di akhir minggu

…mungkin, ada baiknya aku pergi keluar sejenak. mencoba keluar dari kamar yang nyaman ini dan disambut dengan matahari sore yang dan kemilau hijau daun yang terbaur oleh jingga matahari.

mencoba main arcade di game center yang mungkin bisa jadi pilihan, mengingatkanku akan sebuah game arcade yang kutamatkan beberapa bulan lalu, dengan sebuah GunCon di tangan, dan teriakan gaduh ‘FREEZE!’ ‘RELOAD!’ dan sebagainya. desing-desing peluru maya menyambut, dan aku-pun balik menembak; dan matilah orang-orang itu, menyisakan kesenangan kecil dengan sebuah game yang tampaknya belum kehilangan daya tariknya.

atau sekadar jalan-jalan di bawah matahari sore, di antara ruko-ruko dan tempat berjualan, yang diselingi supermarket dan toko serba ada. dan mungkin mampir untuk minum teh atau kopi di sela maghrib nanti, yang tampaknya masih belum terburu-buru datang. mungkin juga diselingi anak-anak yang sedang bersepeda dan sedikit-gaduh, atau orangtua yang berbelanja kebutuhan di bulan puasa, atau keluarga yang sedang menghabiskan waktu di akhir minggu.

biasanya aku menikmati kopi dan kue di saat-saat seperti ini — sebuah sore di akhir minggu yang hangat dan berangin, kalau saja hari ini bukan bulan puasa. atau sekadar duduk dan berpikir, atau membalik-balik halaman buku-buku yang kubeli beberapa waktu lalu, dan tak habis dibaca di sela-sela tugas kuliah dan deadline yang menumpuk.

bisa juga aku pergi ke mal-mal dan menghabiskan waktu, seraya melakukan apa yang disebut mereka yang melakukannya sebagai ‘nongkrong’ — tapi tidak, terima kasih. aku tak hendak menjadi seperti mereka yang menyatakan diri ‘gaul’ sementara mereka hanyalah anak-anak manja yang dengan bangganya memamerkan harta pemberian orangtua mereka — telepon genggam yang bagus? mobil-mobil keren? membuatku ingin tertawa melihat begitu bisa mereka pamer sementara masih harus minta uang jajan setiap bulan kepada orangtua mereka yang hebat.

atau menonton sebuah ‘televisi musik’, sebuah ranah tempat pelampiasan ketidakpercayadirian anak-anak muda, tempat mereka mencari identitas ‘gaul’ di tengah ketidakberdayaan diri? ya, di tengah ketidakberdayaan yang terus mengungkung, melarikan diri dari dunia yang keras — setidaknya untuk sementara? tapi kupikir, tidak. itu bukan, tidak pernah, dan mungkin tidak akan pernah untukku.

…ya, mungkin ada baiknya aku keluar sejenak. mencoba menjalani dan menikmati saat-saat yang ada sekarang ini, dan melakukan apa-apa yang mungkin belum sempat kulakukan. mungkin, akan kupikirkan tentang ini nanti.

tapi kurasa, saat ini aku hanya akan menulis di sini dulu, hanya saja kali ini tanpa secangkir kopi yang hampir selalu menemani di sore akhir minggu. duduk dan menulis di sini, dengan angin sore yang mungkin akan menyapa sekali-kali setelah melewati padang rumput dan rimbun pepohonan, dengan wangi angin yang tidak selalu sama.