learning to love?

“…but, isn’t it okay to learn to love someone who loves me as a girl?”

___

a friend of mine -a girl- said that once. while unknowingly understanding the deeper meaning of the saying, I couldn’t argue with that. while I couldn’t say that I agreed either, and while deep inside I could also feel my heart breaking; not because of the person saying that, but rather because of the deeper meaning lying underneath the words.

isn’t it okay to learn to love someone who loves me as a girl?

that’s the million dollar question. at the time I couldn’t argue, while at the time I also couldn’t agree. and still, I never really like that: why is it that a girl has to decide to learn to love a guy back? why is it that, at times, a girl has to start a relationship without really knowing about her feeling?

somehow, it pains me. not because I care about their feelings whatsoever (that’s their business, not mine), but how I see that I don’t like being treated in such way. I have no business with the prince-charming who will act-all-the-way to approach the loving-in-progress princess, but it breaks my heart enough so that I could never accept such kind of relationship.

unfortunately, it seems like girls are all the same.

I’m not to say it’s entirely wrong; I did see relationships that went and had been working well that way. and nothing is really wrong when it comes to this matter; as long as neither of the sides being hurt, there should be no problem.

…still, I don’t want to accept that.

sometimes I wonder if girls do have their feelings right. considering the situations and circumstances I’ve encountered, what I found was that more girls tend to act that way: commitment first, learn to love later. going out in the first place, while taking care of their feelings later.

it can’t be generalized though. I did happen to see girls with different approach towards such matter, albeit in much less significant cases. but mostly, aforementioned cases is quite common… perhaps, or maybe I haven’t seen enough. anyone help me on that if there are any mistakes.

let’s put aside people’s matter now, assuming they are happy with it. but as for me, I could never accept being treated that way. still, I would prefer being rejected on the first place rather than undergoing such relationship. ‘odd’ as it seems perhaps, but that’s the way it is.

now that I think of it, to me it comes like a cheap sympathy: I don’t want to be loved back with such reasons. I don’t want to engage in a relationship in which the affection doesn’t begin from both sides. I don’t want a girl learning to love me back while undergoing an established relationship.

I don’t want to trade my feeling for cheap reasons. if I have to entrust my feeling and trust to someone else, then it has to be a person who is able to accept that — and is also prepared to entrust her feeling as well. perhaps quite much that I ask, yet so much that it takes.

perhaps I’m dreaming. perhaps I’m being idealistic. I don’t really mind though. I have decided on that particular matter, and I’m not going to hold back. could be hard as it seems, but I don’t mind.

I don’t need such (fakingly true) one-sided romance, perhaps that’s it.

someday, maybe I will find that particular person. someone to whom I can entrust my feeling, and someone to whom I can be honest. maybe I will not, and if that’s the way it has to happen, then so be it.

…perhaps, I’ll still be alone for a long time.

18 thoughts on “learning to love?”

  1. umm.. gimana yah..

    kalo dibilang pepatah “bisa suka karena biasa” itu ada benernya juga.. cewe tu mahluk yang bisa dibilang paling gampang suka sama cowo hanya karena kebersamaan doang.. gara2 sering bareng.. sering ditemenin ini.. sering dibantuin itu.. cewe bisa jadi yang tadinya gak ada feeling tiba2 ada feeling ke cowo tersebut.. tapi seketika tu cowo udah jarang kasi “perhatian kaya dulu” lagi, bisa jadi secepet itu juga tu cewe ilang rasa ama cowo tersebut

    kadang gara2 sikap yang kaya gini cewe banyak dibilang plin plan lah.. gampangan lah.. padahal cewe itu sendiri juga gak tau kok perasaannya bisa berubah secepet itu..

    been there, done that..

    makanya gue gak mau lagi coba2 buat hal kaya gituan..

    suka ya suka, engga ya engga.. gue gak mau maksa sok2 suka.. tapi ya kalo akhirnya kepincut juga apa boleh buat =P

    find love, where ever it is.. jangan takut buat nyoba fall in love, kalo ternyata lo nemu itu “love” ya sukur.. kalo ternyata engga………….. ya udah cari lagi dong.. =D

    walopun sebenernya gak bisa dibikin se-simpel itu juga sih.. cuma gue gak mao mikir neko2 aja.. hal kaya gitu harusnya dicari buat bikin hidup gue menyenangkan.. jadi gue gak mau bikin susah =P hihihihi

    halaahh.. bisa jadi postingan baru neh -_- banyak benerrr..

    yud1:

    heeh… pengalaman pribadi, yah. sebagian sih begitu mungkin ya, dengan PDKT yang konstan dan-sebagainya, perasaan seorang cewek bisa begitu gampang berubah… katanya sih, dan sepenglihatan gw, ternyata lumayan banyak juga yang kayak begitu.

    …tapi tetap saja, gw gak tertarik untuk menjalani hubungan kayak begitu, tuh. :mrgreen:

    Reply
  2. *baca-baca*

    BUT that doesn’t mean you have to reciprocate someone’s feeling only because she loves you to begin with, d00d. Consider things first. :mrgreen:

    yud1:

    no. never. err… have I done that, in any case? :mrgreen:

    Reply
  3. I’m not to say that it’s entirely wrong; I did see relationships that went and had been working well that way. and nothing is wrong when it comes to this matter; as long as none of the sides being hurt, there should be no problem.

    …still, I don’t want to accept that.

    sepakat untuk ngga sepakat :mrgreen:

    aaa, anyway, kalo yang aku tau, pernikahan yang dilaksanakan di harokah2 tertentu kadang menciptakan kondisi dimana cinta baru tumbuh setelah pernikahan. ya iya lah, ta’aruf hanya dua bulan sampai tiga bulan, kadang lebih cepat. padahal nikah kan seumur hidup. mau ga mau memang harus “witing tresna jalaran saka kulina”.. dalam artian, cinta memang ditumbuhkan secara sadar melalui pembiasaan-pembiasaan.

    yud1:

    sepakat untuk tidak sepakat juga :mrgreen:

    ‘mau nggak mau’ itu kan keadaan yang dipikirkan seenaknya saja oleh manusia yang menjalaninya… dengan harapan akan hubungan yang berhasil. sayangnya, saya nggak mau seperti itu… alasannya? sederhananya sih begini: apa bedanya saya dengan cowok lain siapalah-itu kalau begitu? apa yang membedakan antara saya dengan cowok lain di mata seorang cewek, kalau parameternya cuma ‘siapa yang datang duluan’?

    …dan yang paling utama, memangnya sebegitu murahkah perasaan seorang cewek (atau cowok) sehingga bisa dengan mudah diberikan kepada orang-orang yang datang dan ‘cuma diniatkan untuk dicintai’?

    ya, ngga semua seperti itu. kalo ditarik lebih dalam daripada cara kita suka sama seseorang, sebenernya kenapa sih kita jatuh cinta?

    pengalaman pribadi saya, perasaan seperti itu dapat timbul biasanya kalo.. contoh kasus yah, kita kenal seorang cewe yang mungkin biasa, cantik tapi tidak disadari, atau common interest, atau kenalan lama atau hal-hal lainnya.

    suatu ketika, ada perubahan drastis pada si cewe, atau mungkin pada persepsi kita tentang si cewe. entah itu suatu emosi yang diekspresikan, entah itu suatu pementasan drama, entah itu suatu sms dari seseorang yang lama tidak bersua.. dan menyebabkan saya menjadi… jadi penasaran. jadi sering merhatiin karena penasaran. jadi lebih sering ngajak ngobrol. dan tiba2 aja perasaan itu nongol.

    yud1:

    …ah, itu kan anda! :mrgreen:

    nggak, serius deh. saya nggak pernah benar-benar kayak begitu, soalnya. mungkin saya ini memang tipe-tipe yang nggak gampang jatuh cinta, sih. 😎

    nah, kalau gitu kenapa kita jatuh cinta? hanya sekadar sugesti terhadap diri sendiri, mungkin secara tidak sadar? mungkin kita ngerasa nyambung ngomong sama dia.. trus kenapa? bisa aja kan nyambung sama siapa aja kalo memang ada common thoughts or perception? kenapa kita jatuh cinta? itu pertanyaannya.

    dan memang benar cinta diawali dari sugesti terhadap diri sendiri secara tidak sadar, kenapa tidak memulainya secara sadar bila kita memang menginginkannya?

    yud1:

    lah, yang menginginkan itu siapa? kalau memang konteksnya ‘menginginkan untuk jatuh cinta’ itu sih lain lagi… tapi kalau begitu, jelas bahwa suatu hubungan tersebut tidak didasari oleh cinta, kan?

    nggak salah juga sih, hubungan kayak begini memang bisa berhasil juga, kok. tapi bukan tipe yang akan saya pilih, sih.

    ah, satu lagi..

    somehow, it pains me. not because I care about their feelings whatsoever (that’s their business, not mine), but how I see that I don’t like being treated that way. I have no business with the prince-charming who will act-all-the-way to approach the loving-in-progress princess, but it breaks my heart so that I could never accept such kind of relationship.

    unfortunately, girls are the same.

    yah, personal preferences lah itu.. 😛

    eh, hanya gw yang ge-er.. atau… ah, ahaha~~ :mrgreen:

    yud1:

    eeh, sotoy kamu!™ :mrgreen:

    nggak ada yang spesifik ke pihak tertentu, kok. tapi kalau ada yang kesepet, saya bisa bilang apa? hah? HAh? HAH? 😆

    Reply
  4. well, gak tertarik itu bisa banyak lho alasannya… 😀

    Michael Schumacher mengatakan pada media tidak tertarik untuk menjadi pemain sepak bola professional…

    Kemarin saya mengatakan pada seorang rekan saya bahwa saya tidak tertarik mencoba egg sunshine pizza di pizza hut…

    Kalau suka acara fear factor anda akan melihat banyak peserta yang mengatakan “tidak tertarik” untuk mencoba lagi makanan – makanan disana…

    Lalu, seorang teman saya selalu mengatakan tidak tertarik untuk mendaftar di audisi Indonesian Idol…

    tanya kenapa? 😀

    yud1:

    karena pilihan? atau idealisme?

    …yang jelas sih saya sudah memutuskan seperti itu. 😉

    Reply
  5. hmmmm….. begini…..*mencoba hati2 biar g’ salah sangka*

    kata2 seperti ini
    “…but, isn’t it okay to learn to love someone who loves me as a girl?”

    kadang -kadang lho- bisa terucap saat tu cewek udah mulai desperado dengan kehidupan cintanya.

    tidak seperti pria, perempuan itu-yg tidak bisa di deny- punya banyak pertimbangan dalam menjalani hidup, walaupun banyak juga yang memilih jalan lain sich.
    pernah seorang teman bertanya hal yang sama pada saya tentang hal diatas dan saya menjawab…
    ” kalo dia orang terakhir di dunia ini yang bisa mencintai saya, why not?
    dan dia kayaknya setuju, lalu dia nanya lagi, tapi saya lupa pertanyaanya.

    adalagi…
    masukan buat yud1, g’ usah takut tentang the loving-in-progress princess, g’ semua ce didunia ini yang seperti itu. masih banyak juga yang punya idealisme mirip kayak kamu, feel in love each other in the same time.
    yang bahkan berfikir….
    “i know i loved you before i meet you” (kutipan lagu neh…)

    walaupun si cewek g’ pernah tahu apakah pikirannya itu akan jadi kenyataan atau pikiran yang “will be taken to my grave” (kutipan lagi)
    ntar deh kapan2 kalo kamu mau aku kirim kutipan lagu yang rada cocok…

    yud1:

    ‘will be taken to grave’, yah… ada, mungkin, tapi memang sepertinya jarang sekali jenis yang seperti ini.

    entah, ya. kalau untuk saya, mungkin akan ketemu… mungkin juga tidak. sebagian sih karena hal kayak begitu juga, sampai sekarang ini masih sendirian aja. 😉

    Reply
  6. perhaps, I’ll still be alone for a long time.

    yah..masih ada beberapa tahun lagi..5 tahun.. 8tahun.. 10tahun..asal nggak kelamaan aja :mrgreen:

    btw..kenapa yg komen cowok semua hah hah???
    cewek menggugat..TIDAKKK!!
    gampang suka?? ohya? are you sure?? kalo gitu jangan mainin perasaan cewek dong!!

    yud1:

    kebanyakan cewek? nggak juga kok. yang komen pertama itu cewek, lho. :mrgreen:

    cewek gampang suka… nggak semua, sih. tapi saya sih lihat banyak cewek yang dengan sukarela ‘kompromi’ soal perasaaannya. god knows about that 🙄

    btw, saya nggak suka mainin perasaan cewek, lho. :mrgreen:

    Reply
  7. hayah! nancep wakakakakkk… 😆
    tapi bukan nancep ke cK.. 8)

    saya pribadi lebih suka hunting than be hunted.. :mrgreen:

    kurang lebih, saya ingin berhubungan dengan seseorang dimana saya punya feeling ke dia, dan dia pun punya feeling ke saya. tapi itu suliiiiiiiitttt!!!! >.

    Reply
  8. Hhm, Yud, tentang cinta lagi ya… *curiga mode: on*

    yud1:

    lagi? memangnya sering yah? 🙄

    Menurut saya, cinta bukanlah sesuatu hal untuk dipelajari. Tapi, dia akan tumbuh secara alami dalam sanubari setiap insan–entah itu karena perubahan pandangan atau ekspektasi bisa juga karena kontak secara intens. Seperti yang dibilang komentator-komentator di atas bahwa cinta tumbuh karena terbiasa. 😉

    *curhat mode: on*
    Dulu, saya berprinsip serupa dengan Yud1. Bahwa hubungan yang tidak didasari oleh cinta itu sulit sekali untuk diterima oleh akal sehat. Tapi, ternyata, kenyataan berkata lain. Banyak kejadian/kisah yang membuktikan bahwa hal itu bisa terjadi. Walaupun belum pernah terjadi pada diri saya sendiri.

    Ah, sepertinya suatu relationship itu memang rumit untuk dijabarkan. Sebagian orang mengagung-agungkan cinta, sementara sebagian lain menilai ada hal-hal yang lebih penting dari sekadar cinta; Karena dalam suatu hubungan, yang terpenting adalah menyatukan komitmen–bahwa mereka bersatu untuk suatu tujuan tertentu. Soal cinta (perasaan) bisa tumbuh dengan sendirinya, begitu alasannya.

    Lagipula, ada yang bilang bahwa batas antara cinta dan benci itu hanya sehelai benang. Bisa saja saat ini yang terasa adalah cinta tapi karena suatu hal berubah jadi benci. Demikian pula sebaliknya. Kalau sudah seperti ini mesti bagaimana? Dan tampaknya dunia ini [baca: a relationship between man and woman] terlalu angkuh untuk dipaksakan pada dikotomi cinta dan tidak cinta (benci). karena persoalan relationship ini tidaklah sesederhana itu. Well, tentu saja pada akhirnya terpulang pada pribadi masing-masing individu. Seperti yang dibilang Yudi di entry terdahulu: sulit, memang, kalo sudah menyangkut perasaan itu. 🙄
    Aarghh… love is indeed complicated! I wanna know what love really is (everyone does, I think).

    Salam kenal.:)

    yud1:

    salam kenal juga. 😉

    Reply
  9. 😥
    😥

    *memulai dengan banjir air mata*

    sometimes I wonder if girls do have their feelings right. considering the situations and circumstances I encountered, I found that more girls tend to act that way: commitment first, learn to love later. going out in the first place, while taking care of their feelings later.

    Hmm,, sebenernya abis dipikir-pikir lagi, Ma mungkin posisinya 50-50 deh yud1, masalahnya Ma biar gimana juga, pada dasarnya rada mirip sama Chika, hobinya hunting,, 😛

    Ma juga setuju kok kalo perasaannya diurusin dulu, baru bikin keputusan iya-ngga-nya,, Kalo ngga, ntar kalo ternyata ga bisa suka, gawat dong??

    tapi, biar gimana yud1 jelas udah tau pendapat Ma tentang ini,, Sekarang Ma juga mau ngecek2 isi otak Ma lagi, apa emang itu yang Ma rasa, apa sekedar omongannya Ma aja,, 😛

    dan btw, ngga,, Ma kayanya ga bakal nyesel dengan itu,, *inget ga?*

    yang bikin sedih itu, knowing that somehow, I, or most girls *ga terlalu peduli buat yang ini* have disappointed someone I care about,, 🙁

    someday, maybe I will find that particular person.

    Amin,, 🙂

    Reply
  10. umm…
    berhubung risa msh ‘baru’ dlm hal2 yg ‘bginian’
    dan mungkin msh terlalu polos
    apalagi yg br mrasakan 1st love waktu kuliah smester 6 (skrg smster 7)

    klo risa seh, krn punya prinsip
    ‘lakukan yg risa suka, drpd yg risa bisa’
    jd NO WAY bgt bwt ‘learn to love someone who loves me’

    klo risa suka, ya blg suka, klo engga, ya engga
    apalagi mau menerima cowo itu krn ‘kasihan’, huee GA BGT
    dan sbalikna juga, seperti istilah ‘cinta bertepuk sbelah tangan’, jgn mau deh jadian sm cowo yg kita suka tp dia na ga suka (atau br blajar menyukai kemudian)

    jd ya ksmpulanna..
    sependapat sm Yudi

    Reply
  11. @ yud1

    lagi? memangnya sering yah? 🙄

    Ah, eh… emangnya kata “lagi” itu identik dengan kata “sering” yah? Bisa aja toh Yud1 baru nulis [entry yang lain] sekali, terus nulis entry yang ini. Err… apa itu udah bisa disebut sering? 🙄
    Aha! You’ve answered it already, sir. :mrgreen:

    Reply
  12. Anu, di sini (comment-box) gak bisa bikin link yah? 🙄

    yud1:

    bisa, pakai tag a href=”[alamat]”. jadi kalau mau tulis link caranya kayak begini:

    [a href=”http://alamatsaya.net”]link[/a]

    ganti [ dan ] jadi < dan >, jadi deh. memang harus pakai HTML, sih.

    Reply
  13. *kembali dengan keringat di kening setelah mengumpulkan keping-keping memori ‘Shards of Memories’*

    Hore! Akhirnya saya menemukannya… geez! ^^;;

    Tadi dengan semangat 45 bikin link banyak-banyak ternyata nggak bisa. Yasud. Saya tulis aja langsung judul postingannya.

    Ehm, sebenarnya saya merasa sedikit kesulitan dalam mengartikan beberapa tulisan Yud1, misalnya “dan daun-daun pun gugur” dan yang “a cold fate and farewell”. Agak sulit sih menangkap apa maksud Yud1 yang sebenarnya di sana. Tapi kalau saya menangkapnya bukan tentang kehidupan cinta yang seperti “itu” deh.

    Lantas, tulisan yang bertema cinta yang berkaitan langsung dengan kehidupan pribadi yang mana? Kalau saya nggak salah tangkap sih yang berikut ini: di “jangan salahkan…”, misalnya, ada yang ngungkapin perasaannya ke Yud1 tuh, saudara-saudara…; the days that passed quietly”; yang “hari itu hujan” (hmm… teringat si “dia” ya?); tentang seorang anak” (hmm… biter-sweet of life…); trus di “wish” (kayaknya ada hubungan dengan dia nih.); dan di november rain of solitude” (Wow! Suka banget sama hujan nih…?); selain di learning to love” tentunya.

    yud1:

    walah, ternyata sering jalan-jalan ke sini, toh. sampai ke sini dari mana?

    Oh, sebentar, sebentar… kalau lagu-lagu dan film itu termasuk nggak yah? Saya lihat beberapa di antaranya sih iya, misalnya di “current music — alone” dan beberapa yang lain — cuma mungkin nggak berkaitan langsung dengan kehidupan pribadi sih. 🙄

    Whew, ternyata banyak yah. 😯 Ada yang terlewat, mungkin? 🙄
    Maaf, sebenarnya tidak bermaksud membangkitkan kenangan masa lalu Anda. Ini terpaksa saya lakukan sebagai bukti kepingan-kepingan masa lalu [yang Anda buat sebagai entry] yang ada hubungannya dengan “soal yang satu itu” tidak hanya ada tapi sering dalam hal frekuensi. 😉

    yud1:

    santai saja. laah, kalau nggak buat dibaca, kan nggak mungkin bakal ditulis di sini? 😉

    Err… well, saya ralat. Kalau dikategorikan sering sih enggak. Dari sekian banyak entry yang dibuat Yud1 paling sekian persen [baca: sebagian kecil] yang mengangkat tema itu. Tapi, karena… entah saya yang sentimen atau karena kepiawaian Yud1 dalam meracik suatu hal menjadi sesuatu yang berbau romantisme sehingga bisa menyentuh perasaan terdalam orang yang membacanya [dalam hal ini saya] yang pada akhirnya tulisan-tulisan tersebut terasa menonjol dan mudah diingat. ^^

    yud1:

    waks… xD

    Ngomong-ngomong soal tulisan Yud1, jujur nih, secara keseluruhan, saya merasa tulisan-tulisan [baca: semua tulisan] Yud1 itu bijak banget. Sangat kontemplatif. Nggak hanya itu, cara bertutur yang mengalir, kadang-kadang juga sharp to the point, menggunakan bahasa sastra yang indah [di beberapa tulisan], dan tata bahasa yang bagus membuat tulisan-tulisan Yud1 enak dibaca — Indah dan menghangatkan; kritis dan mendalam. Mengajak untuk berpikir. Terkadang naif; kadangkala juga paradoks. Saya yakin tulisan-tulisan seperti itu lahir dari rasa kecintaan. Paling tidak kecintaan dalam menulis; kecintaan pada kesusasteraan; kecintaan untuk merenung dan berpikir.

    yud1:

    waks… xD (lagi)

    Saya yakin banyak yang baca blog kamu. Tapi mungkin karena seringkali tulisannya terlalu personal, mungkin juga terkesan menjustifikasi [padahal paradoks] jadi orang tidak sampai memberikan komentar langsung di blog ini. Tapi saya senang kok seperti itu. Saya justru berharap blog ini nggak berubah menjadi “blog-seleb” — You know what I mean. Menulis itu harusnya memang dari hati. Tanpa ketakutan akan penilaian dari orang lain. Sstt… tapi saya juga sering ketawa lho membaca tulisan Yud1 atau paling tidak senyum-senyum gitu (saya punya alasan sendiri dalam hal ini 😉 ).

    What!! I cant believe that I’ve just written it down. 😯

    yud1:

    …so do I :mrgreen:

    Yaiks, panjang!. :mrgreen: Habis, pertanyaannya mancing sih. ^^;;

    Aduh, maaf kalau postingan ini terasa terlalu mencampuri urusan pribadi Yud1. Maaf juga kalau ada kalimat yang tidak berkenan. It’s just a blurted thought, anyway.
    After all, thanks for the reply. 🙂

    yud1:

    ah, tidak apa-apa. santai saja saya malah senang kok :mrgreen:

    btw, nama saya yud1. :mrgreen:

    Reply
  14. @ yud1:

    bisa, pakai tag a href=”[alamat]”. jadi kalau mau tulis link caranya kayak begini:

    [a href=”http://alamatsaya.net”]link[/a]

    ganti [ dan ] jadi , jadi deh. memang harus pakai HTML, sih.

    Iya, Mas. Waktu itu juga udah dicoba kayak gitu, tapi pas di-submit ternyata nggak bisa tampil. V.V Terus, saya buang link-link yang ada dengan tetap meninggalkan kalimat yang di-“strike” (del), komennya bisa tampil tapi strike-nya nggak berfungsi. Pas saya cek, tag-tag HTML yang saya buat udah bener kok (Uhm, entahlah mungkin ada sedikit kekeliruan yang meleset dari pengamatan saya 🙄 ). T.T; Mengenai kalimat “Nggak bisa bikin link”… well, saya salah memilih kata-kata sepertinya. Ah, yasud (ya sudahlah). Lupakan saja. Udah cukup senang kok komen saya ditanggapin.

    walah, ternyata sering jalan-jalan ke sini, toh. sampai ke sini dari mana?

    Siapa sih yang nggak kenal cowok high quality kayak gini di blogosphere. 😉 “Sampai ke sini dari mana?” Ada deh, panjang ceritanya. 😉 Intinya saya Jlover juga walau dalam kadar ringan.

    santai saja. laah, kalau nggak buat dibaca, kan nggak mungkin bakal ditulis di sini? 😉

    Oh, tentu saja. Bukankah fungsi blog antara lain adalah ajang untuk mengekspresikan diri, selain sebagai ajang pelampiasan narsisisme juga kayaknya. :p Padahal, waktu nulis paragraph yang kemaren itu, mau saya tambahin kalimat ini: “Dari sini dapat saya simpulkan bahwa Yud1 itu ternyata… *drum-roll please* …narsis juga ya.” Tapi nggak jadi karena saya menjaga perasaan Anda. :p *ditimpuk laptop*

    waks… xD

    Jangan Ge-Er gitu dong, Mas. Kan udah saya bilang: “It’s just a blurted thought, anyway.” Nggak tahu kan, setelah dipikir-pikir, saya menyesal dan berubah pikiran. :mrgreen:
    Euh, ekspresi dan tanggapannya sangat mengecewakan. Padahal, saya maunya dikritik, minimal dikoreksi gitu. :p Hmm, postingan-postingan Yud1 itu, sebetulnya, kalau mau dibahas, bisa jadi satu atau dua entry tersendiri. Inspiring gitu lho tulisan-tulisannya. 😉

    ah, tidak apa-apa. santai saja saya malah senang kok :mrgreen:

    btw, nama saya yud1. :mrgreen:

    Oh, nama yang bagus. Nama saya Emily. 🙂
    Walah, Mas, sejak awal juga sudah tahu kok nama Mas itu Yud1. Tetangga sebelah saya aja tau. Iya, deh, namanya yud1: y (pake huruf kecil :p )-u-d-1 (bukan i). Saya akui pernah kepeleset nulis “1”-nya jadi huruf “i”. :mrgreen: Maapken kalau begitu. *sembah sujud*

    Btw, maab OOT abis. (^.^)_V Sesungguhnya, tidak ada maksud saya untuk ber-OOT ria *dilempar busway*

    Oh, hampir lupa, entry Yud1 yang ini keren banget lho, serius. 🙂 Pada dasarnya saya setuju dengan opini Yud1 itu. *biar nggak OOT-OOT amat* :p *kabur*

    Reply

Leave a Reply to adji Cancel reply