belajar kalah

“remember that life is not a game. at least, until you’ve grown enough to realize that life is only a game.”

___

katanya sih, tidak ada seorangpun manusia yang senang menerima kekalahan.

dan itu hal yang wajar. maksud gw, gw rasa tidak ada seorangpun yang akan dengan senang hati menerima kenyataan bahwa dirinya lebih inferior dibandingkan orang lain. mungkin beberapa orang bisa menerima kenyataan tersebut, tapi tetap dengan perasaan ‘sedikit tidak biasa’. dan ini hal yang normal.

apalagi, ketika kita sudah begitu terbiasa memperoleh apa-apa yang kita inginkan. atau ketika kita sudah begitu terbiasa memperoleh kemenangan. dan hal seperti ini berlaku dalam banyak hal dalam kehidupan ini.

misalnya begini. ini salah satu contoh. kalau kita sudah terbiasa menang dan menjadi juara di mana-mana dalam main game Winning Eleven, maka kita akan cenderung berpikir ‘kita hampir pasti menang’ setiap kali menghadapi lawan. ini hal yang wajar dan manusiawi. manusia cenderung menilai dirinya sesuai apa yang dia inginkan.

lalu, suatu ketika, misalnya kita kalah main WE dari seorang anak ‘kemarin sore’ yang tadinya ‘biasa-biasa saja’. apa yang akan terjadi? bisa dibilang, kita akan merasa ‘sedikit kecewa, marah, dan kesal’, seraya serta-merta meminta rematch. anda yang biasa main WE kemungkinan mengerti dengan baik apa yang gw maksud di sini =).

…kenapa? gampang, kan. kita cuma tidak mampu menerima kenyataan bahwa diri kita (yang kita pikir sebagai ‘cukup hebat, jago, dan tidak gampang dikalahkan’) ternyata inferior dibandingkan lawan kita. kita cuma tidak mau mengakui bahwa kita kalah, itu saja. oleh karena itu, kita merasakan perasaan-perasaan seperti yang disebutkan tadi.

dan meminta rematch, tentu saja. untuk membuktikan bahwa kita lebih hebat daripada lawan kita yang baru saja mengalahkan kita. dalihnya bisa macam-macam. gw membuat kesalahan tadi. alasan yang wajar. tadi gw bermain buruk. masih alasan yang wajar. tapi sebenarnya, alasannya hanya satu. kita tidak ingin kalah. itu saja, kok. tapi biasanya alasan-alasan ini tersembunyi di balik dalih-dalih seperti tadi.

…kenapa? karena kita cuma tidak mau mengakui bahwa kita kesal karena kita kalah. sederhana saja, kok =).

itu kalau soal yang gampang, seperti main WE. masalahnya, persoalan menang-kalah seperti ini bukan hanya tentang permainan: hampir seluruh aspek kehidupan kita memiliki sisi menang-kalah. tidak percaya? coba kita perhatikan.

mengerjakan SPMB, misalnya. kalau kita bisa melewatinya dengan baik, maka kita bisa mengatakan bahwa kita memenangkan satu babak dalam kehidupan kita. mungkin beberapa orang tidak memandangnya demikian, tapi sebenarnya konsepnya tidak jauh berbeda dengan main Winning Eleven. hanya saja, kalau kita kalah, kita harus menunggu setahun untuk rematch =).

atau yang lain: misalnya mengejar nilai A untuk suatu matakuliah. kalau kita berhasil mendapatkan nilai A untuk matakuliah Sistem Cerdas, misalnya (yang artinya: kita ‘menang’), maka kita akan senang. mungkin semacam perasaan ‘lega, dan sedikit tereksitasi oleh euforia’ akan kita rasakan. tapi kalau kita cuma mendapatkan nilai C+ atau C (yang artinya kita ‘kalah’), maka kita akan merasakan hal yang mirip dengan ketika kita kalah main WE. mungkin kita akan merasa ‘sedikit kecewa, marah, dan kesal’.

dan itu bukanlah hal yang buruk. hal-hal seperti itulah yang membuat manusia bisa maju dan berkembang.

tapi mungkin, kadang kita perlu memikirkan. apakah kita akan kalah terhadap kekalahan kita sendiri? maksud gw, sudah bisakah kita menerima kekalahan-kekalahan kita dalam hidup ini? ataukah kita masih terus menderita dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa kita raih dalam kehidupan ini?

ada contoh bagus. gw pernah melihat yang seperti ini.

ada seorang anak SMU, yang dalam perjalanan hidupnya mencoba mengejar impiannya melalui SPMB. ia berharap diterima di Institut Teknologi Bergengsi. dan ia terus mengejar tekadnya. bisa dikatakan, menjelang hari-H, ia hanya memikirkan mengenai impian dan tekadnya tersebut.

ketika hasil SPMB diumumkan, anak ini sempat kecewa. ia tidak diterima di Institut Teknologi Bergengsi. tapi ia diterima menjadi mahasiswa di Universitas Impian. sebenarnya itu bukanlah hal yang buruk, mengingat keduanya adalah perguruan tinggi yang cukup dikenal dengan mutu yang baik.

anak ini kecewa. seluruh usaha dan tekadnya untuk bisa pergi ke Institut Teknologi Bergengsi ternyata gagal menjadi kenyataan. apalagi dengan kenyataan bahwa ia merasa gagal membuktikan diri, dan beberapa dari rekan-rekannya telah berhasil sampai di Institut Teknologi Bergengsi.

anak ini tidak bisa terpuruk lama-lama; Universitas Impian adalah jalan yang harus ditempuhnya saat ini. dan ia tidak bisa terus memikirkan tekad dan impiannya yang tidak menjadi kenyataan – kalau ia ingin terus melanjutkan kehidupannya.

…ternyata? tak seburuk dugaannya semula. tidak ada yang salah dengan Universitas Impian. tekad dan impian mungkin tidak selalu menjadi kenyataan. tapi setidaknya, ia cukup senang dengan apa yang dimilikinya.

menjadi pihak yang ‘kalah’ memang kadang menyakitkan. kadang begitu menyakitkan ketika kita sudah begitu terbiasa meraih banyak hal dalam kehidupan ini. atau ketika kita sudah terlalu terbiasa memperoleh begitu banyak kemenangan dalam kehidupan ini.

tapi mungkin, kadang kita lupa. mungkin, dengan segala kekalahan-kekalahan yang kita jalani, kita jadi sering mensalahartikan. bahwa kekalahan adalah sumber segala masalah kita. bahwa kadang kita merasa bahwa ‘hidup kita hancur ketika kita kalah’.

sebenarnya tidak. mungkin lebih tepat kalau dikatakan bahwa ‘hidup kita hancur karena kita kalah dalam menerima kekalahan kita’.

3 thoughts on “belajar kalah”

  1. Mwuahaha … pas SPBM dulu, pilihan #1 gw Institut Teknologi Bergengsi, #2 Universitas Impian
    Ternyata keterima di #2 deh
    Ga apa2lah, wong gw dulu sering nyante + main … 😛

    Reply
  2. > SeseorangYangGakSengajaLiatTopiknya:
    >
    >> Belajar kalah??? Pathetic banget. Kenapa gak belajar untuk
    >> mendapatkan kemenangan, atau belajar untuk tidak kalah.
    >> Pesimis banget siy…

    belajar menang? udah sering. gimana caranya menang? udah tahu. kenapa nggak belajar bagaimana caranya mendapatkan kemenangan? udah.

    tapi kadang, tidak semua hal berjalan sesuai harapan kita. dan beberapa orang tidak semudah itu menerima kenyataan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diraihnya.

    beberapa orang tidak bisa memperoleh semua yang dia inginkan. apakah lo harus dan selalu memperoleh apa yang lo inginkan?

    nggak tahu juga, sih. tapi kadang, orang yang ngomong hal-hal yang bagus adalah orang yang tidak tahu apa-apa…

    Reply

Leave a Reply to Andre Cancel reply