apa, demokrasi?

cerita (agak) lama, sih. tapi saya jadi teringat soal ini ketika membaca salah satu rubrik di edisi khusus majalah TEMPO di akhir 2007 ini. tebak apa? tentu saja, soal Asian Idol yang sangat fenomenal itu, pembaca. :mrgreen:

cg-0001-1.jpg

kamu mau menafikan keinginan banyak orang yang ditawarkan oleh demokrasi? hati-hati, mungkin kita akan punya oligarki atau malah diktatorisme.

nah, nah. sebelum anda pembaca mungkin ada yang akan misuh-misuh lagi karena merasa bahwa Asian Idol pertama kita ini kontroversial (…kita? ah, maaf. bukan saya :mrgreen: ), mari kita pastikan dulu bahwa saya tidak akan repot-repot membahas masalah idola apalagi gosip ala infotainment yang kayaknya tidak ada untungnya untuk kemaslahatan bangsa ini.

jadi, masalahnya apa, sih?

pembaca, sejujurnya saya agak bingung melihat fenomena yang terjadi bahwa cukup banyak pemirsa acara tersebut yang agak kurang senang mengenai idola baru hasil pilihan peserta. yah, bukan urusan saya juga sih, selain bahwa saya cukup yakin bahwa banyak di antara pemirsa yang sebal ternyata tidak mengirimkan SMS dukungan tapi jadi kepikiran juga, soal ini.

…jadi, mari kita membahas sedikit konsep demokrasi dalam tataran yang lebih ringan daripada buku-buku tebal dan mata pelajaran PPKn di sekolah dulu.[1]

jadi keadaannya adalah, kita kini tahu bahwa demokrasi tidak selalu menguntungkan untuk kita. kadang-kadang, menyebalkan untuk kita. lho, memang masalahnya apa? kita kan sudah melalui proses yang (seharusnya) jujur dan adil?[2]

“tapi idol baru itu suaranya biasa-biasa aja, dia itu cuma menang ganteng sama gaya doang!”

–komentar dari salah seorang pemirsa

itu hal yang biasa sih. memang demokrasi tidak selalu bisa menguntungkan semua pihak. dalam setiap pemilihan umum, pasti akan ada calon yang menang dan calon yang kalah, kan? tentu saja, mustahil memuaskan semua pihak yang ikut serta dalam suatu proses demokrasi.

ya, ya, demokrasi memang tidak sempurna, kok.

…jadi?

“seharusnya acara kayak begini jangan diserahin ke penonton! harusnya juri aja yang menilai!”

–komentar lain yang saya dengar

…walah, ini bisa berbahaya.

begini, pembaca. menurut saya, ini bisa berbahaya. menurut saya, ini bisa berbahaya. menurut saya, ini bisa berbahaya![3]

kenapa berbahaya? karena ini akan melahirkan oligarki, atau salah-salah malah diktator! memangnya anda rela kalau pilihan anda bisa di-veto oleh segelintir orang saja? sadar dong, anda mungkin akan kehilangan hak pilih anda untuk calon idola yang anda dukung! lah, Amerika Serikat saja sering bikin gondok warga dunia kok dengan macam-macam veto di Dewan Keamanan PBB? 👿

tapi, yah, ini relatif sih. katanya sih, tidak ada revolusi yang lahir dari rakyat yang kenyang. kalau rakyat senang (dan perut mereka kenyang terus), mau pemerintahannya monarki absolut atau malah diktator sekalipun, tidak ada masalah, kan?

…apalagi, ini cuma sekadar kontes idol!

___

[1] manusia memang suka segala sesuatu yang ringan-ringan. tidak perlu banyak mikir, apalagi kalau bahasannya nggak seru. lagipula, kayaknya masih lebih banyak orang yang hafal pemenang-pemenang Indonesian Idol daripada isi Bali Roadmap 🙄

[2] mengasumsikan bahwa polling ala SMS itu cukup fair… tapi siapa yang peduli soal fair, kalau operator seluler bisa untung besar dengan volume SMS dukungan yang supermasif itu? :mrgreen:

[3] kok tiga kali? biarin aja. saya lagi suka angka ‘3’ waktu nulis itu. :mrgreen: