indonesia raya, dalam hati saya

saya teringat, beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan sebuah acara talkshow di sebuah stasiun televisi swasta pada suatu sore di akhir minggu. seharusnya tidak ada yang istimewa dengan hal tersebut, namun hari itu saya belajar akan suatu hal; sesuatu yang sudah lama terlupakan, namun ternyata tetap dan selalu ada dalam diri saya.

tamu dalam acara hari itu adalah para veteran pejuang kemerdekaan, masing-masing kini menjalani hari-hari pensiun. perbincangan berlangsung seputar cerita masa lalu yang semakin jarang terdengar, dan kisah masa kini yang seolah terpinggirkan: dari pertempuran sengit di garis depan sampai kehidupan serba bersahaja yang kini dijalani para veteran.

dan tiba-tiba, saya tersentak. saya malu. orang-orang ini, para veteran ini, telah menjalani pertempuran dengan taruhan nyawa demi kemerdekaan bangsa, negara ini. beberapa dari mereka beroleh cacat seumur hidup dalam pertempuran yang mereka jalani, dengan tidak sedikit rekan-rekan yang gugur dalam tugas.

dan dibandingkan mereka, saya tidak ada apa-apanya. saya menjalani kehidupan di atas kemerdekaan yang mereka rintis. saya menjalani kehidupan yang bisa seperti saat ini, sebagian adalah hutang terhadap mereka-mereka yang saya lihat di televisi.

…tapi saya, bisa apa?

sejujurnya, saya malu. orang-orang ini berjuang mempertaruhkan nyawa, sementara saya tidak bisa apa-apa. saya, yang kuliah dengan dibayari uang rakyat? saya, yang bisa menjalani kehidupan seperti sekarang ini karena perdamaian yang dibayar dengan darah dan nyawa para prajurit? dan saya, yang tidak berbuat apa-apa demi negara?

di depan televisi, saya hanya bisa tertegun.

perbincangan kemudian berlanjut ke arah kehidupan yang dijalani para veteran pada saat ini. kondisi serba bersahaja yang seringkali tidak terdengar, dan kebutuhan akan perhatian yang lebih besar dari negara.

tapi yang benar-benar membuat saya berpikir adalah pernyataan seorang veteran; bahwa untuknya kehidupan seperti ini saja cukup, katanya. bahwa bisa melihat Indonesia merdeka dan membangun seperti saat ini adalah impian yang terkabul, dan ia tidak perlu mengharapkan lebih.

dan saya hanya bisa tertegun. demi sebuah kemerdekaan dan perdamaian, demi Republik Indonesia. hal-hal yang seolah sudah lama terlupakan, namun ternyata tetap tertinggal dalam diri saya. sebuah perasaan bangga bahwa saya adalah warganegara Indonesia.

ya, saya adalah warganegara Indonesia, dan saya bangga akan hal tersebut.

karena bagi saya, sebuah ‘Indonesia’ adalah sebuah entitas yang berbeda; berbeda dari pemerintahan yang mungkin kacau, atau birokrasi yang mungkin korup, atau penegakan hak asasi yang mungkin luntang-lantung. demikian juga, ‘Indonesia’ bagi saya adalah hal yang berbeda; bukan legislatif yang mungkin galak demi karung-karung uang, atau peradilan yang mungkin mudah dibeli dengan kekuasaan.

di depan televisi, lagi-lagi saya hanya bisa tertegun.

para peserta dan penonton di studio kemudian berdiri untuk menyanyikan ‘Indonesia Raya’. sebuah paduan suara sederhana dan apa adanya, namun penuh makna akan identitas kebangsaaan.

dan pada saat itu, saya menyadari bahwa saya baru saja belajar akan suatu hal. juga bahwa saya ternyata selalu memiliki hal tersebut dalam diri saya, dan bahwa pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan yang pernah saya terima tidak pernah tersia-sia.

ketika saya turut menyanyikan ‘Indonesia Raya’, dalam hati saya.

3 thoughts on “indonesia raya, dalam hati saya”

  1. Kirain ngomongin Cak Roy… ๐Ÿ˜›

    Yah, begitulah… ada orang-orang yang cukup bangga dan tanpa pamrih. Sayangnya, banyak yang nggak percaya bahwa perasaan tulus macam itu betul2 ada…

    *nggak aneh juga sih, mengingat gw ini juga tanpa pamrih tapi gak ada yang percaya* ๐Ÿ˜›

    *kabur*

    Reply
  2. Mereka sudah rela berkorban harta,jiwa, & raga agar Indonesia bisa merdeka.
    Nah sekarang bukankah tugas kita, sebagai penerus perjuangan mereka, untuk membangun negara ini.
    Kalo ngga, siapa lagi ? :p

    Reply
  3. :: sora-kun

    Roy? siapa ya? nggak kenal, tuh :mrgreen:

    :: anta40

    nah, itu dia. masalahnya adalah, gw merasa bahwa gw tidak (belum) menyumbangkan apa-apa untuk negara ini.

    they’ve done their share, what about me? none, yet -___-”

    Reply

Leave a Reply