“senang dan sedih itu kan seumpama tamu saja. kalau lagi datang kita urus, kalau mau pergi kita antar. sepatutnya saja.”
_
mungkin saya bertambah tua. atau mungkin saya cuma sedikit bertambah bijak. atau mungkin cuma sudah saatnya bahwa saya tidak lagi memandang hidup sebagai mencari kesenangan dan menghindari kesedihan.
lho, kok?
kalau melihat orang lain sedih, kita buat bahagia! … eh, mungkin.
iya. terutama belakangan ini, saya menemukan bahwa ternyata bukan mencari kesenangan dan menghindari kesedihan seperti itu yang saya cari. bukan pergi jalan-jalan ke tempat jauh, bukan makan enak, bukan mencari pengalaman yang bisa dibanggakan.
bukan itu. sama sekali bukan itu.
demikian pula buat saya hidup itu bukan lagi soal mati-matian berusaha menghindari keinginan mentok tidak tercapai, kehilangan orang-orang terdekat, hal-hal lain yang mungkin bisa demikian tidak nyaman untuk banyak orang.
bukan itu. sama sekali bukan itu juga.
.
saya sering menganalogikan hidup itu seperti layaknya kita punya rumah. kita berusaha baik, kita buat rapi sebisa kita, senyaman mungkin sehingga kita juga betah. sambil sesekali ada tamu datang berkunjung, ngobrol-ngobrol sebentar, minum teh atau kopi. ketika urusan sudah selesai, pamit dan kemudian pergi lagi.
buat saya, berbagai hal dalam hidup itu ya seperti itu. senang dan sedih, ceria atau kecewa, semua itu ya seperti tamu saja. bukan berarti bahwa dengan demikian lantas ada tamu yang baik dan ada tamu yang buruk, bukan seperti itu juga.
cuma bahwa ada tamu datang ke rumah kita. bukan baik, bukan buruk. cuma ada. itu saja.
kalau ada tamu datang, ya kita urus. kadang perlu disediakan teh, kadang lebih suka kopi. tidak masalah, yang ada saja. sambil lalu kita mengobrol, kita jadi lebih mengenal tamu kita, dalam prosesnya juga jadi lebih mengenal diri sendiri. barangkali juga kemudian sadar ternyata rumah kita ada kurang-kurangnya sedikit. tidak apa-apa.
kalau waktunya pergi, ya kita antar. tamu menyenangkan, tamu kurang menyenangkan, pada waktunya akan pergi. kalau sudah waktunya tamu pergi tapi kita memaksakan untuk tinggal di rumah kan kurang elok juga. maka kita antarkan, sebaik dan semampu kita saja. jangan dipaksakan.
setelahnya kita bersih-bersih rumah. sesekali kita mengingat-ingat, oh ada juga tamu yang menyenangkan pernah datang, ada juga yang lain-lain pernah datang. sambil jalan kita buat rumah kita lebih rapi, sehingga bisa lebih nyaman untuk kita sendiri, juga buat ketemu dan ngobrol kalau misalnya ada tamu lagi.
kita tidak tahu juga tamu berikutnya akan seperti apa. tapi ya sudah, kalau datang ya kita urus. kalau mau pergi ya kita antar. sepatutnya saja.
.
buat saya, senang atau sedih itu ya kenyataan hidup. sama halnya seperti kalau lapar kita makan dan kalau kita masak ikan sering ada kucing tetangga. bukan sesuatu baik, bukan sesuatu buruk. cuma sesuatu saja.
bukan berarti bahwa segala sesuatu lantas cuma dilihat dan ditunggu saja. hidup itu ya dijalani sebaik kita bisa, semampu kita bisa, sekuat kita bisa. kalau kita berusaha baik, seringnya terjadi hal-hal baik. kadang-kadang tidak, ya sudah. kalau kita terlalu terikat kepada hal-hal seperti baik dan buruk atau senang dan sedih, jadinya ya susah juga.
oleh karena itu, yah, ketika cukup banyak rekan-rekan yang terlihat senang dan bahagia dengan pergi ke tempat yang jauh atau memiliki rumah serta mobil baru atau pekerjaan yang hebat dan mentereng, ya mungkin ada bagusnya juga.
walaupun buat saya sendiri, mungkin berhubung bukan demikian juga yang saya cari, jadi saya juga tidak terlalu memikirkannya benar. senang dan sedih, baik dan buruk, apapun itu pada dasarnya kan cuma tamu saja.
semua ada jalannya. demikian kalau bisa selarasnya saja, sepatutnya saja, buat saya cukup.