Mrs. Doubtfire, dan perspektif yang berubah

“and sometimes they get back together, and sometimes they don’t, dear. and if they don’t, don’t blame yourself. just because they don’t love each other anymore, doesn’t mean that they don’t love you…”

Mrs. Doubtfire

___

sore ini, saya sedang duduk di depan TV ketika menemukan tayang ulang Mrs. Doubtfire sedang mengudara di salah satu stasiun TV. film lama, dan dirilisnya juga sudah bertahun-tahun lalu — 1993, kurang lebih 17 tahun lalu. ternyata sudah belasan tahun, lama juga, ya.

pertama kali saya menonton film ini dulu, saya masih sebagai seorang anak SD. waktu itu saya sudah agak paham tentang beberapa hal; bahwa beberapa keluarga tidak selalu punya orang tua yang lengkap, atau bahwa kata ‘perceraian’ secara sederhana berarti ‘di rumah tidak ada ayah, tapi kita bisa ketemu sekali-sekali’.

dan dibilang seperti itu juga, saya yang waktu SD menontonnya dengan sudut pandang yang sederhana pula; ayah dan ibu bertengkar, dan akhirnya salah satu tidak bisa bertemu anak-anaknya setiap kali mereka ingin. tapi akhirnya semua baik-baik saja, karena kalau mereka adalah ayah dan ibu, tentu mereka adalah orang-orang baik, kan?

dengan demikian, saya yang sebagai anak SD menonton film tersebut dengan sudut pandang yang sederhana. ayah ingin bersama anak-anaknya, dan ibu yang juga ingin anak-anaknya bahagia. untuk saya pada saat itu, saya hanya memikirkannya secara sederhana saja; kenapa ayah dan ibu bisa seperti itu? bukankah seharusnya mereka saling menyayangi, karena itu mereka menikah?

tentu saja dengan sudut pandang yang sederhana, karena sebagai anak SD saya hanya mencerna konsep ‘perceraian’ itu sebagai sesuatu yang sederhana. lagipula toh semua senang pada akhir film tersebut. setidaknya, lebih senang daripada sebelumnya.

.

hari ini, secara kebetulan saya menonton lagi film tersebut. dan sejujurnya, saya tidak lagi bisa memandang film tersebut dari perspektif yang sama dengan perspektif saya ketika pertama kali menontonnya. ada hal-hal yang dulu tidak terlihat, atau mungkin subtil, yang sebelumnya tidak saya pahami.

apa ya… agak susah menjelaskannya, sih. tapi mungkin, salah satu yang saya ingat adalah ketika Daniel dan Miranda Hillard (yang diceritakan sudah bercerai) saling bertengkar kembali setelah Miranda mengetahui bahwa Mrs. Doubtfire ternyata adalah mantan suaminya sendiri. tentu saja, dengan premis bahwa mereka pernah saling mencintai, pernah menikah, punya anak-anak yang sama-sama mereka sayangi…

but it’s not working. tidak ada yang berhasil, dan mereka dulu bercerai, dan pada akhirnya tidak ada yang kembali. hanya ada sedikit kompromi, yang toh masih juga berat untuk masing-masing, tapi setidaknya kini sang ayah bisa menemui anak-anaknya tanpa pengawasan hukum.

.

tapi yang menarik adalah, bahwa dengan perspektif tersebut saya bisa memandang ke balik film tersebut secara lebih nyata dan membumi. bahwa sebenarnya masing-masing dari kita -sebagai orang dewasa- juga tidak sempurna, dan pada akhirnya mungkin kita tidak bisa benar-benar mendapatkan akhir yang benar-benar membahagiakan.

apakah Daniel memutuskan untuk dan menjalani peran sebagai Mrs. Doubtfire dengan berbahagia dalam prosesnya? mungkin tidak. apakah Miranda juga awalnya memutuskan untuk memberlakukan pengawasan dengan senang hati? mungkin juga tidak. apakah Lydia, Chris, dan Natalie dengan mudah menerima kenyataan bahwa walaupun mereka kini punya waktu lebih banyak dengan ayah mereka, semuanya tetap tidak bisa kembali? mungkin juga tidak.

tapi setidaknya ada hal-hal yang dicoba untuk dilakukan, dengan kesalahan-kesalahan yang juga tidak lepas. dan walaupun tidak semuanya berhasil, dan tidak ada akhir yang benar-benar membahagiakan, tapi setidaknya ada arah yang dituju, walaupun mungkin tak bisa benar-benar sampai.

di akhir film, saya masih berpikir; mungkin tidak banyak bedanya antara Mrs. Doubtfire dengan masing-masing dari kita. ada keinginan-keinginan, ada kekecewaan-kekecewaan, tapi ada harapan yang dicoba untuk diraih. dan mungkin juga tidak jauh berbeda dari Mrs. Doubtfire, kita seringkali harus bersedia menukar sedikit harapan dengan ketidaknyamanan yang tidak selalu mudah diterima — entah untuk hal-hal yang penting bagi kita, entah mungkin untuk hal-hal lain dengan alasan-alasan yang lain.

entah apakah ada yang menang atau kalah, atau berhasil atau gagal. untuk hal ini saya tidak bisa benar-benar menjawab.