konon katanya, saya ini orangnya cenderung cuek. saya sih setuju-setuju saja. sementara konon katanya lain lagi, pada dasarnya saya ini sungguh bukan tidak perhatian dengan keadaan orang lain. saya sih setuju… eh, tunggu. ini kenapa rasanya ada yang aneh, ya.
pokoknya kira-kira demikian. jadi sebenarnya saya ini makhluk apa, saya juga bingung.
tapi sudahlah, bukan itu inti masalahnya. masalahnya buat saya, cuma bahwa kadang ujung-ujung spektrum cuek-atau-perhatian ini bisa jadi membingungkan dan tak selamanya bisa nyaman. tentu saja kadang hal seperti ini bisa jadi pemicu situasi yang komikal betul, sementara di saat-saat lain… yah, bisa menjadi pemicu situasi yang tidak komikal betul.
makanya, jadi orang tuh jangan terlalu unik, eh, terlalu aneh. dasar bocah. nah sekarang bingung kan.
relevan: “emangnya siapa elu?” 😆
jadi, baiklah. buat saya, menavigasi batas antara cuek-dan-perhatian dalam hubungan yang sifatnya personal seperti ini seringnya gampang-gampang susah. kenapa begitu, karena dalam konteks ini, ada saatnya hal-hal sederhana harus dipahami tanpa perlu diberitahu. mau cuek atau perhatian sih boleh-boleh saja, tapi kembali lagi, tetap saja ada hal-hal tak-selalu sederhana; kapan harus bertanya, kapan boleh mendengarkan. kapan harus keras kepala, kapan tidak perlu mencari tahu…
seandainya hal-hal seperti ini ada rumusnya.
di satu sisi, saya paham bahwa selamanya manusia saling membutuhkan dengan yang lain. teman, pasangan, kerabat, apapun itu. terlepas dari apakah pada satu waktu kita bersedia mengakuinya atau tidak, bersedia memberikan ruang atau tidak. saya paham bahwa itu sesuatu yang sifatnya prerogatif dan tidak bisa dilanggar dengan seenaknya. orangtua atau saudara, pasangan atau sahabat, siapapun itu.
di sisi lain, saya juga paham bahwa saya harus menghormati ruang privasi dan bahwa tidak selalu semua orang merasa nyaman dengan saya. bagaimanapun, bahwa niat baik tidak selamanya akan tersampaikan dengan baik, itu juga sesuatu yang mau tidak mau harus dipahami. entah nyaman atau tidaknya, bagaimanapun tetap; siapa anda, siapa saya, batas-batas itu akan selalu ada.
seberapapun leluasa atau sempitnya batas yang diizinkan itu. dengan segala kenyamanan atau kekurangnyamanan yang melingkupinya.
sehingga saya juga seharusnya paham, bahwa ketika ada saatnya tidak selalu orang lain itu nyaman dengan kepikiran atau kekuatiran atau barangkali kebaikan yang kita inginkan, seharusnya ya sudah. bukankah ada waktu tepat untuk segala sesuatu; demikian ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit. ada waktu untuk diam, ada waktu untuk berkata-kata. kan begitu?
seharusnya. walaupun, entahlah.
mungkin akan lebih mudah seandainya saya bisa agak lebih cuek terhadap beberapa hal. mungkin. tapi, yah, sudahlah.
___
image credits:
- karakter Hermione Granger dan Ron Weasley dari serial novel Harry Potter oleh J.K. Rowling
- Harry Potter and Philosopher’s Stone (2001), adaptasi dalam bentuk film oleh Warner Bros