implikasi yang tidak valid

beberapa waktu yang lalu, gw membaca sebuah artikel di kolom opini di sebuah media. namanya juga kolom opini, isinya tentu saja lebih banyak berupa opini… dan seperti biasa, hal yang bernama ‘opini’ akan selalu bisa diperdebatkan.

dalam artikel tersebut, ada suatu pertanyaan yang ‘mengusik’ pemikiran gw: benarkah bahwa bencana alam yang berturut-turut terjadi di tanah air merupakan peringatan dari Tuhan akan kemaksiatan manusia? dan benarkah bahwa bila manusia-manusia yang ada tidak berbuat maksiat, Tuhan tidak akan menurunkan bencana?

…dan dengan demikian, dalam opini tersebut, disimpulkan bahwa jawaban dari kedua pertanyaan tersebut adalah ‘ya’.

apa benar begitu? entah gw yang memang pada dasarnya bersikap skeptis (gw lebih suka melihat pembuktian secara logis dan masuk akal daripada pendekatan dogmatik) atau memang pendapat tersebut bias, tapi gw menemukan bahwa hal tersebut ternyata tidak dapat dengan mudah diterima.

nah, berhubung gw menjalani hidup dengan bersandar kepada rasio (gw tidak percaya bahwa Tuhan sebegitu bodohnya sampai tidak berani dipertentangkan dengan otak manusia yang terbatas), maka statement tersebut harus di-cek dulu valid atau tidaknya.

masalahnya begini. ada dua poin yang harus diperhatikan terlebih dahulu: pertama, benarkah bahwa kemaksiatan manusia akan selalu diikuti oleh bencana? dan kedua: benarkah bahwa manusia yang tidak maksiat tidak akan ditimpa oleh bencana?

dan sesuai dengan kaidah pembuktian logika matematis (gw belum menemukan metode pembuktian lain yang lebih masuk akal), maka kedua pernyataan yang disebutkan tersebut harus dibuktikan kebenarannya untuk semua kasus. apabila terdapat suatu contoh yang tidak sesuai dari pernyataan tersebut, maka pernyataan tersebut secara otomatis menjadi tidak valid.

sekarang, mari kita menyelidiki statement pertama: benarkah bahwa kemaksiatan manusia selalu diikuti oleh bencana?

ternyata, tidak. kalau benar begitu, seharusnya negara-negara yang lebih sekuler ditimpa lebih banyak bencana daripada Indonesia yang (katanya sih) berdasarkan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. di masa kini, negara-negara yang dipandang sebagai ‘poros setan’ oleh para fundamentalis malah baik-baik saja, tuh.

…oke, memang ada contoh yang baik dari berbagai kitab suci yang menjelaskan bahwa kaum yang maksiat akhirnya dibinasakan dengan bencana, tetapi hal serupa belum ditemukan lagi sampai saat ini. dan dengan demikian, ada counter-example di sini, dan dengan demikian statement tersebut menjadi tidak valid.

sekarang, statement kedua: benarkah bahwa manusia yang tidak maksiat tidak akan ditimpa oleh bencana?

mari kita perbandingkan dulu. kalau benar begitu, seharusnya tidak ada musibah tsunami di Aceh, gempa di Yogyakarta, banjir di Jakarta, dan serangan flu burung. kenapa begitu? karena kalau menilik definisi di atas, Indonesia adalah negara yang ‘tidak lebih maksiat’ daripada contoh yang dituliskan sebelumnya. kok bisa? jelas, kalau kita mendefinisikan ‘kemaksiatan manusia’ dengan jumlah kasus seks bebas, homoseksual, dan perjudian. tambahkan juga invasi tidak bertanggungjawab ke negara lain, kalau anda mau.

…jangan ’salahkan’ parameter yang digunakan, sebab parameter tersebut diambil dari hal-hal yang disetujui oleh berbagai kitab suci yang ada. berhubung premis awal yang kita coba buktikan kebenarannya bersumber dari sesuatu yang bernama ‘agama’, mari kita ambil parameter dari sumber yang sama.

jadi dengan demikian, statement kedua tidak valid, karena ada setidaknya sebuah counter-example dari pernyataan tersebut.

dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa premis yang disebutkan di awal tulisan ini adalah tidak valid. tidak ada hubungan implikasi antara kemaksiatan manusia (dengan definisi yang dipergunakan) dan bencana yang ditimpakan kepada manusia.

…tentu saja, pemikiran-pemikiran lain mengenai bencana yang terjadi tidak dapat dikesampingkan. mungkin saja bencana ditimpakan sebagai peringatan bagi manusia (cukup masuk akal), atau bencana adalah berkah yang tersembunyi bagi manusia (bisa juga demikian, siapa yang tahu), dan sebagainya. meskipun demikian, pemikiran-pemikiran tersebut belum dapat dibuktikan kebenarannya, demikian juga pemikiran-pemikiran tersebut belum dapat dibantah dengan pembuktian yang ada.

tapi setidaknya, premis bahwa ada hubungan implikasi antara kemaksiatan manusia di suatu tempat dengan bencana yang ditimpakan tidak dapat diterima, sesuai dengan pembuktian dan counter-example yang telah dijelaskan.