. tapi saya punya pengalaman ‘berkesan’ dengan hal tersebut.

[2] proses memperbaiki tulisan (meliputi perubahan pemilihan kata, peletakan tanda baca, dan sejenisnya) tanpa mengubah isi dari tulisan yang ada. saya rasa sih seharusnya anda sudah tahu =).

[3] dosen Kalkulus I dan II, juga dosen Prinsip-Prinsip Sistem Informasi memberikan pendapat yang senada. terdengar juga bahwa dosen-dosen penguji seringkali mengeluhkan mutu tulisan dalam laporan Kerja Praktek atau laporan Tugas Akhir, namun hal ini belum dapat dikonfirmasi.

[4] saya juga masih belum bisa melepaskan diri dari penyakit ini, kadang-kadang. sedang berusaha untuk sembuh, sih.

[5] pendek? beberapa rekan csui04 mungkin akan agak kurang setuju =)

___

opini dan pengalaman pribadi. tidak ditujukan untuk menyindir apalagi mendiskreditkan satu atau lain pihak. *halahalah bahasanya =P*

silakan comment kalau ada tanggapan =)

current music — CHE.R.RY

gw pertama kali mengetahui tentang penyanyi yang satu ini dari penampilannya dalam single LIFE yang dirilis beberapa waktu yang lalu. pertama kali melihat PV-nya, kesan yang ada adalah bahwa cewek ini imut-imut memiliki gaya yang cukup unik dengan lagu yang tergolong easy listening. yah, tapi mungkin itu lebih soal kesan, sih.

nah, CHE.R.RY yang akan gw tulis di sini adalah lagu yang dirilis sebagai single terbaru dari penyanyi yang juga sempat menjajal dunia peran melalui film Taiyou no Uta (jp: a song of the sun). perannya sebagai Kaoru Amane yang menjadi tokoh utama dalam film tersebut dilengkapi dengan penampilannya sebagai pengisi OST dengan lagu Good-bye Days, Skyline, dan It’s Happy Line.

dirilis sebagai bagian dari single yang dirilis pada Maret 2007, CHE.R.RY tampil dengan kemasan pop yang tergolong easy listening. musiknya sendiri tergolong tipe yang gampang-didengar dan gampang-dinikmati, dan bukan hal yang aneh juga bahwa lagu ini sempat berada di urutan #2 Oricon Chart di negara asalnya.

jadi lagu ini bercerita mengenai… sudahlah, silakan membaca sendiri lyrics dan translations-nya. seperti biasa, lyrics dengan huruf italic, translations dengan huruf plain, dan mohon koreksi kalau ada kesalahan dalam proses translation =).

…tapi agak heran juga, sih. kayaknya kok gw sering banget ya berurusan dengan tipe-tipe cewek seperti yang diceritakan dalam lagu ini? :mrgreen:

CHE.R.RY
YUI

te no hira de furueta sore ga chiisana yuuki ni natteitanda
emoji wa nigate datta dakedo kimi kara dattara wakuwaku shichau

shaking in my hand, it turned to be a small courage
the writing was no good, but I became nervous as it was from you [1]

henji wa sugu ni shicha dame da tte
dareka ni kiita koto aru kedo
kakehiki nante dekinai no
suki nano yo, ah ah ah ah

I just can’t give the answer right away
as someone had asked me already
I don’t have the bargain with that, but
it’s just that I love you, ah ah ah ah

koi shichattanda, tabun kidzuitenai deshou
hoshi no yoru negai komete CHE.R.RY
yubisaki de okuru kimi e no MESSAGE

falling in love, perhaps I haven’t realized [2]
put my wish into the starry night, CHE.R.RY
I send you a message through my fingertips

sakura ga saiteiru kono heya kara mieteru keshiki wo zenbu
ima kimi ga kanjita sekai to juu byou torikaete morau yori

sakura is blooming, I can see the entire landscape from this room
now that I feel you, and ten seconds later the world changes

hon no ichigyou demo kamawanainda
kimi kara no kotoba ga hoshiinda
uso demo shinjitsudzukerareru no
suki dakara, ah ah ah ah

there is that line, but I don’t care
I want to hear your words
even if it’s a lie, i want to keep on believing
because I love you, ah ah ah ah

koi shichattanda, tabun kidzuitenai deshou
hoshi no yoru negai komete CHE.R.RY
yubisaki de okuru kimi e no MESSAGE

falling in love, perhaps I haven’t realized
put my wish into the starry night, CHE.R.RY
I send you a message through my fingertips

amaku naru kajitsu ga ii no
naigenai kaiwa kara
sou dattetai, ah ah ah ah

it becomes so sweet, as well as the other day
things I can’t say in conversation,
I want to say it, ah ah ah ah

koi no hajimari mune ga kyun to semaku naru
itsumademo matteiru kara
haru no tsumetai yokaze ni azukete MESSAGE

on the beginning of love, my chest feels confined
I’ll be waiting no matter how long,
entrusting a message within spring’s cold night wind

koi shichattanda, tabun kidzuitenai deshou
hoshi no yoru negai komete CHE.R.RY
yubisaki de okuru kimi e no MESSAGE

falling in love, perhaps I haven’t realized
put my wish into the starry night, CHE.R.RY
I send you a message through my fingertips

 

___

footnote:

[1] emoji secara harfiah berarti ‘pictograph’ atau ‘ideograph’. maksudnya, tulisan yang dinyatakan dalam bentuk simbol. kayaknya sih ini maksudnya me-refer ke tulisan emoticon, jadi akhirnya seperti itu.

[2] sempat agak bingung mengenai penggunaan subjek untuk baris ini. namun, setelah cek-ulang, ternyata kata kerja tersebut me-refer ke orang pertama, bukan orang kedua. bahasa jepang seringkali tidak menggunakan subjek, jadi harus menyesuaikan dengan konteksnya.