tentang akar, tentang jangkar

pada hari Sabtu yang cerah dan berangin aku datang ke tempat bapak dan ibu. undakan di jalan masuk tampak tertegel rapi pada suatu sore di bulan Desember.

mendekati akhir tahun, tanah pemakaman tampak sepi pada sore ini.

(c) Unsplash

mengambil jalan ke sisi sebelah kiri, dalam beberapa belas langkah aku sampai ke satu petak dengan dua penanda: satu berupa papan hitam yang agak baru, satu berupa sebilah granit hitam lewat dua puluh tahun lalu.

tempat bapak dan ibu.

aku berlutut sekilas dan mendaraskan doa. setelahnya aku berdiri dan memandangi nama-nama yang tertera pada nisan.

bapak, ibu, aku mohon izin.

berada di tempat ini, tidak bisa tidak aku jadi memikirkan banyak hal. tentang apa-apa yang sudah dilakukan bapak dulu, tentang apa-apa yang dilakukan ibu sampai menjelang kepergian beliau.

aku tumbuh di sini. tumbuh dengan bapak dan ibu, tumbuh dengan teman-teman dan tetangga dan masyarakat di sini. tumbuh dengan sekolah dekat sini, dengan masjid yang bisa dicapai dengan jalan kaki.

di satu sisi, aku tumbuh dengan akar yang diwariskan bapak dan ibu.

bapak dan ibu melakukan hal-hal baik dan hebat. mungkin tidak luar biasa, tidak mengubah dunia, tapi lebih dari cukup baik untuk beberapa petak di sisi tempat mereka berada.

buat bapak dan ibu, demikian itu adalah juga bagian dari akar tempat mereka berada. pada saatnya dulu mereka datang dan menetap, menemukan tempat yang kemudian menjadi bagian dari mereka, dan sebaliknya mereka menjadi bagian dari tempat ini.

dan itu hal yang luar biasa. bahwa di tempat orang datang dan menemukan akar, kemudian tumbuh, bapak dan ibu melakukan hal-hal yang tepat menjadi bagian dari keberadaan mereka.

. . . sekalipun mungkin tidak demikian buatku.

entah bagaimanapun aku ingin mengatakannya, sesuatu yang menjadi akar tersebut bukanlah sesuatu yang memiliki arti yang sama buatku.

. . . akar tempat tumbuh.
. . . jangkar menjadi pengikat.

karena apa yang menjadi akar buat bapak dan ibu, pada saatnya buatku kutemukan sebagai sebentuk jangkar.

apakah demikian itu membuatku menjadi tidak sebaik bapak dan ibu, aku tidak tahu.

aku…. mohon izin untuk melepaskan jangkar.

bapak dan ibu adalah orang-orang baik dan hebat. demikian orang-orang mengatakannya; pada suatu masa lewat dua puluh tahun lalu, pada suatu masa lewat dua bulan lalu. ketika bapak pergi waktu dulu, ketika ibu berpulang kemarin dulu.

berat, ya. dan hebat. sesuatu yang tepat untuk mereka.

walaupun, entah, suatu hari, mungkin nanti, mungkin aku akan bisa seperti bapak dan ibu. walaupun tidak sekarang ini. entah nanti.

mohon maaf aku ingin mengambil jalan berbeda.

aku menghela napas. berat. tapi pada akhirnya semua harus selesai juga, orang-orang yang datang akan pergi juga. termasuk aku yang berada di tempat ini juga, termasuk yang lain yang nanti akan datang juga.

matahari Sabtu sore. angin semilir lembut. aku menangkupkan tangan, memberikan penghormatan terakhir sebelum aku melangkah pergi.

terima kasih, bapak dan ibu. terima kasih untuk semuanya.

karena untuk saat ini, dari tempat ini, aku ingin melangkah sendiri. dengan caraku sendiri, dengan jalanku sendiri.

Leave a Reply