tentang kerja, cinta, dan idealisme

pada pekan belakangan ini, kebetulan saya beberapa kali mendapatkan tawaran pekerjaan penuh-waktu dari beberapa professional headhunter[1]. dalam konteks terkait saya ditawari pekerjaan, maksudnya. perkiraan rentang penghasilannya sendiri lebih dari cukup lumayan, demikian juga kualifikasi profesional saya pada dasarnya cukup memadai.

kalau secara pemikiran malas sih kira-kira sudah itu kriterianya relatif cocok, sudah tinggal dipilih, sehingga kalau mau dianggap sederhana, ya… kurang apa lagi?

 

good-great-manager

gambar tidak berhubungan … mungkin.

 

bukan pertama kali saya berada dalam situasi seperti ini. bukan pertama kali juga saya harus membuat keputusan terkait hal ini. demikian hingga saat ini, sehingga ketika harus memutuskan, jawaban saya masih tidak berbeda.

pada bulan-bulan yang sudah lama lalu, saya sempat bercerita kepada seorang gadis partner saya mengenai tawaran lain yang juga sampai ke saya. pada saat itu konteksnya terkait penawaran yang berbeda dari tempat yang berbeda, dengan rentang penghasilan yang lumayan pula.

dia tampak kaget dan terbingung-bingung ketika saya mengatakan bahwa saya tidak mengambil kesempatan tersebut.

“kenapa nggak diambil? itu kan lumayan banget, gimana sih.” 😮

waktu itu saya cuma nyengir. saya ingat saya mengatakan bahwa masih ada sesuatu yang harus saya… kami lakukan di sini, di tempat sekarang ini, dan belum waktunya buat saya untuk pergi.

dia tidak menyanggah. saya tahu bahwa kami saling paham.

kembali ke saat ini, ya… di satu sisi, ada kemungkinan tantangan baru, penghasilan baru yang lebih dari cukup lumayan, juga bakal tim baru untuk melakukan hal-hal hebat dengan teknologi keren.

sementara di sisi lain, ada idealisme yang belum selesai. ada janji yang masih harus ditepati. ada perjalanan panjang, ada rekan-rekan yang bersama saya, dan kami sama-sama paham bahwa masih belum waktunya buat kami berhenti.

hal-hal seperti demikian juga menjadi pertimbangan dalam keputusan-keputusan yang saya buat.

karena ada juga hal-hal yang tidak selalu bisa dipahami dengan kalkulasi-kalkulasi pragmatis, entah itu terkait rentang penghasilan, model bisnis, atau apapun sejenisnya. buat saya ini juga sesuatu yang sifatnya di perbatasan personal dan profesional, sesuatu yang kalau mau dicari di mana batasnya juga bisa jadi malah bikin bingung sendiri.

“jangan terlalu idealis,” kata seorang kakak perempuan[2] kepada saya pada waktu yang lain. “kamu juga harus tahu kapan bisa, kapan enggak bisa. kalau enggak ya kamu juga enggak ke mana-mana.”

“aku tahu sih. tapi ini jangka panjang. pelan-pelan, kurasa bisa.”

saya ingat saya mengatakan demikian. ada sedikit optimisme di sana. ada perjalanan baru dimulai, dan ada seseorang yang sudah lebih dulu melangkah di hadapan saya.

“yah, kalau menurutku sih, kamu boleh idealis, kerja keras, lakukan yang kamu bisa. tapi jangan lupa, sisakan ruang untuk kecewa. serahkan sisanya sama Tuhan.”

doakan saja, kata saya. nyengir. dia cuma nyengir sambil sekilas mengatakan ‘dasar’ ke arah saya.

kembali ke soal idealisme. bukan berarti saya jadi serba kaku atau tidak fleksibel juga sih. tapi untuk saat ini, saya kira seperti itu saja dulu. kecuali mungkin…

iya, memang ada ‘kecuali’ di sana. eh, lho, kok?

sebenarnya begini, sih. untuk saat ini, satu-satunya hal yang bisa membuat saya berubah pikiran barangkali cuma kalau mendadak ada tawaran pada Kantor Staf Kepresidenan pada bidang Teknologi Informasi, misalnya. barangkali kalau seperti demikian yang dilakukan di Gedung Putih[3] bisa dilakukan untuk Indonesia —mungkin pula dengan kode terbuka dan data terbuka— saya kira akan jadi panggilan yang menantang dan seru sekali.

kalau ada seperti demikian, yah, agaknya akan jadi tawaran yang sungguh berat untuk saya tolak. saya sendiri berkeyakinan bahwa ada sesuatu yang pada dasarnya bisa dilakukan, bahwa kalau mau kita bisa, dan bahwa Indonesia punya lebih dari cukup modal untuk meraih itu semua.

tapi itu juga kalau ada yang menawarkan sih. lagipula geer amat sih saya. hehe.

mungkin soal idealisme juga. buat saya, untuk Indonesia saya kira adalah hal yang berbeda. tapi saya kira itu cerita lain untuk saat ini.

 

___

[1] individu-individu yang bekerja untuk perusahaan tertentu, bisa kalangan sendiri atau pihak ketiga, untuk menyaring kandidat profesional yang dianggap cocok untuk mengisi kebutuhan spesifik terkait managerial atau spesialisasi khusus.

[2] secara teknis bukan kakak beneran juga sih, walaupun secara praktis demikianlah kenyataannya. ceritanya agak panjang, pernah ditulis juga di sini sekali dulu.

[3] The White House’s Alpha Geeks [→] artikel menarik tentang wawancara CTO dan technical advisor di Gedung Putih. penugasan tim di sana meliputi implementasi teknologi sebagai jembatan lintas-disiplin untuk berbagai kebutuhan sektor publik di Amerika Serikat.

[4] image credits: