setengah(nya kayak) fiksi

‘maaf, ini mas siapa, ya? tadi nomornya kirain mbak _____.’

‘iya, aku suaminya mbak _____.’

berpikir sebentar, setelahnya saya memandangi layar ponsel. baiklah.

.

‘kamu kenapa nggak lanjut sama dia?’

‘gimana, ya. kami beda keyakinan.’

‘agama?’

‘mesti po? kalau aku yakin suka sama dia tapi dia nggak yakin suka sama aku, njuk piye?’ (nyengir)

kemudian saya menyeruput teh. beberapa hal memang perlu disikapi kalem dan cuek sambil nyengir saja sih.

.

‘lagi nggak masuk, ya?’

‘nggak di kantor sih. ada apaan?’

‘nggak apa-apa, pengen nanya aja soal adek gue. jadi gimana tuh kerjaannya?’ (tertawa)

yang ini bukan kakakku dan adiknya itu bukan aku. tapi pengen juga sih kalau kakakku beneran telepon.

.

‘aku lagi di _____, due to some errands. dan nggak punya banyak waktu, tapi… just wondering, just wondering, if we can meet.’

‘…’

‘…’

‘iya, sebenernya pengen ketemu juga. been a while, ya.’

ketika waktu dan rencana bertabrakan dengan impulsi dan kebetulan, dan salah satu harus dikorbankan. akhirnya kami nggak ketemu.

.

‘jadi gue harus gimana dong?’

‘ngg…’

‘yah, dia lagi elu tanya. dia mah gadis ahli kitab aja dipacarin, kok. (nyengir)

sambaran yang sungguh menancap. tapi, yah… jilbab atau ahli kitab, kalau ada suka itu nggak selalu perlu syarat, kan.

.

Beyond Belief: Fact or Fiction?™

silakan diputuskan sesuka dan senyaman hati anda saja. 😉

2 thoughts on “setengah(nya kayak) fiksi”

Leave a Reply