meranggas dan tak ingin mati

belakangan ini, saya merasa kering. dan mungkin juga muak, pada tataran tertentu, kalau boleh disebut seperti itu.

seperti taman yang tak terawat; seperti halnya ketika sekali dulu pada suatu masa orang akan bisa menemukan bunga dan rumput yang tertata rapi, dan sekarang tidak lagi — tak semua, tapi terganti dengan yang sedikit dan banyak; kini rumput liar dan benalu, bunga-bunga yang saat ini tirus dan layu.

saya merasa kering dengan diri saya. kering dengan taman dalam diri yang sekarang meranggas, meninggalkan hanya cercah akan yang pernah cerah masa lalu. masa di mana ada elan yang seolah ingin mendobrak, kadang ingin berteriak, yang dengan segala berontaknya tersebut tetap merindukan sebuah aufklärung, sebuah pencerahan.

ya, saya merasa kering. merasa dan mungkin juga muak, kalau boleh disebut seperti itu.

::

saya merasa kehilangan warna yang dulu saya miliki. saya merasa kehilangan identitas. saya merasa kehilangan ketajaman yang dulu ada dalam diri saya.

hari-hari dalam pekan-pekan, menjadi bagian dari sekrup-sekrup kapitalisme dan berhubungan dengan kepentingan-kepentingan bisnis, dan apa-apa yang buruk dan baik dari dalamnya. sedikit memaksakan diri untuk kepentingan kita-bukan-mereka, terjebak dalam ketertarikan dan keinginan tak pernah puas dari manusia…

ah, manusia! apa yang bisa diharapkan dari mereka? rasa puaskah karena sekadar cukup uang dan cukup makan? sekadar menyambung hidup dalam pencaharian yang jelas ujung-pangkalnya, untuk memberikan beberapa suap kepada beberapa mulut, serta mungkin sedikit yang lain?

saya yang sekarang adalah saya dengan taman yang layu, meranggas dan pudar, susah-payah menolak dan tetap tak ingin layu lalu kemudian mati.

saya kehilangan apa-apa yang saya miliki dulu ketika saya masih menjadi mahasiswa. membaca majalah berita atau menonton TV dan merasa muak dan kemudian menuliskannya. menemukan pengalaman-pengalaman dengan manusia dan membicarakannya. mempelajari ide-ide dan gagasan-gagasan serta mendiskusikannya. melakukan hal-hal yang ingin saya lakukan, untuk orang lain dan untuk saya.

saya muak. saya muak ketika setiap apa yang saya kerjakan dan lakukan hanya terkait egoisme cari makan dan hidup senang-senang. saya muak ketika saya tidak lagi bisa melakukan apa-apa selain yang superfisial, sesuatu yang mungkin memabukkan bagi orang lain yang memandangnya—

—tapi tidak! adakah dengan elan yang sekarang hilang, dan hidup sebagai sekrup yang ingin cari makan ini cukup untuk saya? adakah yang seperti ini adalah yang saya inginkan? saya katakan, saya ingin meneriakkan, TIDAK!

::

sekarang saya yang memandangi taman yang kerontang, dari balik pagar yang dibangun dengan ongkos kemandirian dan keinginan berdiri di atas kaki sendiri, dan terasa ironis; di balik pagar rasa aman dan kebutuhan yang terpenuhi, ada petak-petak rumput dan kuntum bunga yang meranggas dan menolak mati.

adakah begitu mahalnya harga sebuah kebebasan? ketika dalam jiwa pun saya tak lagi bisa merasa dan kehilangan ingin untuk mencari, masihkah ada artinya apa-apa yang lebih dari kebutuhan yang terpenuhi dengan sangkaan yang sekadar cukup?

dari balik pagar, saya ingin berteriak. dan di balik pagar, mereka meranggas dan layu — dan tetap menolak untuk mati.