good guys are…

belakangan ini, saya kembali teringat omongannya Karen Kasumi yang entah kenapa sangat memorable itu. bukan kenapa-kenapa, tapi kutipannya sendiri cukup catchy, sekaligus ‘kontroversial’, sekaligus pula mengundang untuk disanggah dan didebat… walaupun, sampai saat ini saya masih belum menemukan bukti yang benar-benar mantap maupun sanggahan yang benar-benar telak untuk soal ini.

ah sudahlah, langsung saja deh. pembaca, anda mungkin masih ingat kutipan yang sempat saya singgung sambil lewat beberapa waktu yang lalu ini.

good guys are either taken or gay.

menarik. catchy. dan ‘kontroversial’ dengan caranya sendiri. dan yang menyebalkan, hal ini mungkin akan diamini dengan penuh semangat oleh para kaum hawa di luar sana.

huh. menyebalkan. tapi, apa iya? mari kita coba buktikan.

sebelumnya, kita definisikan dulu ‘cowok baik’. apa kriteria yang membuat seorang cowok dapat dimasukkan ke dalam kategori cowok baik?

berdasarkan konsensus umum, mari kita tetapkan bahwa ‘cowok baik’ adalah seorang cowok dengan karakteristik sebagai berikut: (1) setia (2) jujur (3) ramah dan sopan (4) bisa diandalkan (5) punya prinsip (6) bisa membawa diri. kenapa parameternya begitu, mari kita tetapkan sebagai konsensus bahwa penilaian ‘baik’ di sini akan difokuskan kepada aspek kepribadian.

tentu saja, siapa yang peduli soal tampang? cowok itu, yang penting nggak berantakan atau kucel! minimal, rapi dan enak dilihat. lagipula, bukankah ada ungkapan bahwa ‘cowok itu karena baik makanya jadi ganteng?’ :mrgreen:

sekarang, mari kita tinjau kembali kutipan tadi. secara umum, kutipan tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk preposisi logika sebagai berikut.

(good guy) -> (taken) OR (gay)

dengan tanda panah menyatakan implikasi, di mana seorang ‘cowok baik’ selalu diikuti kenyataan bahwa orang tersebut sudah punya pasangan, atau gay. perlu diperhatikan bahwa hal ini tidak berlaku sebaliknya; belum tentu cowok yang sudah punya pasangan atau cowok gay adalah cowok baik!

dari sini, untuk menyanggah pernyataan tersebut, kita perlu mencari counterexample; kita perlu cowok baik yang masih single, dan juga bukan seorang gay.

tidak susah. saya pernah menemukan cowok jenis ini — review kembali kriteria di atas. nggak banyak sih, tapi ya ada. jadi dengan demikian, preposisi tersebut tidak berlaku. tapi, sekarang bagian serunya: bagaimana caranya kita mendefinisikan preposisi baru yang berlaku umum? πŸ˜€

berdasarkan counterexample yang ditemukan, tampak bahwa walaupun ada juga instance ‘cowok baik’ yang bukan gay dan tidak dalam keadaan memiliki hubungan dengan komitmen, tapi ada atribut yang unik; ternyata, dalam ruang sampel ini, subyek sudah menemukan seorang gadis yang disukainya! 😯

tentu saja, dengan demikian preposisi tersebut harus dirombak supaya tetap valid. jadi, saya mengusulkan preposisi seperti ini.

(good guy) -> (taken) OR (gay) OR (in love)

masuk akal. walaupun dalam taraf yang lebih rendah daripada ‘taken’, tapi keseluruhan sampel ‘cowok baik’ di sini masih terpenuhi dengan preposisi baru tersebut. kalau bukan sudah punya pasangan, ya biasanya sudah ada gadis beruntung yang kejatuhan cintanya. kalau nggak, ya mungkin memang gay… jadi preposisi tersebut dapat diajukan sebagai pengganti preposisi awal.

tapi, tapi, ada masalah lain! 😯

baru-baru ini, ditemukan beberapa sampel baru terkait ‘cowok baik’ ini. masalahnya, keadaannya tidak sesuai dengan preposisi yang diajukan; masih single, bukan gay, dan tidak sedang jatuh cinta. tentu saja, preposisi tersebut harus dirombak lagi.

argh. menyusahkan saja. tapi mari kita cari pola dan hubungan yang mungkin dari konteks ini.

ternyata, ditemukan bahwa sampel ini punya karakteristik yang cukup unik: masing-masing contoh ternyata pernah mengalami patah hati tingkat menengah-sampai-parah, setidaknya satu kali. masuk akal, tapi ada yang mengganjal — karena diketahui bahwa ‘patah hati’ tidak memiliki korelasi khusus dengan ‘menjadi cowok baik’.

secara sederhana, konsepsi ‘cowok patah hati’ bisa digambarkan dengan implikasi berikut.

(broken) -> (good guy) XOR (total jerk)

wajar sih. tapi ini masih belum menjelaskan mengenai sampel yang tadi disebutkan. cowok baik, patah hati tingkat parah, dan tidak menjadi brengsek. hmm, tampaknya, ada yang masih kurang di sini… tapi, mari kita coba pendekatan berikut.

[(broken) -> (good guy)] <-> [(kind) AND (stubborn)]

preposisi ini tampak menarik, bahwa cowok yang pernah patah hati tingkat parah akan menjadi ‘cowok baik’ jika dan hanya jika dia ternyata masih punya kebaikan hati dan cukup keras kepala untuk itu.

menarik, jadi dengan demikian kita bisa menurunkan preposisi baru dari sana, untuk sebuah preposisi yang berlaku umum pada sampel yang telah ditemukan sejauh ini.

dengan demikian, preposisi baru yang diajukan sebagai berikut.

(good guy) -> (taken) OR (gay) OR (in love) OR [(broken) AND (kind) AND (stubborn)]

hei. ternyata preposisi tersebut berlaku untuk semua contoh kasus di ruang sampel. dengan demikian, kita dapat mengklaim bahwa preposisi tersebut berlaku umum untuk berbagai keadaan — atau setidaknya, keadaan-keadaan yang diobservasi di ruang sampel.

pada tahap ini, kita sudah mendapatkan sebuah ungkapan baru yang merupakan pengembangan dari preposisi Kasumi yang telah didiskusikan sebelumnya, sehingga:

good guys are either taken, gay, or in love… or broken, but stubbornly kind.

perlu diperhatikan bahwa walaupun terdapat issue yang harus diperhatikan lebih lanjut dalam ruang sampel yang lebih besar, namun pendekatan dalam preposisi ini mampu menjelaskan hal-hal di luar ruang lingkup dari preposisi Kasumi yang telah didiskusikan.

sebagai catatan akhir, pendekatan yang diajukan di sini difokuskan kepada logika kombinatorik, dengan asumsi bahwa atribut-atribut dari contoh kasus di ruang sampel tidak bersifat terkait-waktu. pendekatan logika waktu-linear (linear-time logic) dengan predikat yang bersifat temporer (temporal properties) merupakan hal yang menggoda untuk dieksplorasi lebih lanjut, mungkin untuk pekerjaan selanjutnya di masa depan. future work. :mrgreen:

16 thoughts on “good guys are…”

  1. Saya lihat pekerjaan bung yud1 ini menarik, tetapi terdapat juga kondisi-kondisi yang belum dirangkum dalam proposisi di atas:

    1. Tidak tercakupnya jerks with heart of gold, terutama jenis “cowok dense“. Padahal mereka bisa dikategorikan sebagai “cowok baik” menurut definisi yang ditetapkan. =3

    2. Terdapat juga jenis cowok langka yang harus diperhitungkan sebagai minority report: cowok-cowok yang aslinya baik dan single, namun tak hendak memberi harapan, sedemikian hingga ia dipersepsi sebagai “cowok jahat”. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

    Saya pikir proposisi yang diberikan bung yud1 bisa dibilang cukup lengkap. Meskipun begitu masih bisa disempurnakan ke depannya, yakni dengan mempertimbangkan dua spesimen “cowok baik” yang saya ketengahkan. πŸ™‚

    [/academic plug]

    Reply
  2. ‘good guy’ kan tidak bisa langsung diterjemahkan sebagai ‘cowok baik’ yud. Terus maksud perkataan ‘good guys are either taken or gay.’ mungkin berarti bahwa ‘good guy’ itu adalah seseorang yang tak bisa ‘dijangkau’

    Reply
  3. yud kalimat proposisi

    [(broken) -> (good guy)] [(kind) AND (stubborn)]

    sepertinya agak-agak
    kan kalimat proposisi tersebut akan true jika [(kind) AND (stubborn)] true dan [(kind) AND (stubborn)] juga true.

    Untuk membuat statement [(kind) AND (stubborn)] maka (kind) harus true dan (stubborn) juga harus true.

    Sedangkan untuk membuat [(broken) -> (good guy)] cukup membuat bagian (broken) menjadi false.

    Dengan kata lain kesimpulan lo ada yang kurang yaitu [!broken, but stubbornly kind]. Dan jika digabungkan dengan kalimat [broken, but stubbornly kind] maka dapat disederhanakan menjadi [stubbornly kind].

    :))

    ~iseng banget gw… ^^

    kerjaan yang bagus yud ^^

    Reply
  4. stash:

    […] mungkin berarti bahwa β€˜good guy’ itu adalah seseorang yang tak bisa β€˜dijangkau’

    tapi, tapi… itu kan tidak terparameterisasi! harus didefinisikan dan dipetakan dulu supaya bisa kita buat definisi logikanya. makanya disebutkan di atas tadi, definisinya adalah 6 hal di atas. 😎

    :mrgreen:

    [/pentingGakPentingGini]

    yuie:

    Dengan kata lain kesimpulan lo ada yang kurang yaitu [!broken, but stubbornly kind]. Dan jika digabungkan dengan kalimat [broken, but stubbornly kind] maka dapat disederhanakan menjadi [stubbornly kind].

    WUT 😯

    ternyata… ada yang serius ngulik pembuktiannya? πŸ˜†

    ya maklum sajalah, gw juga nulisnya udah malem, sambil iseng pula. mohon dimaklumi saja lah ya? ya ya? :mrgreen:

    Reply
  5. mmmm..agak pusing bacanya..
    tapi mgkin kalo saya dan temen2 saya, lebih sering menyebutnya “oh moment” (inspired dr sitcom how i met your mother)
    dimana ketika ada cowok yang kita suka, pasti akan dilanjutkan di moment ketika kita bilang “oh…” dengan kecewa.
    contoh :
    “Ih, gw suka deh sama cowok itu, Dia baik banget, dll”
    “well, dia kan udah punya cewek”
    “oh…”

    ato
    “cowok itu menarik, Kayanya gw suka deh”
    “dia masih suka ma mantannya tau”
    “oh…”

    begitulah..
    dan untuk saya dan temen2 saya, sekarang ini susah nemuin cowok baik untuk dibahas tanpa punya “oh moment” itu..
    Btw, saya oot ga ya?
    *mikir*

    Reply
  6. entah kenapa, posting panjang ini terasa hanya untuk menjustifikasi bahwa yud1 itu broken, but stubbornly kind..

    @nilam
    nilam 2i yah? bikin blog juga dong, diawali dari komen saja, ntar juga punya blog sendiri Lam :mrgreen:

    eh, kalau bukan Nilam 2i, salam kenal πŸ™‚

    Reply

Leave a Reply to stash Cancel reply