the raid (redemption)

setelah cukup banyak gaung dan publikasi yang positif, akhirnya sampai juga film ini untuk konsumsi umum publik Indonesia. tercatat sebagai film terbaik 2011 pilihan majalah TEMPO, kemudian Midnight Madness Award di Toronto Festival dan setelahnya sambutan yang cukup baik di South by Southwest alias SXSW, film ini sudah lebih dari cukup syarat untuk masuk ke daftar antisipasi ketika rilis pada Maret ini.

The Raid (atau The Raid: Redemption untuk versi internasionalnya) memang berangkat dan langsung berhadapan dengan ekspektasi tinggi, selain tentu saja juga premisnya yang kebetulan cukup sesuai selera pribadi: pasukan khusus, fast-paced action, dan kisi-kisi plot yang ternyata tidak sesederhana kesan awalnya. here goes…

 

Iko Uwais, The Raid. courtesy Merantau Films

Jakarta. sebuah gedung apartemen kumuh yang menjadi markas dari seorang bos pengedar narkotika bernama Tama Riyadi (diperankan oleh Ray Sahetapy) direncanakan sebagai target penyerbuan pasukan khusus dari kepolisian. dipimpin oleh Jaka (Joe Taslim), dua puluh orang personel termasuk Rama (Iko Uwais) ditugaskan menyisir satu demi satu lantai apartemen bertingkat tiga puluh tersebut dengan misi menyeret Tama keluar dari markasnya.

penyergapan berjalan sesuai rencana sampai kehadiran mereka diketahui oleh seorang penghuni yang langsung menyalakan alarm untuk menyadarkan seisi gedung, termasuk Tama yang langsung memerintahkan Mad Dog (Yayan Ruhian) dan Andi (Donny Alamsyah) untuk menutup semua jalan keluar, lengkap dengan seisi gedung sebagai kaki tangan Tama yang siap untuk menghabisi seluruh pasukan.

 

ketika Rama melakukan ibadah subuh untuk kemudian pamit kepada istrinya untuk pergi bertugas, kita sudah tahu momen-momen tersebut tidak akan terdapat cukup banyak dalam film ini. sama halnya ketika Rama berjanji kepada ayahnya ‘untuk membawa dia pulang’, kita pun paham bahwa film ini segera mengarah ke dalam rangkaian adegan yang diramu untuk menampilkan ketegangan nyaris tanpa jeda sejak penyerbuan dimulai. dan, ya, dalam film besutan Gareth Evans ini hasilnya memang luar biasa.

salah satu kelebihan utama film ini adalah ketegangan yang dibangun dengan sangat rapi dari awal sampai akhir. di antara peluru sniper sampai senapan otomatis dan golok serta pisau dan tangan kosong, pemirsa dipaksa untuk harap-harap cemas dengan sudut kamera dan yang dibangun untuk menghadirkan ketegangan secara psikologis dengan kesan sempit dan menyesakkan. di sisi lain penggunaan tone pada layar dengan pendekatan warna yang desaturated di sini memberikan kesan gelap yang berhasil, tentu saja di luar penceritaan yang juga berkontribusi dalam membangun ketertekanan psikologis untuk pemirsa.

di sisi lain, film ini benar-benar bersinar pada bagian koreografi. pertarungan tangan kosong disajikan dengan luar biasa. duo Iko Uwais dan Joe Taslim di satu sisi dengan di seberangnya Yayan Ruhian dan Donny Alamsyah tampil luar biasa untuk adegan pertarungan yang keras, brutal, dan dieksekusi dengan sangat baik dengan screenplay yang sangat menunjang. tidak ada keluhan untuk departemen ini, hanya dua kata: luar biasa!

tentu saja bukan berarti film ini jadi tanpa kekurangan. dengan ide cerita dan suspense serta twist yang terjaga dengan baik, sayangnya kualitas akting dalam film ini jadi relatif terbanting. sedikit kekurangan pada script, yang cenderung terlalu terpaku kepada bahasa baku daripada slang dalam bahasa Indonesia sehingga dalam beberapa momen dialog terasa sedikit jengah. di sisi lain kekurangan pengalaman juga menjadi catatan tersendiri terkait kualitas akting, khususnya untuk para pemain di luar nama-nama yang sudah cukup familiar seperti Iko, Donny, dan Ray Sahetapy yang di sini tampak paling berkilau dalam perannya sebagai bos pengedar narkotika yang dingin dan berkarakter psikopat.

meskipun demikian, dengan segala kekurangan dan masing-masing catatannya, The Raid tetap tampil luar biasa. untuk pemirsa genre action dengan toleransi terhadap adegan pertarungan yang brutal dan berdarah-darah, film ini sangat layak untuk menjadi pilihan. bravo!