di suatu tempat, di hari raya

sedikitnya sudah 15 tahun berlalu, dan seperti biasanya setelah shalat Id pagi ini aku pergi ke tempatmu. aku ingat dulu di tempat ini masih banyak pohon rimbun, di sisinya tangga dan tegel batu. kemudian lewat beberapa tahun setelahnya petak-petak tempat ini mulai banyak dikeramik dan jalannya dipasangi konblok, dan sekarang ini jalanan di antara petak-petak di dalam tampak sudah lebih rapi.

hari ini aku datang agak terlambat. istrimu—seseorang yang kupanggil ‘ibu’— ternyata sudah berada di sana dan aku melihat adikku bersamanya.

adikku. ini adalah anak gadismu, yang kalau masih ingat, dulu sering duduk bareng menonton MacGyver atau Knight Rider sambil bermain balok kubus. sesekali dia melemparkan kubus mainannya ke kepalaku atau kakaknya yang lain, dan kemudian terjadi keributan kecil. kalau kupikir-pikir lagi dulu pasti berisik sekali, ya.

sekarang dia sudah dewasa, dan kalau bisa melihatnya kurasa dia akan membuatmu bangga. bukan apa-apa juga, tapi kurasa aku paham. bagaimanapun ikatan antara seorang ayah dan anak gadisnya juga bukanlah sesuatu yang tidak bisa kupahami. iya, kan?

dan tentu saja juga ibuku. gadis cerdas sedikit pemalu yang entah bagaimana kamu bisa menginap di lokasi tugasnya di daerah tertinggal dulu—dengan izin keluarga besarnya! kata mereka dulu sebagai pemuda dirimu sering pergi naik jip serta main bilyard, tapi pada saat yang sama juga mereka mengatakan tak ragu soal ilmu dan ibadahmu. yang kuingat juga kamu yang mengajarkanku tentang shalat Rawatib, tapi mungkin manusia memang punya banyak sisi, ya.

untuk hal-hal seperti ini kurasa aku perlu banyak belajar darimu. ah, seandainya, dan kurasa memang ada banyak hal yang tidak kupahami benar.

aku menyapa sekilas dan tampak mereka sudah siap untuk pergi, jadi kukatakan bahwa aku akan menyusul ke rumah setelahnya. kukatakan juga bahwa aku masih ingin di sini dulu, setelahnya aku melihat mereka berpapasan dengan beberapa tetangga sebelum kemudian berlalu di balik turunan tangga serta tegel batu.

.

aku berlutut di sisi undakan keramik, memperhatikan dan menelusuri ukiran pada granit yang sudah belasan tahun usianya. bekas coaknya tampak aus dimakan waktu, tapi satu hal jelas: namamu yang tertulis di sana. seperti yang bisa kuingat, seperti yang selalu kuingat.

aku memejamkan mata. rabbighfirli, ya Tuhanku,

ampunilah orang tua kami, dan sayangilah mereka
sebagaimana mereka menyayangi kami di waktu kecil.

beberapa doa lagi yang kuingat, kemudian aku menghela nafas. Lebaran kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. yang tidak datang, yang hilang, dan yang pergi. baik atau buruknya aku tidak peduli. yang ada hanya alasan-alasan, manusia dengan segala kilahnya. hal-hal yang kadang demikian memuakkannya sampai aku sudah kehilangan ingin untuk percaya, dan pada akhirnya ingin kuanggap omong kosong saja.

keluarga, sesuatu atau sebagian tentangnya, dan aku bertanya-tanya: kalau dirimu, apa yang akan kamu lakukan? mungkin akan lebih bijak dariku, ya. aku sendiri tidak merasa benar-benar bisa melakukan banyak hal dengan baik, tapi apapun itu sisanya kurasa cuma pembenaran. bukankah manusia selalu punya pilihan, sekalipun itu hanya di dasar hati? tapi itulah selemah-lemahnya iman, lemahnya manusia, seperti sekali waktu aku ingat dirimu mengutip sepotong hadis.

.

pagi ini sebelum shalat tadi, aku terbangun sebelum subuh dan setelahnya aku hanya menyeruput secangkir Coffeemix dan beberapa potong nastar serta kastengel. yang kupikirkan adalah, tiba-tiba aku merasa bahwa mungkin akan menyenangkan seandainya kita bisa duduk sambil minum kopi dan membicarakan banyak hal.

tentang ibuku, gadis hebat yang, walaupun kadang agak terlalu mudah panik, bisa melakukan banyak hal hebat sendirian. ngomong-ngomong, sampai sekarang aku tidak tahu bagaimana persisnya caramu memenangkan hatinya.

tentang aku dan saudara-saudaraku, yang walaupun kadang mereka sedikit menyebalkan, tapi secara jujur kuakui masih jauh lebih baik daripada banyak hal lain yang pernah kutemui. adikku dan kakaknya, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya.

tentang karir, apa-apa yang sedang, bisa, dan akan kulakukan. apa-apa yang ingin kuraih, sesuatu yang ingin kubuktikan bukan untuk orang lain, sesuatu yang sampai saat ini masih dan akan terus kukejar dengan caraku sendiri.

tentang seorang gadis yang pernah kucintai, dan mungkin sampai sekarangpun masih. kalau ada seseorang kepada siapa aku akan bisa membicarakannya dengan benar-benar jujur, kurasa orang itu adalah dirimu.

banyak, ya. dan kurasa masih jauh, jauh lebih banyak daripada yang bisa kusebutkan.

.

matahari sudah mulai naik, dan di sekitar kuperhatikan tempat ini mulai sepi. sebentar lagi tetangga-tetangga akan bertandang ke rumah, dan seperti biasa aku juga akan harus mempersiapkan banyak hal untuk tamu-tamu yang akan berdatangan. kalau kuingat-ingat lagi, banyak di antara mereka masih mengingatmu sebagai ayahku. bapak imam masjid yang dulu adalah teman akrabmu selalu bertandang setelah mengimami shalat pagi harinya. tetangga yang kini sudah pindah ke kompleks sebelah, kini masih berkunjung setelah lebaran. tetangga lain dulu mengingatmu mendorong kereta bayi, dan yang lain-lainnya aku tidak benar-benar bisa mengingatnya satu per satu.

aku melemparkan pandangan ke sekitar, dan terperhatikan olehku bahwa semakin banyak petak-petak yang sudah terisi seiring tahun-tahun yang berlalu. berada di tempat seperti ini mau tidak mau aku merasa teringatkan juga; suatu hari nanti, mungkin tempatku juga akan berada di sini. atau mungkin juga di tempat lain. atau mungkin juga di tempat yang jauh sekali, tapi entahlah.

dari sisi tempat ini, entah kenapa aku teringat sebaris lirik yang rasanya pernah kudengar, entah di mana dan entah kapan.

karena aku laki-laki
bila ku merasa sepi
datanglah bercerita, yah!
entah kapan…

cukup sekian dulu,
kuberi kabar lagi…

memandangi granit dengan gelap dan kelabunya yang terus dimakan usia, aku berdiri sebelum akhirnya membalikkan badan dan melangkah.

sampai nanti, yah. sampai ketemu lagi.

5 thoughts on “di suatu tempat, di hari raya”

  1. Yudiiii….*usap air mata*
    Semoga beliau mendapatkan tempat yang paling mulia di sisi Allah, dan selalu dilimpahi kerahmatan.
    *masih usap air mata*

    Reply
  2. Salah. Salah sekali saya buka link dari plurk.
    Betapa saya senang dengan datangnya Idul Fitri dan di sisi lain betapa saya sangat benci dengan Idul Fitri. hari di mana saya kehilangan sebelah sayap saya. Tidak mungkin dilupakan tapi juga tidak ingin selalu diingat.
    Dan membaca ini. kembali menarik saya ke kejadian beberapa tahun lalu, yang sampai saat ini belum cukup siap saya terima.

    :((

    Reply

Leave a Reply to Grace Cancel reply