agama mayoritas dan (sedikit) chauvinisme

kadang, gw bertanya-tanya.

apakah dengan menjadi seorang muslim yang kebetulan mayoritas di antara umat beragama di Indonesia, berarti seseorang boleh bersikap ‘kurang memikirkan’ terhadap rekan-rekan yang bukan Islam?

tidak, gw sama sekali tidak mengatakan bahwa rekan-rekan muslim di sini tidak toleran terhadap rekan-rekan yang beragama lain (dalam banyak sekali kasus, bisa dikatakan perbedaan agama ini disikapi dengan sangat baik oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya). demikian juga, gw bukannya bermaksud menuliskan kata ‘kurang memikirkan’ dengan tendensi ‘memarginalkan’. hanya saja, ada beberapa poin yang beberapa lama ini gw pikirkan.

dan kadang, hal ini menyangkut sikap beberapa orang yang pernah gw lihat (dan kebetulan muslim) dalam beberapa kasus yang sebenarnya ‘wajar, namun mungkin agak kurang sesuai bagi beberapa rekan yang lain’.

misalnya begini. coba kita ambil contoh yang gampang.

dulu, sewaktu gw masih duduk di SD, guru wali kelas selalu memimpin doa dalam agama Islam (sebenarnya lebih tepat: doa ditambah hafalan surat pendek) sebelum pulang sekolah, dan murid-murid mengikuti melafalkan dengan suara keras. untuk rekan-rekan yang non-muslim, diharapkan untuk menyesuaikan dengan agama masing-masing.

tidak masalah. gw kebetulan ingat dengan cukup baik untuk doa dan hafalan surat pendek seperti itu.

tapi, bagaimana dengan rekan-rekan yang non-muslim? gw (yang waktu itu masih kecil dan duduk di bangku SD) bertanya-tanya. mereka kan tidak hafal surat ini dan itu, doanya juga berbeda?

tidak masalah, katanya. mereka menyesuaikan diri dengan doa masing-masing, begitulah jawaban yang gw terima dulu.

dan gw bertanya-tanya lagi: apa benar begitu? bukankah dengan demikian, seolah-olah rekan-rekan yang muslim (sedikit) mengintimidasi kebebasan beragama yang non-muslim, dengan memperdengarkan doa dan potongan-potongan surat dari Al-Quran (dalam bahasa arab) seperti itu keras-keras?

nah. sekarang coba kita balik. bagaimana kalau rekan-rekan yang non-muslim yang bersikap seperti itu, apakah rekan-rekan kita (yang muslim) akan merasa ‘tidak terganggu’? tentu saja, ada beberapa rekan muslim yang jelas akan terganggu (ada, lho. gw pernah melihat yang seperti ini). padahal sebenarnya mungkin mereka cuma tidak sadar saja, bahwa ada beberapa rekan yang muslim mungkin pernah bersikap seperti itu terhadap rekan-rekan yang kebetulan non-muslim.

contoh lain.

di suatu tempat (umum, tidak membatasi pengunjung berdasarkan agama, juga bukan pusat kegiatan agama), terlihat sepotong kayu berbingkai yang ditulisi kaligrafi huruf arab. dilihat lebih teliti, ternyata merupakan potongan ayat Al-Quran yang ditulis dengan indah.

tidak ada masalah. tapi, gw bertanya-tanya. bagaimana, misalnya, bila di tempat yang sama, ditaruh atribut atau ornamen agama lain, misalnya salib yang merupakan atribut umat Kristiani.

mungkin, beberapa orang rekan yang muslim akan sedikit ‘merasa janggal’. padahal, hal tersebut adalah hal yang setaraf, dilihat dari sisi peletakan ornamen atau atribut suatu agama.

kenapa? entahlah. apakah karena Islam adalah agama yang mayoritas, maka kita berhak ‘menciptakan suasana sesuai kebutuhan agama kita, dan yang lain harus mengerti’?

mungkin, hal-hal seperti itu juga yang turut membentuk sikap beberapa rekan-rekan muslim yang ‘cuek saja walaupun masjid di mana-mana, tapi merasa gimana-gitu kalau ada gereja berdiri’. gw tidak melebih-lebihkan, tapi kenyataannya memang ada rekan-rekan yang seperti demikian, walaupun (dan gw berharap bahwa) jumlahnya tidak terlalu banyak.

dan susahnya lagi, kadang hal ini diikuti dengan semangat – yang kalau meminjam istilah Karen Armstrong – ‘chauvinisme agama’. kadang, kita merasa ‘benar’ dan yang lain ‘salah’.

gw pernah mendengar bagaimana seorang rekan (yang kebetulan muslim) berkata begini-dan-begitu tentang agama yang lain, seraya mengatakan bahwa ‘agamanya yang benar’. tentu saja, lengkap dengan argumen-argumennya yang demikian. dan kesimpulannya, ia menyatakan bahwa agamanya yang paling benar (iyalah -_-‘).

demikian juga argumen-argumen dari beberapa kalangan rekan-rekan muslim seperti ‘saatnya khalifah muslim memimpin dunia’ atau ‘hanya syariah Islam yang mampu memperbaiki keadaan negara ini’, lebih terlihat sebagai cara pandang yang mungkin sedikit chauvinistis bagi para pemimpi peradaban muslim yang gemilang. kenyataannya: coba mereka ‘hancurkan’ siapa-siapa yang dianggap sebagai ‘musuh Islam’, dan kemungkinan paling parah adalah terjadinya disintegrasi bangsa dan negara.

dan jujur saja, gw tidak tertarik untuk berdebat soal agama. gw tidak tertarik untuk menemukan apa yang disebut para pencarinya sebagai ‘kebenaran sejati’ melalui debat-debat atau apalah. dan gw tidak tertarik untuk mengatakan bahwa ‘ini benar’ dan ‘itu salah’. siapa sih kita, sampai berani mengatakan bahwa ‘agama kita benar dan yang lain salah’?

jadi, akhirnya. kenapa gw panjang-lebar menulis hal seperti ini? apa sih sebenarnya maksud dari seorang anak muda kurang kerjaan yang pengetahuannya terbatas ini?

tidak banyak, kok. cuma harapan agar kita semua bisa hidup berdampingan tanpa ada yang merasa terintimidasi atau terpinggirkan. dan mungkin mencoba sedikit mengingatkan: agama bukanlah alat menuju kesombongan, dan oleh karena itu mungkin tidak sebaiknya manusia sombong dengan sesuatu yang diyakininya.

___

pemikiran pribadi. silakan comment kalau ada tanggapan =)

4 thoughts on “agama mayoritas dan (sedikit) chauvinisme”

  1. klo mnurut gw sih trgantung ma cara pandang kita!!!
    kalo qt lhat dari segi agama qt (islam). otomatis qt insy4JJ melakukan berhak dan memang wajib melakukan hal itu…
    tapi, klo qt lhat dari sisi demokrasi, tentu saja perbuatan sobat2 qt tsb krang tepat. coz bgi negara qt, ada 5 agama yang diakui oleh pemerintah…
    gtu sih menurutQ…tergantung mana yang menagn…
    hati qt sebagai muslim yang berusaha mengakkan agama 4JJ ato pribadi yang menjunjung kebersamaan dalam perbedaan…
    klo gw sih…dua2nya setuju, tp agak lebih berat yang kedua…
    coz bwt gw, agama bukan hanya simbol (kaligrafi atau apalah) tapi HATI!!!
    (suatu hubgan yang tak terlihat dan kasat mata, hanya q dan Tuhan yang tahu)

    Reply
  2. Setuju Bung Rie dan Bung Yud,,
    Agama itu hati,,, Kedamaian tidak akan ada tanpa hati. Ketenangan juga tidak akan ada jika ada chauvinisme agama. Dan hatiku bersedih jika ada ketimpangan dalam kebebasan mejalankan sesuatu yang aku percayai.

    Reply
  3. berbuat hina…numpang ngelink, ah πŸ˜›

    tentang doa, saya pas esempe juga ngalamin temen-temen sekelas mbaca tri sandya keras-keras. saya sih enjoy2 aja, malah sempat sok-sokan mau maju mimpin tri sandya. dan ‘mereka’? wah, selera humor ‘mereka’ tinggi juga. karena itu saya malah nganggap masa2 aqua age saya jauh lebih indah ketimbang masa2 high school musical saya πŸ™‚

    Reply
  4. bagus sekali tulisannya. saya minta izin untuk menggunakannya sebagai bahan ujian praktek di sekolah. terima kasih πŸ™‚

    Reply

Leave a Reply to setanmipaselatan Cancel reply