bicara profesionalisme

“professionalism? it means that you act accordingly regarding your assigned duties, and you have your rights properly granted. nothing more and nothing less.”

___

ini adalah pertanyaan terkait-definisi yang jawabannya bisa macam-macam. tergantung kepada siapa anda menanyakan, jawabannya mungkin bisa berbeda-beda, pembaca.

sekali waktu anda mungkin bisa menanyakan kepada seorang manajer semangat-tinggi di tempat kerja, dan jawabannya bisa berbeda dengan seorang rekan kelihatannya-menikmati-hidup. bukannya saya pernah menanyakan soal ini juga sih lagipula kurang kerjaan amat, cari muka dengan pertanyaan nggak mutu, tapi definisi kayak begini memang seringkali tidak jelas. atau tidak dijelaskan dengan baik, atau begitulah kira-kira.

tapi, memangnya ‘profesional’ itu apa sih?

::

sejujurnya, saya sering berpikir bahwa cukup banyak orang seringkali mengartikan kata ‘profesionalisme’ ini secara sesukanya saja.

kalau saya bertanya, apa itu profesionalisme? maka jawabannya kemungkinan (besar) akan terkait sesuatu bernama ‘kewajiban’: target harus selesai, datang ke kantor tepat waktu, bertindak sesuai prosedur operasional standar, dan lain sebagainya.

tapi saya tidak bisa tidak berpikir, bahwa definisi ‘profesional’ seperti ini akan sangat gampang di-abuse untuk menjadi ‘siap diperbudak oleh pekerjaan’.

sekarang bayangkan kasus ini. misalkan anda dan tim anda, dengan target sekian-sekian-sekian permintaan dari seorang Direktur Yang Namanya Tak Boleh Disebut. dengan keadaan tersebut, maka anda dan tim terpaksa pulang jam 9 malam dan masuk jam 8 pagi, setiap hari! kalau beruntung, mungkin anda akan juga dapat bekerja di akhir pekan.

mungkin anda akan mengatakan hal tersebut sebagai ‘dedikasi’. tapi saya lebih suka mengutip istilah yang diungkapkan seorang rekan; menurut saya, itu seperti enrolled in a new form of slavery! :mrgreen:

::

untuk saya, profesionalisme adalah tentang hak dan kewajiban yang saling disepakati. tidak lebih dan tidak kurang. saya dituntut untuk bekerja sesuai job description yang disetujui, itu kewajiban saya. saya memiliki bayaran sesuai standar yang disepahami, itu hak saya. selain itu, ya saya tidak punya kewajiban apa-apa.

tentu saja, saya juga punya hak untuk menolak bekerja ketika saya sedang cuti, misalnya. dan tidak seorangpun berhak memaksa saya sebaliknya, kecuali saya memang bersedia untuk itu. kalau misalnya jam kerja saya cuma sampai jam lima, pekerjaan saya di luar jam tersebut ya sifatnya optional. dan sebagaimana halnya apapun yang sifatnya optional, tidak ada kewajiban khusus untuk itu, kecuali saya yang bersedia memberikannya dengan sukarela.

dan, ya, saya berpendapat bahwa pekerjaan pada umumnya seharusnya dapat dibagi-bagi ke dalam slot waktu delapan jam per hari atau empat puluh jam per minggu. kalau tidak seperti itu, ada dua kemungkinan: (1) sedang terjadi keadaan gawat darurat, atau (2) pekerjaan tersebut tidak direncanakan dengan baik. tentu saja di luar keadaan tersebut, normalnya suatu pekerjaan bisa dibagi ke dalam slot waktu yang sewajarnya. iya, kan?

mungkin pak direktur sedikit-galak akan berbicara tentang semangat atau passion, tapi lupakan saja deh. omongan seperti itu cuma dipakai untuk menawar dengan harga murah. dengan atau tanpa semangat, ada harga untuk segala sesuatu. dan, ya, saya juga berpendapat bahwa planning yang buruk tidak bisa digantikan oleh semangat yang hebat!

jadi, ya, saya memutuskan untuk tidak tanggung-tanggung dalam bekerja terkait lingkup kewajiban saya. saya bekerja sebaik dan seoptimal mungkin yang bisa saya lakukan pada jam kerja, tapi jangan berharap saya akan mengangkat telepon pada jam makan siang. saya bisa saja bersedia mengecek status terkait pekerjaan ketika saya cuti, tapi jangan memaksa saya membatalkan cuti yang sudah direncanakan tiga minggu sebelumnya.

tentu saja, saya juga bukan tipe yang akan dengan senang hati memberontak di tempat kerja (tidak seekstrem kedengarannya, sumpah!), toh saya juga tidak punya alasan khusus untuk itu. lagipula dalam suasana kerja itu ada keterikatan yang saling membutuhkan. dan dengan keterikatan tersebut, selama kebutuhan masing-masing bisa terpenuhi dengan baik dan masing-masing pihak bisa sama-sama merasa nyaman, menurut saya itu juga bukan hal yang buruk.

karena profesionalisme itu cuma tentang hak dan kewajiban yang saling disepakati. tidak lebih, dan tidak kurang.