think beyond stereotype

“…but to recognize that it matters not what someone is born, but what they grow up to be!”

-Albus Dumbledore-

sebenarnya ini merupakan tema yang ingin gw tulis sejak lama, dan kali ini gw mencoba menuliskannya di sini. hal ini, sebenarnya, sudah cukup lama menjadi concern gw… dan sedihnya, keadaan di sekitar gw (kalau mau jujur: keadaan di sekitar gw hampir kemanapun gw pergi, atau kemanapun gw melihat) tampaknya tidak selalu sepaham dengan gw.nggak usah jauh-jauh deh. ini pengalaman gw. beberapa bagian dimodifikasi tanpa mengubah konteks.

gw sedang berada di dalam kendaraan. waktu itu, gw sedang di dalam mobil, dalam sebuah perjalanan. tiba-tiba, sebuah mobil melakukan manuver yang nyaris menyerempet mobil tempat gw berada. melihat pengemudinya, tampak jelas bahwa pengemudinya berasal dari suku bangsa T.

“dasar etnis T!”, salah seorang rekan gw dalam kendaraan memaki. “emang mereka itu…” dia masih melanjutkan dengan omelan panjang-pendek.

gw menunggu beberapa saat sampai omongannya berhenti.

“lo tahu,” gw mencoba ngomong. “mungkin beberapa orang pernah ngomong ‘dasar orang P!’ waktu lo bawa mobil…”

yah. menarik kalau kita lihat keadaan di atas. memangnya kenapa kalau seorang dari etnis T mengemudikan mobil tidak secara baik dan benar? OK, maksud gw hal itu memang tidak bisa dibilang ‘benar’. tapi di sini, variabel etnis jelas tidak berpengaruh. kalau mau jujur, gw malah lebih sering melihat pengemudi mobil yang berasal dari suku B yang membawa kendaraan secara ugal-ugalan (pengalaman naik angkot dan bus =P). tapi sekali lagi, gw bukan membicarakan suku di sini. ada juga kok warga suku B yang mengemudikan kendaraan dengan baik. gw mengenal beberapa rekan dari suku B yang seperti itu.

jadi? jelas tidak ada hubungannya antara etnis dan cara membawa kendaraan. meskipun demikian, omongan seperti yang gw tuliskan dalam cerita di atas tetap saja timbul.

kasus lain. pengalaman gw lagi.

“…kayak gimana orangnya?” kira-kira begitulah gw ditanya.

“orangnya itu… (begini-dan-begitu), kayaknya sih asalnya dari kota M”

“hati-hati lho. biasanya orang B itu galak-galak. mendingan juga suku J…” yang ini setengah bercanda. gw nyengir aja, sih.

“alah. kayak orang J itu baik semua…” gw menjawab, asal.

secara kebetulan, gw pernah ketemu beberapa orang J yang ‘tidak sebaik itu’. tapi namanya juga primordialisme, maka lawan bicara gw pun ngomong hal yang bagus-bagus soal suku J.

ini contoh yang tidak se-ekstrem yang pertama. tapi tetap saja, pandangan yang ‘berbeda’ ditujukan kepada orang-orang dari suku dan etnis yang ‘berbeda’ pula.

kenapa? entah. gw sih nggak pernah berpikir seperti itu.

sebenarnya sih gw nggak peduli-peduli amat. tapi, ketika gw melihat di depan gw ada orang mengatakan ‘dasar etnis T’ atau merendahkan etnis lain yang bukan mereka, gw merasa gimana-gitu. siapa sih kita, mengatakan bahwa etnis T itu ‘seperti itu semua’, atau orang A itu ‘eksklusif’? siapa sih kita, sampai berani bilang bahwa orang N itu ‘lain’ karena penampilan fisiknya ‘seperti itu’?

entahlah. berikut ini adalah sebuah kejadian yang pernah gw alami. ada tiga orang dalam adegan ini, termasuk gw.

“kita santai aja, ya.” kata seorang rekan gw. “kalau gw panggil lo ‘C’ (me-refer ke sebutan untuk salah satu etnis), lo marah nggak?”

“nggak sih, tapi gw nggak suka.” kata rekan gw yang kedua.

“tapi kan itu benar?” rekan gw yang pertama ngomong lagi.

“iya. gw tahu itu benar. tapi gw nggak suka. memangnya kalau lo dipanggil ‘J’, lo mau?”

“gw sih nggak apa-apa.”

suasana jadi agak tidak enak.

“emangnya kenapa, sih.” akhirnya gw ngomong juga. “kalau ditanya lo orang apa, jawab aja bahwa lo itu orang Indonesia. gampang kan.” gw melanjutkan. “orang Indonesia itu nggak tahu terima kasih, kalau setelah lo membawa dan melindungi bendera negara, mereka masih berani ngomong kayak begitu.”

yah, rekan gw yang kedua ini memang sering berurusan dengan hal ‘bendera dan lambang negara’.

masih ada beberapa omongan lagi, tapi suasananya sudah agak lebih enak kemudian.

nah. lihat, kan. hal-hal seperti ini yang membuat gw cenderung tidak peduli terhadap apa yang dikatakan orang sebagai ‘asal’ atau ‘etnis’ atau ‘suku’. perhatikan betapa hal-hal seperti ini bisa menjadi sangat sensitif untuk beberapa orang. dan coba pikirkan: seberapa pentingnya sih masalah itu? kita semua sama-sama manusia, kan? menurut gw sih yang lebih penting adalah manusia itu akan menjadi apa, bukan dari mana dia berasal. setidaknya, itulah yang gw pikirkan.

dan mungkin, hal-hal seperti itu juga yang turut membentuk cara pandang gw akan beberapa hal.

“yud1, kamu itu orang mana sih?”

gw diam sebentar, lalu nyengir.

“gw orang Indonesia.”

dia nyengir juga.

“iyalah.”

akhirnya. mungkin satu hal saja. suatu harapan bahwa suatu saat, tidak perlu lagi ada kebencian dan prasangka, hanya karena sebagian dari kita mungkin ‘berbeda’ dari yang lain.

think beyond stereotype. we are all humans. equally.

1 thought on “think beyond stereotype”

  1. yap stereotype itu memang enggak FAIR apalagi kalau pandangan/prasangkannya sudah ke arah negative…

    “menurut gw sih yang lebih penting adalah manusia itu akan menjadi apa, bukan dari mana dia berasal” yap setuju banget banget, karena asalnya kita semua ini sama yaitu berdosa–pada saat kita mau jadi apa dalam dunia??ini yang terpenting dan harus dipikirkan ^_^

    kita semua memang unik dan berbeda dalam penciptaanNya..jadi jangan menyerah dengan harapanmu–semangat ^_^

    Reply

Leave a Reply