peraturan itu…

…untuk dipatuhi?

…untuk dilanggar?

…untuk dicari celahnya?

well, sebenarnya hal seperti ini sangat tergantung kepada masing-masing individu. maksudnya, kadang memang ada individu yang ‘selalu mencari keuntungan’, dan ada juga individu yang ‘komitmen dengan apa yang disetujui’. yah, ini tergantung orang, sih.

gw adalah orang yang goal-oriented. maksudnya, kadang gw agak kurang suka kalau ada terlalu banyak peraturan yang rasanya malah ‘menghalangi jalan gw dalam melakukan sesuatu’. bukan. mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai ‘membuat susah hal yang sebenarnya gampang’. tapi nggak masalah, sih. gw cukup bisa menerima peraturan – sejauh gw anggap peraturan itu bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. maksudnya? yah, kira-kira suatu keadaan di mana ‘ada keteraturan, tapi tidak sampai membatasi ruang gerak gw’. begitulah pokoknya.

dan kadang, sifat gw yang ‘agak semaunya’ dalam mengerjakan sesuatu (yang penting hasilnya, kan?) membuat gw agak ‘merasa gimana-gitu’ ketika dihadapkan pada peraturan yang prosedural dan protokoler. terlebih, ketika gw dihadapkan pada kenyataan bahwa gw harus menjadi ‘penegak peraturan’. waduh. padahal gw agak kurang suka dengan segala hal yang berbau protokoler, apalagi komando!

tapi dalam kasus ini, gw (untungnya) tidak harus sampai bertingkah sebagai seorang komandan yang strict dalam menegakkan peraturan – hal yang paling gw benci adalah ketika gw disuruh-suruh orang dan tidak boleh bertanya. apalagi kalau gw harus menjadi orang seperti itu!

OK, sebelum anda pembaca mungkin tambah bingung, mari kita perjelas dulu situasinya.

ini terjadi beberapa waktu yang lalu. jadi ceritanya, gw sedang dalam keadaan di mana sesuatu yang ‘penting’ sedang terjadi. pembuatan tata tertib. maksudnya, pembuatan peraturan yang akan disetujui dan dilaksanakan bersama. dan hal ini dilakukan secara demokratis – setiap peserta berhak mengajukan pendapat, dan setiap pendapat memiliki hak yang sama untuk dipertimbangkan.

sebenarnya, gw nggak masalah dengan adanya peraturan. menurut gw, itu adalah hal yang bagus. keteraturan itu perlu. tapi, ketika sampai ke bagian redaksional yang esensinya kayaknya di situ-situ saja (dan semakin berputar-putar nggak jelas!), gw mulai merasa bosan. kayaknya pembahasan nggak maju-maju, padahal menurut gw masalahnya sudah jelas sekali di depan gw. whatever, yang akhirnya bisa gw lakukan hanyalah berusaha supaya perdebatan tadi ‘tidak sampai berputar-putar nggak jelas dan cepat selesai’.

OK. akhirnya peraturan yang disepakati dan (seharusnya) ditaati bersama selesai. gw agak lega, walaupun gw tahu: peraturan seperti ini tidak akan ditaati oleh seluruh orang yang menyepakatinya. dan secara jujur, gw bahkan tidak yakin bahwa ada yang ingat isi pasal-per-pasalnya (duh…)

dan gong-nya adalah kenyataan bahwa gw ditunjuk sebagai salah satu ‘penegak peraturan’ yang harus memantau orang-orang yang menyepakati peraturan tersebut. maksudnya? yah, menyatakan pelanggaran, memberikan teguran, dan sebagainya. sebenarnya, ini bukanlah hal yang akan gw lakukan dengan senang hati. masalahnya, gw juga tidak merasa memiliki keberatan soal itu… yah, mungkin bisa dikatakan bahwa pada saat itu keadaan gw ‘tidak menolak’, bukannya ‘mau dengan senang hati’. yah, begitu deh.

jadi. akhirnya. seperti perkiraan gw semula. peraturan yang disepakati sendiri, akhirnya malah kebanyakan dilanggar sendiri. atau mungkin ‘tidak dilanggar, hanya menggunakan celah yang ada dari peraturan’. tuh kan. sejak awal gw sudah tahu bahwa hal seperti itu tidak ada gunanya diperjuangkan, apalagi sampai ada debat kusir yang berkepanjangan. toh akhirnya begitu juga.

tapi ada masalah kecil. gw sudah menyatakan komitmen sebagai salah satu ‘penegak peraturan’. jadi, dengan berat hati (walaupun mungkin beberapa orang tidak memandangnya demikian =P ), ada beberapa teguran atas pelanggaran yang dilakukan. yah, mohon maaf deh. gw juga bukannya suka hal yang protokoler seperti itu, tapi masalahnya, gw diberi tanggung jawab untuk melakukan itu. dan mungkin, walaupun gw tidak terlalu suka peraturan yang ‘strict dan mengikat’, setidaknya ada hal yang bisa gw katakan sebagai tanggapan terhadap keadaan tersebut: setidaknya, cobalah untuk mentaati hal yang sudah disepakati sendiri!

dan gw bertanya-tanya juga, sih. apa gunanya semua itu kalau begitu? buat apa segala debat kusir yang berkepanjangan dan sempat tidak jelas juntrungannya? apa gunanya peraturan yang telah disepakati kalau tidak ditaati oleh semua yang menyepakatinya?

nah. cukup ceritanya. apa hikmah dari pengalaman gw tersebut? setidaknya gw belajar beberapa hal.

satu. demokrasi kadang melahirkan inefisiensi yang dalam beberapa kasus malah tidak perlu terjadi. lihat contoh di atas. apa gunanya peraturan kalau cuma untuk dilanggar?

dua. ‘perasaan’ dan ‘komitmen’ adalah dua hal yang berbeda. dalam kasus kedua hal tersebut bertentangan, komitmen adalah prioritas utama.

tiga. selalu ada hal yang bisa dipelajari, bahkan dari keadaan yang mungkin ‘tidak sesuai harapan’. setidaknya, sesuatu tidak sia-sia.

___

pemikiran pribadi. silakan comment kalau ada tanggapan =)

Leave a Reply