sebagai acara pamungkas dari liburan akhir semester kali ini, saya memutuskan untuk sedikit nostalgia dengan sebuah game yang pertama kali saya mainkan sekitar sembilan tahun lalu ini. ya, dan dengan demikian, dengan berat hati saya mengakui bahwa ternyata saya sudah cukup tua. 😛
jadi ceritanya, saya menghabiskan waktu dengan game yang sangat nostalgic ini… dan sambil iseng, tiba-tiba saya jadi kepikiran untuk menulis tentang RPG (= Role Playing Game) yang satu ini.
yah. Final Fantasy VIII alias FFVIII. sebuah game yang sempat jadi ikon budaya di masanya[1], dan salah satu RPG pertama dengan terobosan yang luar biasa untuk zamannya dengan FMV (= Full Motion Video) yang cinematic, dan dengan demikian menjadikannya sebuah game yang memorable.
secara visual, game ini biasa saja… untuk ukuran masa sekarang. tapi di masanya, game ini luar biasa. FMV-nya yang cinematic jadi kelebihan utama game ini, dengan grafik gameplay yang mendahului zaman untuk ukuran game RPG. sejujurnya, saya pertama kali jatuh cinta terhadap game ini sejak melihat opening-nya. komposisi Liberi Fatali-nya Nobuo Uematsu sukses mengiringi FMV yang juga memorable untuk game ini.
dari segi audio… total komposisi untuk scores masih di bawah pendahulunya, Final Fantasy VII. beberapa nomor seperti Balamb Garden atau Fisherman’s Horizon cukup memorable, dan aransemen untuk final battle memang bisa dibilang lebih dari lumayan… secara umum tidak buruk, tapi sayangnya masih di bawah FFVII.
bagusnya, hal ini di-cover oleh OST yang cukup dikenang dalam sejarah Final Fantasy; apa lagi kalau bukan Liberi Fatali yang mengiringi FMV di awal game dan Eyes On Me yang jadi lagu penutup? untuk soal OST, sudahlah. dua lagu yang dirancang oleh Nobuo Uematsu ini sudah jadi klasik di kalangan gamer Final Fantasy.
sayangnya, drawback utama dari game ini malah di storyline-nya. dibandingkan dengan FFVI atau FFVII, bagian ini kalah cukup telak. cerita yang difokuskan ke pasangan Squall Leonhart dan Rinoa Heartilly malah membuat konflik utamanya kurang kebagian tempat, sementara di sisi lain pengembangan karakter di luar tokoh utama menjadi seolah kurang signifikan.
bukannya bermaksud menilai game ini sebagai sebuah film sih, tapi bukankah cerita adalah salah satu elemen utama dari sebuah RPG? lagi-lagi, bukannya buruk, sih. kalau dinilai sebagai sebuah game tersendiri, game ini lebih dari lumayan. tapi kalau dibandingkan dengan pendahulunya, kekurangan di bagian ini jadi terasa signifikan. agak sayang juga, sebenarnya.
gameplay? tergantung. anda yang menyukainya akan mengatakan bahwa game ini revolusioner… sementara anda yang tidak menyukainya mungkin akan mencela-cela game ini dengan genrenya sebagai sebuah RPG.
anda mungkin masih ingat, bahwa tidak ada MP alias Magic Point di game ini. pengembangan status karakter dilakukan dengan junctioning GF dan magic, dan proses jual-beli senjata dan armor ditiadakan. senjata untuk karakter tidak lagi bisa dibeli, melainkan harus di-upgrade dengan item dan sejumlah uang.
dan yang mengejutkan, tentu saja bahwa musuh anda dalam game juga mengalami pengembangan kekuatan seiring dengan peningkatan level karakter… praktis, leveling up jadi hampir tidak berguna di game ini. masih ada gunanya sih, tapi jelas jadi tidak sebanyak sebelumnya.
kesimpulannya, bagaimana gameplay-nya? saya sendiri lebih suka memandangnya ‘cukup revolusioner’… sementara di sisi lain ada juga gamer yang ‘menghujat’ game ini untuk segi gameplay. terserahlah, saya sendiri cukup enjoy dengan gameplay-nya kok.
tapi nilai jual utama game ini — selain FMV-nya yang memang di atas rata-rata — adalah desain karakter yang dipegang oleh Tetsuya Nomura, dan dilakukan dengan pendekatan yang unik… mungkin beberapa orang akan mengatakannya sebagai ‘luar biasa’.
hmm. mari kita lihat. salah satu pasangan paling dikenal di dunia Final Fantasy diperkenalkan di game ini… mungkin, bersaing cukup dekat dengan Yuna dan Tidus di FFX, kalau menurut saya. dan yang paling penting, tentu saja bahwa karakter cowok (yang katanya) paling keren[2] dalam sejarah RPG diperkenalkan di sini, pembaca. tentu saja, siapa lagi kalau bukan Squall Leonhart!
tentu saja, selain karakter utama yang berhasil merebut hati cukup banyak penggemar game di Indonesia[3], karakter yang lain juga didesain dengan rapi. ada yang masih ingat Seifer Almasy? rival dari Squall ini juga didesain dengan tidak kalah keren. ada juga Zell Dincht yang entah kenapa mengingatkan kepada Sabin dari FFVI (padahal nggak mirip!), lalu Irvine Kinneas dan Selphie Tilmitt yang… entahlah, agak terlalu ‘biasa’, mungkin.
…dan tidak ketinggalan, instruktur SeeD yang berada di daftar karakter favorit saya sepanjang sejarah Final Fantasy: Quistis Trepe, tentu saja.[4]
apa lagi ya? sebenarnya game ini juga sudah lawas, sih. mungkin tidak se-klasik Final Fantasy VII, atau gameplay-nya tidak se-orisinil Final Fantasy VI, tapi game ini sama sekali tidak buruk. aransemen musiknya lumayan, walaupun di beberapa bagian masih di bawah pendahulunya. keunggulan utama di FMV yang cinematic dan desain karakter yang sangat baik, namun sayangnya storyline-nya terasa agak terlalu ‘biasa’. oh well…
setelah sekitar 50 jam nostalgia dengan main (lagi) dan menamatkan game ini, setidaknya game ini tidak buruk. walaupun, yah, ada ‘kontroversi’ juga sih di kalangan para gamer, apakah game ini ‘bagus’ atau tidak…
…but anyway, it’s quite a fun ride (again) after all.
___
[1] tidak percaya? saya sendiri menemukan beberapa orang dengan nickname ‘(blablabla)_leonhart’ untuk alamat e-mailnya. di tempat lain, saya menemukan beberapa orang yang memasang wallpaper dari game ini di folder catatan. diketahui juga bahwa terdapat segelintir cewek non-gamer yang menyatakan diri ngefans terhadap tokoh utama game ini… yah, terserahlah.
[2] masih tidak percaya? Squall Leonhart sebagai tokoh utama game ini ternyata memiliki basis penggemar yang relatif berimbang di kalangan cowok dan cewek yang mengenalnya. tanya kenapa. tadinya saya mengira bahwa penggemar karakter ini terutama dari kalangan cewek, tapi ternyata perbandingannya cukup berimbang. saya sendiri menemukan cewek yang memasang gambar karakter ini di buku catatan, dan cowok yang memasang poster karakter ini di kamarnya. desain karakternya memang bisa dibilang lumayan bagus, sih.
[3] dalam polling yang diselenggarakan oleh salah satu majalah game beberapa tahun yang lalu, saya masih bisa menemukan karakter ini nongkrong di urutan teratas karakter game favorit di Indonesia. ada juga Rinoa Heartilly yang jadi pasangannya di game ini, namun masih di bawah Yuna dan Tidus — keduanya dari FFX. agak lupa detailnya sih, CMIIW.
[4] cantik, well-mannered, highly skilled… dan tetap single sampai akhir cerita. what else can I expect?
[5] terima kasih untuk Albert yang telah meminjamkan saya satu kopi dari versi PC untuk game ini. it worked just as good. 😉