kara no kyoukai #2: murder speculation (pt 1)

entah ini ‘kutukan’ atau apa, tapi kali ini (lagi-lagi) saya terpaksa menonton ulang film ini sebelum menuliskan review di sini. bukan apa-apa, walaupun rilisnya sendiri sudah lewat dari satu bulan yang lalu, baru sekarang saya punya cukup waktu luang untuk menuliskan tentang film ini.

Kara no Kyoukai: Satsujin Kousatsu (Zen) (jp: Boundary of Emptiness: Murder Speculation (part 1)) dirilis satu bulan setelah bagian pertama, yaitu Kara no Kyoukai: Overlooking View. sebenarnya sih, saya sudah menontonnya beberapa hari setelah review yang baru lalu… oh well, setidaknya (seperti halnya film pertama) nggak rugi juga sih saya nonton film ini sampai dua kali. :mrgreen:

Agustus, 1995. tiga tahun sebelum Overlooking View. Kokutou Mikiya baru menjalani tahun pertamanya di SMU ketika ia mengenal Ryougi Shiki, seorang gadis yang tampaknya menyimpan rahasia dan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya.

sementara itu, pada saat yang sama terjadi peristiwa pembunuhan berantai di kota; mayat masing-masing korban mengalami mutilasi, dan penyidikan oleh polisi memperkirakan bahwa pelakunya adalah orang yang sama. Mikiya yang kebetulan mengetahui tentang kasus ini tiba-tiba menghadapi keadaan yang membingungkan…

…bahwa kecurigaan tampaknya terarah kepada seseorang dari sekolah mereka, dan bahwa tampaknya Shiki menyimpan rahasia terkait rangkaian peristiwa ini.

[knk2-02.png]

bicara tentang Kara no Kyoukai, berarti bicara tentang cerita yang gelap, sentuhan elemen supranatural… dan semburan darah serta adegan kekerasan yang mungkin agak mengganggu untuk beberapa pemirsa. tentu saja, termasuk visualisasi dari mayat-mayat korban pembunuhan yang digambarkan dengan sangat baik — sehingga bisa terlihat mengganggu, tergantung pemirsa, sih.

masih mempertahankan pendekatan yang digunakan dalam Overlooking View, kali ini Murder Speculation menyajikan gaya penceritaan yang lebih terarah; tidak ada dialog yang mungkin membingungkan dengan interpretasi yang begitulah-pokoknya, dengan jalan cerita kali ini bisa dikatakan relatif lebih mudah dicerna untuk penonton pada umumnya.[1]

pace-nya sendiri terjaga dari awal sampai akhir cerita: tidak terlalu cepat, cenderung lambat… namun dengan intensitas yang terjaga. hal ini tampil menunjang terkait genre suspense dan thriller yang diusung oleh film ini, dan hal yang layak dipuji adalah bagian yang krusial ini tidak sampai kedodoran dalam film ini.

dalam film ini, karakter-karakter yang ada didesain untuk versi yang lebih muda — khususnya Kokutou Mikiya dan Ryougi Shiki. desain karakter dilakukan dengan sangat baik, walaupun saya sendiri masih lebih menyukai desain Shiki di film pertama. desain dari Mikiya tidak banyak berubah, tapi secara umum hal ini dieksekusi dengan baik.

karakter baru… ada Akimi Daisuke yang merupakan kenalan keluarga Kokutou, sekaligus seorang reserse yang menyelidiki kasus pembunuhan berantai yang terjadi. ada juga Gakuto yang mengambil peran sebagai sahabat dari Mikiya, sementara beberapa karakter lain lebih sebagai peran pembantu. secara umum departemen desain karakter tidak mengecewakan, mengingat film ini mengembangkan lebih banyak karakter dibandingkan film pertama.

[knk2-07.png]

kalau ada hal yang perlu diperhatikan sih, sebenarnya film ini memang cerita tentang Shiki dan Mikiya — serta hal-hal lain terkait awal mula hubungan mereka. dengan demikian, karakter yang lain memang sebatas sebagai peran pembantu. bagusnya, karakter seperti Akimi Daisuke atau Gakuto tidak sampai terlihat tidak kebagian tempat — it just fits.

secara visual… film ini juga masih mempertahankan keistimewaan yang dimiliki oleh pendahulunya. memang tidak ada adegan yang seekstrem pertempuran di film pertama atau sejenisnya sih, tapi untuk bagian lain seperti visualisasi latar dan efek seperti semburan darah dan tetes hujan masih dieksekusi dengan kualitas yang sejajar film pertama. catatan lain? visualisasi mayat yang rusak (lengkap dengan gore tentunya) tampil dengan sangat baik… bisa digolongkan sebagai animated explicit violence sih, jadi rating-nya memang tidak untuk semua umur.

musik, masih top-notch. Kalafina tampil dengan lagu Kimi ga Hikari ni Kaeteiku[2] sebagai OST, dan berhasil menjadikan OST yang memorable untuk film sepanjang 61 menit ini. scores yang dihasilkan masih tidak kalah istimewa, dan mampu memberikan kualitas yang sejajar dengan eksekusi pada film pertama.

sebagai bagian kedua dari tujuh installment dari Kara no Kyoukai, film ini tampak lebih berperan sebagai media penyampaian latar belakang karakter dan peristiwa yang terjadi dalam keseluruhan rangkaian cerita. dalam film ini juga dijelaskan mengenai hal-hal yang belum terjelaskan pada film pertama, walaupun tampaknya beberapa hal masih dibiarkan menggantung untuk rilis berikutnya.

[knk2-06.png]

masih seperti film pertama, film ini berhasil dengan baik dalam memenuhi semua ekspektasi saya terhadap adaptasi dari Kara no Kyoukai ke layar lebar. visual yang mendukung, musik yang top-notch, dan storytelling yang berada di atas rata-rata menjadi nilai lebih dari film ini.

sejauh ini, adaptasi Kara no Kyoukai berhasil memberikan pengalaman menonton yang berada cukup jauh di atas rata-rata. saya sendiri berharap bahwa ufotable sebagai studio produksi bisa mempertahankan hasil yang istimewa ini sampai installment terakhir… tapi hal ini masih harus dibuktikan, sih.

___

[1] saya sendiri cukup menikmati film pertama dengan pendekatan tersebut. tapi memang, pendekatan untuk film ini agak lebih to the point.

[2] walaupun liriknya dibaca ‘Kimi ga Hikari ni Kaeteyuku’ (jp: you turn everything into light), penulisan ofisial-nya menggunakan judul tersebut. kanji ‘iku’ memang bisa dibaca sebagai ‘yuku’, sih.

7 thoughts on “kara no kyoukai #2: murder speculation (pt 1)”

  1. aduh duh pengen nonton tapi saya phobia darah T__________T

    kayaknya plot dan art nya oke banget. dan bunuh2an! hore! tapi yg dibunuh bukan bishounen; udah gitu menampilkan mutilasi pulak *__*

    Reply
  2. yep, bunuh-bunuhan. dan banyak semburan darah. dan mayat terpotong-potong. highly recommended, tapi bukan selera semua orang sih.

    simply said, it’s a ‘boy meets girl’ story… on a whole different level. :mrgreen:

     

    ~aaah, Shikiii! xD

    Reply

Leave a Reply to yud1 Cancel reply