tentang tantangan tentang tautan

jadi ceritanya, saya bosan. belakangan ini rasa-rasanya linimasa dan media sosial atau apapun internet yang kebetulan saya jelajahi isinya membosankan benar. bukan karena sepi, tentu saja —kapan sih internet sepi? dasar gemblung— melainkan karena berisiknya kadang keterlaluan benar.

iya, terlalu berisik. dari hal tak penting semacam pakcik Prince di acara Grammy sampai hal tak penting lain macam polemik hari kasih sayang yang dituduhkan berasal dari tradisi agama tetangga… yang ternyata kalau diurut sejarahnya malah semacam apokrifa. makanya, ngaji agama sendiri, apalagi agama orang lain, jangan cuma lewat internet sama televisi. jadinya malah gemblung, kan.

aduh. pening awak. tapi kemudian terlintas ide. sebuah tantangan kecil-kecilan, atau minimal pengingat buat kita semua:

“bagaimana kalau kita membagi-tautan, atau sharing di media sosial, hanya untuk konten, atau opini, atau tulisan, yang kita buat sendiri?”

betul itu. saya kira menarik. jadi sekiranya ada topik yang sedang hangat (atau panas!) tak perlulah kita tergesa terburu demi berbagi cuit dan tautan pada berbagai linimasa. setidaknya sempatkan tuliskan barang 200-300 kata, opini serius atau jenaka, masukkan ke laman blog misalnya. tambahan pula tautan balik ke sumber, ibarat kata dimasak dulu lebih renyah, begitulah kira-kira.

tapi kemudian terpikir kembali: memangnya pada mau? lagipula, memangnya pada bisa?

 

“jadi, kalian tak nak buat tulisan sendiri? tak mampu? hahahahaha!”

 

sejujurnya, setelah kepikiran seperti itu kok saya malah jadi pesimis. bukan kenapa-kenapa, karena —maaf-maaf ini— sejujurnya saya ternyata tidak bisa memandang generasi pengguna media sosial belakangan ini sehebat itu. maksud saya, saya kok tidak bisa yakin bahwa cukup banyak yang bisa, mau, dan mampu untuk membagi sesuatu yang minimal hasil pikiran sendiri, hasil analisis sendiri, padahal toh ide dan sumbernya juga sudah tersedia.

iya, rasanya kok susah. walaupun sebenarnya seharusnya tidak berat benar: misalnya kita baca artikel bahwa pak presiden punya kebijakan mobil nasional yang layak dipertanyakan, mbok ya ditautkan saja dari media yang kredibel, kemudian buat tulisan singkat opini kita. berikan referensi balik ke sumber, baru kita bagi tautan di media sosial, misalnya.

jadi opininya bernas! lebih matang! dan tidak semata-mata kerbau dicucuk hidung joget-joget mengikuti apa kata media!

kalau seperti itu kan gampang. seharusnya.

tapi baiklah, saya kira saya harus tahu diri juga. saya juga harus bisa memahami bahwa tidak semua orang bisa, mau, dan mampu meluangkan waktu buat pekerjaan yang kelihatannya sederhana. saya kira itu sudah hukum alam. tentu saja demikian; kalau tidak, tentulah kaos kaki di seluruh dunia akan harum baunya, demikian juga piring-piring kotor tidak akan pernah tertumpuk di atas meja dan ibu-ibu rumah tangga akan selalu cerah ceria tersenyum berbahagia.

dengan demikian seperti biasa, kenyataan mengembalikan saya pada kata ‘seharusnya’. huh.

walaupun, ya, di sisi lain semacam penasaran juga sih. mungkin sekiranya rekan-rekan ada yang tertarik dengan tantangan ini. silakan dicoba dan diaplikasikan…

…kalau bisa, mau, dan mampu sih. haha!

 

___

image credits:

5 thoughts on “tentang tantangan tentang tautan”

  1. Ya itu yang pernah gw bilang: semakin mudah menciptakan benda X, semakin banyak benda X berkualitas buruk. Bahkan akademisi pun banyak yang faux pas di sosmed. What gives? 😆

    Mungkin masalahnya terkait siklus juga sih. Siklus tanya/jawab/lanjut di sosmed itu kencang sekali. Dan karena itu kadang susah berpikir masak-masak sebelum posting.

    kemudian buat tulisan singkat opini kita. berikan referensi balik ke sumber, baru kita bagi tautan di media sosial, misalnya.

    jadi opininya bernas! lebih matang!

    Hehe, terbaik lah.™ :-bd

    Reply
  2. Kadang mau dan mampu, tapi takut dan ga siap opini kita diserang publik.

    Apalagi ngepost di facebook udah kayak ngasih pengumuman pake toa. lol

    Reply
  3. @ sora9n

    ya kan memang begitu. karena gampang orang jadi malas review. atau proofread. atau cari referensi. lagipula kan memang socmed itu memanjakan impulsi sekali. 😆

    @ ma1210:

    yaah, itu kan bagian dari proses pembelajaran. kalau punya opini ya harus siap di-refute, tapi kalau opini dan referensinya solid juga nggak akan segampang itu diserang.

    …kecuali orang-orang yang emang dasarnya mau trolling, itu sih lain urusan. :mrgreen:

    Reply

Leave a Reply