eid mubarak

.

sampai di masjid pukul enam-tiga puluh, cuaca sisa hujan semalam. koran-koran di bawah sajadah, seperti biasa, seperti sewajarnya. dan pengumuman panitia: ‘koran yang dijadikan alas harap tidak ditinggalkan, dikumpulkan di satu tempat’.

dan saya berpikir, dua puluh tahun lewat, tidak berubah; koran-koran lama, saya membayangkan setelahnya dikilokan diloak pada siang hari raya. sesuatu yang terasa jauh dari keriaan yang biasa.

di masjid kompleks yang sudah berusia dua puluh tujuh tahun. saldo ramadhan/tarawih tahun ini menurun 9% dibandingkan tahun lalu, sementara penerimaan zakat bertambah 114%.

dan saya berpikir, mungkin anak-anak yang dulu kecil sudah bekerja, sekarang termasuk angkatan produktif kelas menengah, yang mungkin kurang sempat tarawih di masjid lagi. ironisnya, mungkin seperti saya juga.

laporan pengelolaan dari panitia, dan saya bertanya-tanya persisnya manajemen zakat di masjid. mungkin bisa diperbaiki, mungkin secara control and compliance bisa ditingkatkan, mungkin bisa dipermudah dengan perangkat lunak…

dan saya berpikir, mungkin banyak anak-anak muda yang seharusnya bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk masjid. tapi mungkin tidak bisa, karena satu dan lain hal. mungkin mereka mau tapi tidak tahu caranya. mungkin.

petugas masjid bekerja dalam baris-baris, mengumpulkan sumbangan sebagai pengganti kotak tromol khusus di hari raya. waktu kecil dulu, ayah dan ibu sering membawakan saya pecahan yang lebih besar daripada biasanya.

dan saya berpikir, mungkin saya merasa punya kedekatan dengan masjid ini. mungkin ironis saya sekarang jauh dari masjid. mungkin saya cuma ingin melakukan sesuatu yang saya bisa, mungkin lebih banyak, walaupun cuma dengan cara yang serupa dulu. entahlah.

khotbah hari raya seperti tahun-tahun sebelumnya. anak-anak tampak mengantuk, beberapa mendengarkan, beberapa yang lain tampak sedikit melamun. seorang bocah berkacamata, kelihatannya masih SD, duduk di dekat saya.

dan saya berpikir, mungkin bertahun-tahun kemudian, anak-anak yang ada di sini akan berubah, entah sedikit atau banyaknya. mungkin sebagian menjadi agnostik, mungkin sebagian menjadi ateis, mungkin sebagian menjadi bukan lagi muslim. tidak harus seperti itu, pikir saya.

selesai shalat, seorang tetangga merangkap teman sekolah menengah pertama menyapa saya. ‘mohon maaf lahir batin, lama tidak ketemu. nanti aku main ke rumahmu, ya.’ ‘tidak masalah, ditunggu. jangan siang-siang, ya.’

dan saya berpikir, mungkin pada dasarnya, Idul Fitri itu juga bagian dari perhentian-perhentian singkat dalam hidup. setahun sekali untuk pengingat diri, dari mana dan akan ke mana kita. sebisa mungkin mempertahankan spiritualitas, dengan cara masing-masing, dengan tantangan masing-masing.

dengan atau tanpa seremoni yang sebisa mungkin jangan sampai kering dari makna.

Eid Mubarak. sedikit pikiran mengawang-awang dari saya, mohon maaf lahir batin untuk anda semua.

conundrum

“it’s unfair, I know, to judge someone’s intention with someone else’s mistake.”

(but what’s your intention, really?)

(n) conundrum: a confusing and difficult problem or question; a  paradoxical problem, riddle or mystery.

tentang (di)salahpaham(i)

“I think I have come to the phase of trying not to really care when people misunderstand things about me. it’s not really convenient, but then again attempts to make it right are useless. still it’s a little sad, that part of life.”

___

sejujurnya, mungkin ada benarnya kalau ada yang mengatakan bahwa saya ini tipe yang gampang disalahpahami. arogan, dingin, sedikit angkuh, kurang bisa memahami orang, tidak peka lingkungan, mungkin ada juga beberapa yang lain, tapi pada dasarnya kira-kira seperti itulah.


‘No More Nice & Kind…’ okay, not really. dari salah satu T-shirt di rumah.
 

walaupun kalau bisa sampai ada yang bilang begitu, bisa jadi ada benarnya juga, kan. sebagai manusia, kita hidup dengan saling bercermin kepada yang lain. jadi tentu saja kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya cenderung angkuh atau dingin atau kurang peka, itu kan termasuk hal-hal yang mau tidak mau harus jadi bahan introspeksi juga buat saya. bisa jadi ada benarnya, entah banyak atau sedikitnya.

tentu saja apakah pandangan yang terlihat di luar adalah sama dan sebangun dengan apa yang ada di dalam, itu urusan yang berbeda.

.

dulu saya berpendapat bahwa pandangan orang terhadap saya terbentuk dari apa yang saya bentuk dalam diri saya. jadi, ya, kalau saya punya sifat yang buruk atau setidaknya kurang baik, orang akan memandang saya dengan buruk atau kurang baik pula. dengan demikian, saya jadi punya ekspektasi terhadap diri sendiri dan sudut pandang orang lain tentang saya. sebisa mungkin saya tidak ingin disalahpahami, dan kalaupun sampai ada, saya ingin bisa meluruskannya.

tapi seiring jalan, rasanya kok semakin lama semakin tidak mudah, ya. maksud saya begini; sebisa apapun saya menilai dan berusaha memperbaiki diri untuk tidak punya niat atau sifat buruk, yang kelihatan di luar ternyata tidak selalu seperti itu. sesuatu yang, sejujurnya, juga bukan hal yang menyenangkan buat saya.

dulu saya tergolong pendiam, minder, dan tidak percaya diri. bukan hal yang nggak lumrah juga sih, kalau anda pernah ketemu saya dulu juga mungkin tidak akan menganggap saya biasa-biasa amat. aneh deh pokoknya. maka saya cenderung dianggap tidak bisa bersosialisasi, kalau bicara susah dimengerti, dan cenderung susah untuk terbuka kepada orang lain.

saya dianggap aneh, misalnya, itu sesuatu yang bukan tidak biasa.

sekarang ini, ada hal-hal yang syukurnya agak lebih baik untuk saya. saya yang sekarang berbeda dengan yang dulu; ada hal-hal yang bisa saya lakukan dengan baik, dan saya punya kepercayaan diri akan kemampuan dan keadaan diri saya sendiri. saya merasa lebih percaya diri, saya merasa lebih terbuka untuk jujur dan blak-blakan serta sebisa mungkin apa adanya.

saya dianggap arogan, misalnya, itu juga bukan sesuatu yang tidak biasa.

bukan hal yang selamanya nyaman. tapi entah sejak kapan, saya tidak lagi terlalu ingin memusingkan pendapat orang lain tentang diri saya. kalaupun saya disalahpahami, saya ingin meluruskan hanya semampu dan semau saya saja. karena, ya, buat apa? pada akhirnya saya jadi capek sendiri. saya capek menjelaskan apa sebenarnya niat dan keinginan saya, dan pada akhirnya sering tidak ada gunanya. pandangan orang tentang saya toh tak selalu bisa diubah, sementara hal ini tidak selalu berkorelasi dengan niat dan keinginan saya.

pada akhirnya yang tersisa buat saya cuma ruang untuk introspeksi. pelan-pelan mencoba memperbaiki, entah ke arah mana dan bagaimana, tapi saya tidak lagi ingin memikirkan kesalahpahaman orang tentang niat dan keinginan saya.

mungkin ada benarnya saya cenderung dingin, arogan, kurang berperasaan. mungkin ada benarnya saya punya ketertarikan dan minat yang agak tidak biasa, dan dengan demikian jadi susah nyambung. terus kenapa? pada akhirnya orang-orang akan selalu punya pendapat tentang saya. entah benar atau salahnya.

mungkin pada akhirnya saya cuma membiasakan diri dengan sudut pandang orang tentang saya. sambil mencoba memperbaiki yang kurang pas, mencocokkan yang kurang tepat —hal-hal yang pada dasarnya tidak ada rumusnya.

.

‘kalau kamu merasa berbuat salah, minta maaf,’ demikian salah satu pelajaran yang saya ingat. kadang saya membuat kesalahan, dan dengan demikian saya harus mengungkapkan permintaan maaf yang perlu. itu hal yang wajar.

‘kalau kamu membuat kesalahan, perbaiki,’ demikian pelajaran yang lain. untuk setiap kesalahan, selalu ada pelajaran dan upaya yang bisa dilakukan untuk perbaikan. lakukan untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain.

seberapapun sedikitnya yang bisa saya lakukan.

di sisi lain orang-orang akan terus memandang saya. dengan kelebihan dan kekurangan dan segala yang terpersepsi dari diri saya, baik dan buruknya, selalu ada saatnya bahwa saya tetap dan akan selalu disalahpahami.

bukan sesuatu yang selamanya nyaman. tapi, yah, ada hal-hal yang harus dibiasakan saja, kan.

‘saa…’

sebagai pembelajar informal percakapan bahasa Jepang (yang karena tidak dilatih sekarang ini sepertinya semakin karatan), di antara hal-hal yang saya pelajari adalah bahwa ada aspek-aspek percakapan informal, yang, kalau bisa dibilang begitu, sedikit banyak meninggalkan kesan buat saya.

salah satunya adalah ucapan singkat: ‘saa…’

‘saa…’ (さぁぁ…) adalah ungkapan yang… apa ya? pada dasarnya seperti mengatakan sesuatu yang tidak mengatakan sesuatu. tidak ada artinya, mungkin kalau dalam bahasa Indonesia seperti penunjuk ‘nih’, ‘dong’, atau ‘deh’. walaupun tentu saja nuansanya beda, sih.

‘do you have any idea for Saturday morning?’
‘saa…’

kalau dari konteks di atas, seperti ‘entahlah, belum tahu, gimana nanti’. cenderung ke arah menegasikan, walaupun tendensinya masih netral. susah juga kalau dijelaskan begini sih.

kalau kita nonton film Jepang, misalnya, istilah ini sering diterjemahkan sebagai ‘entahlah’, atau ‘nggak tahu ya…’, walaupun saya sendiri merasa agak kurang pas kalau seperti itu. rasanya kok ya seperti ada konteks yang lebih subtil yang hilang dari penerjemahannya.

tapi mungkin lebih gampang kalau pendekatannya adalah ‘apa yang dipikirkan pembicara’ alih-alih penerjemahan kata per kata. tetap saja gampang-gampang susah, sih.

contohnya barangkali sebagai berikut.

‘I don’t know…’ ← penjelasan yang paling umum
‘I don’t want to say no but maybe no’ ← ambivalen mengarah negatif
‘I don’t really know what to say’ ← netral mengarah ragu

tentu saja tidak terbatas ke kriteria tersebut, juga mungkin saja yang terjadi adalah amalgamasi dari ketiganya. nah, bingung kan. saya juga bingung kok.

terus, kenapa pula mendadak saya jadi menulis soal ini?

bukan kenapa-kenapa juga sih. hanya saja saat-saat seperti ini, kadang, ada saatnya saya merasa tidak tahu untuk menjawab apa terhadap pertanyaan yang agak susah dijawab.

‘yud1 sendiri gimana? baik-baik, kan?’
‘saa…’

kalau ditanya artinya apa, saya sendiri juga bingung menjelaskannya.

tapi, yah, mungkin begitulah kira-kira.

2012

prologue /
/ on this day, a year ago

di perbatasan masa lalu dan masa kini, kamu selalu punya jejak di tempat ini.

“aku duluan,” kataku.

“sampai ketemu lagi,” katamu.

kucoba mencari selintas jawaban dari balik pandangmu. tidak kutemukan.

.

.

1 / moving on (without you)
“I’ve put in far too many years, to let this pass us by. you see life is a crazy thing; there will be good times, there will be bad times, and everything in between.”

Januari, dan hal-hal yang sudah pergi tak punya tempat untuk kembali. dari James Morrison, ‘Please Don’t Stop the Rain’.

.

2 /  I believe in angels
“an angel,” she said, as she was busy drawing the doodle. “this is for you. and good luck!”

I kept the drawing on my desk until weeks later. ‘an angel’. maybe not that wide off the mark.

.

3 / mark of a top gun
“selamat,” katanya. “setelah ini, tolong kamu follow up ke HR untuk detailnya.”

sebuah panggilan mendadak ke ruangan di ujung lantai tempat kerja. perjalanan masih panjang setelahnya.

.

4 / professionally personal?
“kerja adalah cinta yang mewujud. jika kau tak sanggup bekerja dengan cinta, maka tinggalkanlah. dan berdirilah di depan gapura candi, meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan cinta.”

Kahlil Gibran, ‘Sang Nabi’. ada pilihan untuk tidak sebatas bekerja demi harta atau melangsungkan hidup saja.

.

5 / destined to be strangers
“you were once the remaining reason. but considering all and everything, I think I was wrong about what’s left to believe anyway.”

because to do so was not easy nor did I want to, doesn’t mean I wouldn’t. and to me you will never be that girl again. farewell; you will always be the 2nd Princess.

.

6 / painkilling hunger
“this is my fight. my battle. not yours to take nor understand.”

whatever drives you forward. hunger, passion, commitment… or maybe your own brand of painkiller.

.

7 / a glimpse of the future you
“I said then, and I will say it again. we are not that much different. you have what it takes to be among the top guns.”
“don’t tell me that, yud. there are others, and I know my place!”
“I know better!”

for all her hard work and accomplishments, why couldn’t she see what she deserves for herself?

.

8 / the prince awakens
“tolong bisa hadir pada acara hari ini,” demikian sebuah surat elektronik dari seorang direksi. “nama-nama anda akan diumumkan hari ini.” 

yet another milestone checked. winning breeds mentality, to challenge even harder and further that is.

.

9 / picture speaks a thousand words
“too many people have DSLR lately. too few of them are able to take good photographs.” 

the road to the too few is sure steep as hell. no, I haven’t been good enough.

.

10 / mea culpa
“in this line of work, mistakes can and will happen. if anything, at least make it an honest one.”

kesalahan bisa dan akan terjadi. selalu. tapi ada pilihan akan apa yang bisa dan akan dilakukan untuk memperbaiki dan mencegah. lessons learned.

.

11 / God’s sense of humor
“aneh ya, kayaknya Tuhan itu punya selera humor yang ajaib. mungkin ini jalannya buat jawaban pertanyaan yang kemarin.”
“dan jawabannya adalah?”

“I’m staying.”

sudah, senang, kan? bilang nggak juga nggak apa-apa kok.

.

12 / a gift for a friend
“this is for you, a gift for a friend. thanks!” that was what I wrote on a note for the present.
not written: “you are an angel. thank you.”

baiklah, hubungan kami tidak seperti yang mungkin anda pikirkan. tidak ada yang percaya.

.

13 / all you wanted
“if you want to, I can save you, I can take you, away from here! so lonely inside, so busy out there, and all you wanted was somebody who cares!”

Michelle Branch, ‘All You Wanted’. ada yang mau nyanyi lagu ini buat saya? lowongan tersedia.

.

14 / to the beginning (or not)
” going back to the corner where I first saw you, there is another girl, but she’s not gonna move… “

more than meets the eye, birds of a feather know their kind.

.

15 / (2500) days of summer
“ah, kamu menyebalkan. sadarkah kamu, ada sekilas inginku jejaknya terhapus langkahmu?”

sementara di antara jejaknya dan langkahmu, ada setapak yang sekarang sepi. dan aku yang ragu untuk percaya lagi.

.

16 / my best friend’s wedding
“well, my life is non-fiction drama!” (laughing) 

a scoop of salad days, 10 years later. thank you, yesterday! 

.

17 / these hours (I’ll remember)
“untuk semua kelebihan kamu, selalu ada kekuatan yang lebih besar. kamu kerja keras, lakukan yang terbaik kamu bisa, tapi sisakan ruang untuk kecewa. serahkan sisanya sama Tuhan.” 

obrolan panjang berjam-jam tentang banyak sekali hal. karir dan keluarga, kehidupan dan cinta, sebagian besar dari hampir seluruhnya.

.

18 / wherever it would take me
“kalau sesuatu itu akan terjadi, sesuatu itu akan terjadi. kalau sesuatu itu nggak akan terjadi, sesuatu itu nggak akan terjadi. susah amat.”

…dan hidup terus berjalan, masih sesederhana ‘belum tahu’ dan ‘lihat nanti’.

.

.

epilogue /
/ heir to the princess’ throne 

untuk seorang kamu yang berbeda, pada suatu sore pada Desember yang juga berbeda.

ada hal-hal yang belum bisa kukatakan langsung kepadamu. lagipula aku sendiri tak yakin kamu akan bisa dan bersedia mendengarkan, sedikit atau banyaknya kalau untukku. berapa banyak kamu mengenalku, berapa banyak yang kutahu tentang dirimu, masing-masing pertanyaan yang datang perlahan satu-satu.

walaupun sejujurnya aku tidak suka bahwa tidak bisa terlalu banyak kata-kata di antara kita selain omongan atau canda yang biasa-biasa saja. entah kenapa.

kamu, antitesisku. hampir semuanya kamu, seluruhnya bukan aku.

sekilas senyum, selintas rindu, lalu mengelegak menancap sembilu; dan relung retak gelap bertanya pelan ragu-ragu. ‘kamu, bintang jatuhku?’

entah. di sisi sebagianku yang ingin kembali sendiri dulu, ada sebagianku yang lain ingin kamu yang entah menunggu.

.

—2012… and life just keeps on running.

satu tahun delapan bulan kemudian

“tuh, kan, lihat tuh. di sini tuh beneran banyak makanan enak,” sambil tangannya lincah menyesuaikan kemudi. “kalau nurutin kuliner sih gue bakal udah bulet dan tembem kali ya.”

“jangan. tetaplah jadi kakakku yang keren.”

aku tersenyum. dia tertegun. di sisi barat Jakarta malam hari, sisa rintik hujan membasahi aspal dan trotoar, sedikit lainnya tiris di balik jendela.

setelahnya kami saling tertawa; ‘huahaha, makasih!!’

kakak, ini janjiku. pada saatnya nanti, kalau sudah ketemu, akan kuperkenalkan gadis pasanganku kepadamu.

soalnya, yah, kamu tahu. untukku sampai bisa bersedia jadi adikmu, kita kan sama-sama tak ingin dia cemburu melihatku nyaman mengobrol berjam-jam bersamamu?

___

related:

17.04.2011 | suatu hari di Jakarta

(mencoba) mobile blogging

dari dulu saya berpendapat bahwa proses menulis itu senyamannya dilakukan dengan papan ketik. di depan komputer, syukur-syukur ditemani secangkir teh atau kopi, pokoknya pada dasarnya proses menulis itu sesuatu yang rada sakral dan perlu konsentrasi. wih lagaknya.

walaupun bukan berarti tidak bisa juga tidak seperti itu. beberapa catatan yang saya tulis di jejaring sosial, misalnya, seringnya ditulis dengan telepon genggam dari dalam bus. cukup panjang, bagus, secara kualitas, ya lumayan, tapi ya tetap saja seringnya cuma hasil iseng-iseng sekilas yang kadang-kadang isinya malah pisuhan tentang moda transportasi yang biasa saya gunakan tapi kok ya masih saja bikin makan hati.

masalahnya ini kan sekarang inspirasi. kalau misalnya saya sedang di jalan dan kepikiran ide menulis, kok ya jadinya menyebalkan betul bahwa ide saya jadi habis seiring jempol yang pegal atau stylus yang terus-terusan meleset. di sisi lain, kalau saya harus menunggu sampai bisa membuka komputer, jadinya malah sia-sia. seringnya saya malah sudah capek duluan, dan selamat tinggallah calon tulisan yang ditinggal tidur pemiliknya. duh.

jadi pada akhirnya, saya memutuskan untuk melakukan upaya optimalisasi pengalaman menulis taktis dalam mobilitas. kata kuncinya, ergonomi!

pertama, jelas soal perangkat. perangkat sebelumnya secara teknis adalah sebuah smartphone berusia empat tahun, cukup tangguh untuk berbagai kebutuhan, tapi jelas bukan untuk menulis. sementara yang saya butuhkan adalah masih telepon genggam, namun dengan layar yang cukup lebar dan keypad yang nyaman, dan sayangnya hal ini agak kurang bisa terpenuhi oleh perangkat sebelumnya.

solusinya relatif sederhana, walaupun tak murah; penggantian perangkat. oke, check.

berikutnya adalah akses ke semua draft saya. sejujurnya, pengalaman menulis tanpa akses ke draft itu tidak efisien. ide-ide tidak tertampung, dan akhirnya sering hilang. bisa tersimpan, tapi tidak terorganisir dan tidak ada pemberkasan. saya pernah sekali mencari bahan tulisan lama, dan tidak ketemu sampai lama kemudian. menyebalkan sih, tapi sudahlah ya.

solusi yang dicoba: WordPress versi mobile. cek feature, registrasi self-hosted domain, dan sisanya ternyata benar-benar di atas ekspektasi; sophisticatedly simple. salut untuk tim pengembang!

bagaimana hasilnya? soal rasa dan nuansa sudah pasti beda sih ya, tapi sejujurnya, saya senang bahwa ternyata proses optimalisasi pengalaman menulis saya tidak gagal. lebih dari cukup berhasil malah, dan sejauh ini saya bisa mengatakan bahwa saya tidak punya keluhan.

maka dengan demikian saya kira saya akan mencoba untuk sedikit sering menulis secara mobile. semoga bisa dan akan konsisten sih, untuk yang ini doakan saya, ya.

___

[1] ditulis dalam perjalanan pulang kerja, disambi naik bus dan ganti angkutan kota.
[2] dipikir-pikir lagi, kayaknya tulisan ini potensial jadi paid-posting. sayangnya saya tidak tertarik dengan ide terkait monetisasi tulisan saya demi pesan sponsor. :mrgreen:

tentang (kembali) blogging dan lain-lain

berawal dari sora9n yang kemudian diikuti Geddoe aka Pak Guru Aldiaz (ceile), eh ternyata kok ya semakin banyak rekan-rekan yang kemudian jadi seperti terinspirasi menulis di blog setelah sekian lama —termasuk dnial yang akhirnya rangkaian tulisan tersebut sedikit memancing kegalauan Kimi yang akhirnya jadi tulisan sendiri— yang sayangnya belum sempat saya komentari sehubungan dengan kesibukan yang bikin mau cuti saja rasanya sulit benar. lah ini kok saya jadi curhat sih.

sementara itu dari clingak-clinguk di Facebook maupun Twitter, ternyata kayaknya ada beberapa juga yang setidaknya jadi sedikit terinspirasi untuk menulis lagi… walaupun soal apakah akhirnya jadi ditulis atau nggak itu urusan belakangan, sih. :mrgreen:

.

jadi sambil iseng, saya juga menulis lagi deh. berhubung saat ini sudah Minggu malam dan saya sudah cukup istirahat, topiknya pun dibuat santai-santai saja. dan juga berhubung kali ini topiknya adalah mengobrol santai, maka kategorinya pun masuk ‘Personal’, dan dengan demikian topik kali ini tidak jauh-jauh dari apa yang sudah atau sedang saya lakukan sampai hari-hari ini, sambil lempar trackback ke beberapa tetangga. jarang-jarang, kan.

sampai bulan November ini, tahun 2012 berjalan cukup baik. ada beberapa pencapaian yang membuat saya cukup bersyukur, personal maupun profesional. tidak sampai seperti mbak ini yang baru lulus S2 dari ITB sambil cum laude pula (ngomong-ngomong, saya sudah bilang selamat, ya!), tapi setidaknya saya bisa mengatakan bahwa kerja keras yang terbayar itu selalu menyenangkan. tapi seperti halnya segala sesuatu yang lain, lelah dan senang itu sebentar saja. bring on the next challenge!

sedikit sisi lain, kayaknya saya jadi rada terpapar denmas manusiasuper dalam hal sepik-menyepik, dan kalau soal ini kayaknya nggak boleh ketinggalan christin, yang walaupun resminya adalah seorang gadis, sepikannya ternyata sungguh tak kalah level. yah, untuk saya, terpapar seperti ini bisa jadi adalah hal yang bagus! untung saya ini single, dan untung pula saya bukan tipe yang punya target ke banyak sasaran. mbak, siapapun dirimu, kamu akan jadi gadis beruntung. semoga.

terus, lain-lainnya saya ngapain? ketertarikan masih seperti dulu, membaca dan menulis dan mungkin sekarang akhirnya lebih serius soal fotografi. dari dulu juga serius sih, dan setelah bertahun-tahun belajar dengan modal kamera ponsel akhirnya memberanikan diri untuk melamar satu unit DSLR dengan mahar yang semoga sebanding dengan skill saya. oh ya harus dong! memangnya DSLR itu mainan anak kecil? untuk hal ini, doakan saya, ya.

hidup sejauh ini cukup menyenangkan untuk saya. banyak hal akan selalu bisa lebih baik, tapi untuk saat ini setidaknya saya tidak punya banyak keluhan dengan apa-apa yang sedang saya jalani. dan berhubung hari ini sudah Minggu malam dan kurang dari dua belas jam lagi sudah Senin pagi (bukannya saya keberatan juga sih), maka tulisan ini cukup sampai di sini dulu. tentu saja hidup masih akan terus berjalan, dengan tantangan-tantangan dan mungkin juga hal-hal yang tidak selalu menyenangkan, jadi kalau besok sudah hari Senin, ya mari kita jalani saja!

ngomong-ngomong, untuk penutup, ada ungkapan dari bukunya Howard Schultz yang kebetulan cukup saya suka. dari CEO-nya Starbucks, buku yang menurut saya jujur dan menarik (mungkin kapan-kapan akan saya tulis review-nya), dengan semangat yang dirangkum dalam satu kata:

Onward!