tentang tidak takut(-takut amat)

beberapa hari lalu, terjadi insiden terorisme di Jakarta. kota tempat saya bekerja, maksudnya. bagusnya tidak sampai banyak korban, demikian juga dalam beberapa jam situasi sudah kembali normal.

tentunya keadaan tersebut juga tidak bisa dibilang normal dalam beberapa jam sebelumnya. pesan-pesan pendek dan berita tidak jelas berseliweran, dan kalau ada orang mendengarkan kesannya seolah keadaannya semacam sudah gawat sekali dan kepanikan di mana-mana. padahal kenyataannya sendiri… ya memang rada gawat sih, tapi sungguh tidak separah kedengarannya.

ngomong-ngomong. cerita berlanjut bahwa, belakangan ini, akhirnya saya malah dengan bodohnya mengunjungi kembali laman media sosial, yang mana pada saat ini notabene sedang marak dengan tema ‘kami tidak takut’. eh salah ya. harusnya kan pakai tagar biar lebih seru dan kekinian. baiklah. #KamiTidakTakut.

. . . dan tertawalah saya.

serius, anda semua harus berhenti menggunakan media sosial. setidaknya sejenak. kemudian coba jalan-jalan di Jakarta. gunakan transportasi publik, atau jalan kaki juga boleh.

Jakarta tidak takut, karena sudah terbiasa untuk tidak takut menghadapi kekerasan.


theraid-iko2

(c) Merantau Films

tak lupa tagar #KamiNaksir buat kak Iko. polisi baik ramah rendah hati, rajin sholat jago berantem pula.

dulu, waktu masih kecil-baru-mulai-remaja, saya pernah berurusan dengan tukang palak. kira-kira mungkin setahun di atas saya. kena pukul tiga-empat kali, memasukkan balasan satu-dua kali. uang dan bawaan saya aman, tapi ya kena memar dan lebam juga. demikian di lain waktu, dulu masa sekolah saya pergi naik metro mini, eh kena juga digaplok preman. rasanya darah sudah panas betul… di sisi lain tidak sampai ada kerugian materi, sehingga, yah, daripada cari perkara di tempat orang malah bikin tambah masalah.

belum lagi masalah kecil lain-lain seperti melihat rombongan tiga-empat copet melompat keluar dari bus lantas terbirit-birit menyeberangi jalur cepat jalan searah (hebat, kok bisa ya), atau ketika jalan kaki sendirian melewati lokasi biasa tawuran antarkampung (yang bagusnya belakangan sudah lebih jarang). mau tidak mau hal-hal seperti ini memberikan perspektif tersendiri.

maksud saya begini: mengatakan bahwa ‘kami tidak takut’ terhadap teror dan kekerasan adalah satu hal. dan itu sungguh tidak susah. tapi jujur sih, kalau sudah terbiasa dengan hal-hal di atas, ketika melihat ada teror bom dan jumlah korban tewas malah lebih banyak teroris, anda mau takut apa lagi?

saya sendiri tidak terlalu antusias mengikuti pendapat orang-orang. pendapat sih tidak ada yang salah, walaupun seringnya banyak yang tidak berguna. dalam arti tidak ada rencana atau solusi, maksudnya. ampun deh. kalau cuma berkomentar saja sih (apalagi sambil marah-marah, asyik deh), saya kira semua orang juga bisa.

sehingga untuk pertanyaan pada beberapa hari lalu seperti ‘loh, memangnya kamu enggak takut’ atau ‘kenapa kamu kok bisa kayak cuek banget begitu’… saya hanya mengingatkan diri dua potong kalimat saja.

i. bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu dan mengangkat beban yang memberatkan punggungmu

ii. (maka) siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja jalan hidupnya.

Q.S. 94:1-3, feat. Mat 6:27.

berani hidup, tidak takut mati. walaupun sungguh tidak semudah kedengarannya, apalagi kalau anda sudah punya terlalu banyak keterikatan dengan dunia.