senang memusuhi(?)

katanya sih, identitas itu lahir dari penolakan.

dan ketidakpuasan manusia akan keadaan ‘tidak punya identitas’ seringkali mengakibatkan manusia saling bermusuhan dan berperang. dan jujur saja, manusia itu makhluk yang sangat menarik (dan kadang-kadang menyedihkan) kalau kita memandangnya dari sudut pandang seperti ini.

…tentu saja, mungkin gw tidak terkecuali. gw kan juga manusia (iyalah). dan mungkin ada beberapa bagian yang ‘potensial menyinggung’ bagi beberapa orang yang membaca tulisan ini. tulisan ini sama sekali tidak ditujukan seperti demikian, dan mohon maaf sebelumnya kalau sampai ada yang tersinggung. sungguh tidak dimaksudkan, tapi terserah kalau anda mau menutup mata dan tidak percaya =)

jangan melanjutkan membaca sebelum anda memahami dengan baik pernyataan saya di atas.

percayakah anda, kalau saya mengatakan bahwa manusia punya kebutuhan aneh untuk saling memusuhi?

manusia selalu mengatakan mereka ‘ingin perdamaian’, ‘tidak ingin bertengkar’, dan sebagainya. tapi kenyataannya, manusia cenderung memandang apa-apa yang ‘tidak mereka setujui’ sebagai musuh. gw bukannya melebih-lebihkan di sini, tapi memang seperti itulah yang terjadi.

dulu, sewaktu gw berada di sekolah, gw melihat beberapa anak sok-kuasa berusaha ‘menindas’ anak-anak lain yang terlihat ‘aneh’. kalau ada anak yang kelihatan ‘diam’ atau ‘tidak biasa’, paling sial anak tersebut akan dikerjai, atau setidaknya dipermainkan. ada yang pernah di-‘gencet’ atau dipukuli sewaktu sekolah dulu? kira-kira seperti itulah.

hal yang cukup jelas. dan sederhana. kalau kita merasa tidak punya identitas, kita cukup mem-‘buat’ identitas kita dengan memberikan label ‘musuh’ ke pihak lain. kalau anda merasa rendah diri, anda akan jauh lebih mudah emosi. dan lebih mudah ‘terbakar’ untuk mengalahkan pihak lain yang anda anggap ‘memusuhi’ anda. soal apakah ‘pihak lain’ tersebut layak dimusuhi atau tidak, itu urusan nanti. pokoknya kita punya identitas dengan menganggap mereka sebagai ‘musuh’.

mungkin anda akan mengatakan: ‘ah, itu kan anak kecil jaman sekolah dulu’. kenyataannya, tidak.

ketika anda melihat sesuatu yang tidak sesuai harapan anda, mungkin anda akan dengan mudah ‘terbakar’. misalnya, ketika terjadi kebijakan di mana mahasiswa baru diharuskan membayar uang pangkal yang mahal, beberapa rekan mahasiswa langsung ‘terbakar’ dan ‘memusuhi’ dekanat atau rektorat. tidak secara langsung, sih. tapi adanya ungkapan seperti ‘kita harus menekan pihak rektorat’ atau ‘jangan sampai kecolongan’ sebenarnya sudah menunjukkan adanya ‘permusuhan’ dalam pemikiran tersebut. benar atau tidaknya urusan nanti, yang penting ‘lawan’ dulu.

atau misalnya anda merasa bahwa pihak Steering Commitee dalam kepanitiaan yang anda ikuti tiba-tiba ‘menjadi terlalu ikut campur’, maka anda (kemungkinan besar) langsung berpikir: kita sedang diintervensi! pokoknya gawat deh, dan anda mungkin tiba-tiba akan merasa: kita punya musuh bersama! hal-hal seperti itulah.

…yah, benar atau tidaknya nanti dulu, pokoknya sementara ini kita ‘senang’ karena punya ‘musuh’ baru.

…eh. senang? nggak salah, nih?

tidak kok. sama sekali tidak salah. kalau anda memiliki ‘musuh’, kemungkinan anda akan merasa ‘senang’… apa ya? mungkin semacam eksitasi atas kesempatan anda untuk menunjukkan eksistensi anda. dan dengan mengklaim bahwa ‘kami’ bukan ‘mereka’, lengkap dengan sikap permusuhan yang seperlunya. dan anda tiba-tiba punya kesempatan untuk mencari identitas diri.

hmm. anda mungkin tidak terlalu percaya.

kapan terakhir kali anda bertengkar dengan pasangan anda atau teman dekat anda? mungkin anda sempat merasakan bahwa ‘ini salah, dan saya yang benar’ dalam diri anda. dan semangat untuk menjatuhkan ‘musuh’ anda… dalam taraf yang berbeda-beda. semangat? mungkin ada. lengkap dengan keinginan untuk menjatuhkan ‘musuh’ anda dan tertawa di balik kekalahan ‘musuh’ anda tersebut.

…’musuh’? apa benar? mungkin sebenarnya maksudnya baik, lho. dia kan teman anda. atau pasangan anda. tapi itu urusan nanti. pokoknya sekarang ini anda (mungkin) sedang senang dan ingin memusuhi ‘musuh’ anda itu.

dan percayakah anda, kalau saya mengatakan bahwa hal-hal seperti itu hanyalah kesenangan sesaat? bahwa mungkin manusia hanya ‘menikmati’ saat-saat tersebut untuk sementara?

anda tentu ingat, ketika terjadi kenaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu. banyak orang (pemilik mobil?) mencaci-maki, bersikap memusuhi pemerintah, dan sebagainya.

…lupakan mereka. silakan anda main ke mal mana saja, dan kemungkinan besar anda akan menemukan jumlah mobil parkir yang tidak akan berkurang. atau tidak usah jauh-jauh: di kampus UI Depok, perhatikan apakah mobil yang dibawa mahasiswa berkurang jumlahnya. sama sekali tidak, malah lebih banyak.

…tuh, kan. itu cuma kesenangan sesaat saja. manusia mengomel-ngomel, mencari ‘musuh’, dan sedikit senang, lalu toh akan kembali ke semula: adem-ayem saja. sekarang ini di kampus Fasilkom UI gw malah menemukan bahwa pengendara motor berlipat jumlahnya dibanding pra-kenaikan BBM.

contoh lain. berapa kali mahasiswa kampus ribut-ribut soal pelaksanaan PMB alias ospek? berapa kali senior dan mungkin alumni berdebat soal konsep acara dengan panitia? dan masalahnya: berapa lama hal tersebut terjadi? paling sampai acara selesai. setelah itu, di tengah kuliah dan tugas-tugas seperti Rekayasa Perangkat Lunak atau Analisis Numerik atau Struktur Data dan Algoritma, orang-orang tidak akan membicarakan soal itu. oh, iya. lupakan soal nilai-nilai ‘kebaikan’ yang ditanamkan (dan diperdebatkan dengan panas!), semuanya akan menguap begitu saja.

jadi akhirnya, kita akan ‘senang’, karena bisa menunjukkan eksistensi kita dengan ‘memusuhi’ pihak lain yang ‘bukan kita’.

tidak apa-apa, kan. kita sudah ‘memusuhi’ mereka yang ‘bukan kita’, dan setidaknya kita ‘sedikit senang’. mungkin mereka benar, itu urusan nanti. pokoknya kita ‘senang’ karena kita punya ‘musuh’. dan kita merasa ‘hidup’ karena punya ‘musuh bersama’ yang harus kita ‘kalahkan’.

percaya atau tidak, hampir seluruh manusia memiliki sifat seperti ini, dalam taraf dan toleransi yang berbeda-beda. dan sebenarnya, yang dibutuhkan untuk membuat manusia saling memusuhi hanyalah sebuah trigger: apa-apa yang memancing ketidakpuasan dan pernyataan ‘kita benar dan mereka salah’. dan sedihnya (atau menariknya, tergantung cara anda memandangnya), manusia ternyata dapat dimanipulasi dengan mudahnya dengan cara seperti ini. percaya deh, gw sudah sering melihat yang kayak begini.

padahal mungkin sebenarnya ‘kita’ dan ‘mereka’ memiliki tujuan yang sama, atau mungkin sebenarnya apa yang ada antara ‘kita’ dan ‘mereka’ itu tidak sungguh-sungguh layak untuk diperselisihkan. atau setidaknya, separah-parahnya, mungkin sebenarnya hal-hal tersebut masih bisa dikomunikasikan, dan tidak (belum) perlu untuk langsung disikapi dengan permusuhan yang frontal.

manusia itu… ternyata pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk saling memusuhi. dan menikmati ‘permusuhan’ tersebut. dan dengan demikian manusia mengklaim identitas mereka sebagai sesuatu yang ‘unik, dan bukan bagian dari siapa-siapa di luar mereka’. dan akhirnya, manusia merasa nyaman karena mereka memiliki identitas yang terbentuk atas penolakan mereka atas apa-apa yang tidak mereka setujui.

…tadinya gw tidak percaya. menyedihkan, yah.

3 thoughts on “senang memusuhi(?)”

  1. > r@p
    >
    >> hhm…
    >> somehow i feel have read it ini catatan pinggir goenawan
    >> mohamad

    salah orang… =P

    btw, Goenawan Mohamad itu siapa sih?

    ….

    *dibakar massa*

    ~becanda
    ~masakGakTauSih =P

    Reply

Leave a Reply to Andre Cancel reply