peraturan itu…

…untuk dipatuhi?

…untuk dilanggar?

…untuk dicari celahnya?

well, sebenarnya hal seperti ini sangat tergantung kepada masing-masing individu. maksudnya, kadang memang ada individu yang ‘selalu mencari keuntungan’, dan ada juga individu yang ‘komitmen dengan apa yang disetujui’. yah, ini tergantung orang, sih.

gw adalah orang yang goal-oriented. maksudnya, kadang gw agak kurang suka kalau ada terlalu banyak peraturan yang rasanya malah ‘menghalangi jalan gw dalam melakukan sesuatu’. bukan. mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai ‘membuat susah hal yang sebenarnya gampang’. tapi nggak masalah, sih. gw cukup bisa menerima peraturan – sejauh gw anggap peraturan itu bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. maksudnya? yah, kira-kira suatu keadaan di mana ‘ada keteraturan, tapi tidak sampai membatasi ruang gerak gw’. begitulah pokoknya.

dan kadang, sifat gw yang ‘agak semaunya’ dalam mengerjakan sesuatu (yang penting hasilnya, kan?) membuat gw agak ‘merasa gimana-gitu’ ketika dihadapkan pada peraturan yang prosedural dan protokoler. terlebih, ketika gw dihadapkan pada kenyataan bahwa gw harus menjadi ‘penegak peraturan’. waduh. padahal gw agak kurang suka dengan segala hal yang berbau protokoler, apalagi komando!

tapi dalam kasus ini, gw (untungnya) tidak harus sampai bertingkah sebagai seorang komandan yang strict dalam menegakkan peraturan – hal yang paling gw benci adalah ketika gw disuruh-suruh orang dan tidak boleh bertanya. apalagi kalau gw harus menjadi orang seperti itu!

OK, sebelum anda pembaca mungkin tambah bingung, mari kita perjelas dulu situasinya.

ini terjadi beberapa waktu yang lalu. jadi ceritanya, gw sedang dalam keadaan di mana sesuatu yang ‘penting’ sedang terjadi. pembuatan tata tertib. maksudnya, pembuatan peraturan yang akan disetujui dan dilaksanakan bersama. dan hal ini dilakukan secara demokratis – setiap peserta berhak mengajukan pendapat, dan setiap pendapat memiliki hak yang sama untuk dipertimbangkan.

sebenarnya, gw nggak masalah dengan adanya peraturan. menurut gw, itu adalah hal yang bagus. keteraturan itu perlu. tapi, ketika sampai ke bagian redaksional yang esensinya kayaknya di situ-situ saja (dan semakin berputar-putar nggak jelas!), gw mulai merasa bosan. kayaknya pembahasan nggak maju-maju, padahal menurut gw masalahnya sudah jelas sekali di depan gw. whatever, yang akhirnya bisa gw lakukan hanyalah berusaha supaya perdebatan tadi ‘tidak sampai berputar-putar nggak jelas dan cepat selesai’.

OK. akhirnya peraturan yang disepakati dan (seharusnya) ditaati bersama selesai. gw agak lega, walaupun gw tahu: peraturan seperti ini tidak akan ditaati oleh seluruh orang yang menyepakatinya. dan secara jujur, gw bahkan tidak yakin bahwa ada yang ingat isi pasal-per-pasalnya (duh…)

dan gong-nya adalah kenyataan bahwa gw ditunjuk sebagai salah satu ‘penegak peraturan’ yang harus memantau orang-orang yang menyepakati peraturan tersebut. maksudnya? yah, menyatakan pelanggaran, memberikan teguran, dan sebagainya. sebenarnya, ini bukanlah hal yang akan gw lakukan dengan senang hati. masalahnya, gw juga tidak merasa memiliki keberatan soal itu… yah, mungkin bisa dikatakan bahwa pada saat itu keadaan gw ‘tidak menolak’, bukannya ‘mau dengan senang hati’. yah, begitu deh.

jadi. akhirnya. seperti perkiraan gw semula. peraturan yang disepakati sendiri, akhirnya malah kebanyakan dilanggar sendiri. atau mungkin ‘tidak dilanggar, hanya menggunakan celah yang ada dari peraturan’. tuh kan. sejak awal gw sudah tahu bahwa hal seperti itu tidak ada gunanya diperjuangkan, apalagi sampai ada debat kusir yang berkepanjangan. toh akhirnya begitu juga.

tapi ada masalah kecil. gw sudah menyatakan komitmen sebagai salah satu ‘penegak peraturan’. jadi, dengan berat hati (walaupun mungkin beberapa orang tidak memandangnya demikian =P ), ada beberapa teguran atas pelanggaran yang dilakukan. yah, mohon maaf deh. gw juga bukannya suka hal yang protokoler seperti itu, tapi masalahnya, gw diberi tanggung jawab untuk melakukan itu. dan mungkin, walaupun gw tidak terlalu suka peraturan yang ‘strict dan mengikat’, setidaknya ada hal yang bisa gw katakan sebagai tanggapan terhadap keadaan tersebut: setidaknya, cobalah untuk mentaati hal yang sudah disepakati sendiri!

dan gw bertanya-tanya juga, sih. apa gunanya semua itu kalau begitu? buat apa segala debat kusir yang berkepanjangan dan sempat tidak jelas juntrungannya? apa gunanya peraturan yang telah disepakati kalau tidak ditaati oleh semua yang menyepakatinya?

nah. cukup ceritanya. apa hikmah dari pengalaman gw tersebut? setidaknya gw belajar beberapa hal.

satu. demokrasi kadang melahirkan inefisiensi yang dalam beberapa kasus malah tidak perlu terjadi. lihat contoh di atas. apa gunanya peraturan kalau cuma untuk dilanggar?

dua. ‘perasaan’ dan ‘komitmen’ adalah dua hal yang berbeda. dalam kasus kedua hal tersebut bertentangan, komitmen adalah prioritas utama.

tiga. selalu ada hal yang bisa dipelajari, bahkan dari keadaan yang mungkin ‘tidak sesuai harapan’. setidaknya, sesuatu tidak sia-sia.

___

pemikiran pribadi. silakan comment kalau ada tanggapan =)

mencintai dan kehilangan

“when people love something, they become weak. but it’s nothing to be ashamed of. only those who understand their weakness completely can become truly strong.”

-Tendou Souji-

ketika kita mencintai seseorang, kita menjadi lemah. itu benar. dan akan membuat kita semakin menderita ketika seseorang yang kita cintai begitu jauh dan tak teraih, atau ketika seseorang yang kita cintai meninggalkan kita. biasanya orang akan menderita karena hal seperti itu.

kalau dipikir-pikir, hal-hal seperti ini juga yang membuat gw agak-agak kurang concern soal beginian, tapi gw rasa gw sedang ingin menulis soal ini sekarang =)

kadang proses mencintai bisa menyakitkan. kadang proses yang menyakitkan bisa membuat orang tidak ingin lagi mencintai. kadang, hal seperti ini bisa membuat orang sangat ‘hancur, dan dalam beberapa kasus membuat orang ingin bunuh diri’. eh, ini beneran, lho. gw pernah ketemu dan melihat beberapa yang sampai kayak begini. menyedihkan, deh.

tapi itu bukanlah hal yang memalukan. maksud gw, proses mencintai adalah bagian dari hidup. mungkin kadang (atau sering?) kita akan merasakan sakit dan sedih yang kayaknya ‘betul-betul parah dan tidak tertahankan’ dalam proses ini. mungkin ketika kita kehilangan seseorang yang kita cintai, kita akan merasakan kesedihan yang tidak terkira. mungkin ketika kita menyadari bahwa ada orang-orang tertentu yang ‘hanya memanfaatkan perasaan kita’, kita akan merasakan perasaan ‘marah, sedih, dan muak’ yang luar biasa. mungkin…

tapi, hanya orang-orang yang mengerti kelemahan dirinya sepenuhnya yang bisa menjadi benar-benar kuat. dan kadang, ini menyangkut masalah ‘penerimaan’. maksudnya, menerima kenyataan. memaafkan diri sendiri. dan memaafkan orang lain. kadang, hal ini bisa begitu berat untuk dilakukan. apalagi dengan kenyataan bahwa kita adalah pihak yang (merasa) tersakiti. gw bukannya mau ngomong hal-hal yang sok-bagus dan sok-bijaksana di sini, tapi hal seperti itu memang kadang terasa benar-benar berat untuk dilakukan.

kadang, orang berpikir untuk ‘tidak ingin lagi mencintai’ setelah mengalami proses yang mungkin (sangat) menyakitkan dalam proses mencintai. kadang, orang berpikir bahwa ‘tidak apa-apa bersikap brengsek, karena semua orang sama saja’ setelah mengalami proses yang (lagi-lagi) mungkin (sangat) menyakitkan. kadang, orang berpikir ‘tidak apa-apa membenci orang yang dengan sengaja menyakiti kita’. banyak, deh.

dan hal-hal seperti ini juga yang membuat gw (sebenarnya) tidak (ingin) peduli terhadap hal-hal kayak begini. gw hanya berharap, ketika tiba saatnya nanti, gw bisa mencintai (dan dicintai) seseorang dengan sebaik-baiknya. tapi rasanya, masa-masa seperti itu masih jauuuh sekali =).

___

bukan pengalaman pribadi. setidaknya, bukan seluruhnya =)

komunitas islam: objektivitas dalam sikap

dalam beberapa hal, beberapa komunitas islam di indonesia memiliki perkembangan sikap yang menarik terhadap beberapa isu yang berkembang di dunia islam. sebagai contoh, invasi Amerika Serikat ke Irak, dukungan terhadap Saddam Husein, dan pertempuran di Afghanistan, misalnya. hal ini -tentu saja- tidak dapat dipandang sebagai sikap umat Islam di Indonesia secara keseluruhan, dan besar kemungkinan hanyalah sikap dari beberapa gelintir dari penganut agama Islam yang ada di Indonesia. jadi sebelumnya, kita batasi dulu pembicaraan ini sebagai pembahasan terhadap beberapa gelintir dari komunitas Islam di indonesia, dan tidak semua umat Islam di indonesia memiliki pendapat yang seragam mengenai isu-isu yang akan dibahas di sini.

dalam Islam, ada banyak perintah dan anjuran yang cukup menekankan mengenai pentingnya solidaritas, atau banyak disebut sebagai ukhuwah (=’ikatan’, tetapi lebih banyak dipandang dalam konteks ‘ikatan sosial’) di antara komunitas muslim sendiri. dan hal ini juga yang mengakibatkan banyaknya pemahaman yang berbeda mengenai bagaimana menerapkan arti kata ‘ukhuwah’ ini. salah satunya adalah sikap mengenai isu-isu yang berkembang di dunia, yang dalam beberapa kasus bersinggungan dengan keadaan umat Islam di berbagai tempat di seluruh dunia, yang akan dibahas dalam tulisan ini.

misalnya begini. ada salah satu kasus yang menarik, yang menimbulkan sikap yang juga menarik di antara beberapa komunitas muslim di Indonesia. mungkin masih segar dalam ingatan, bagaimana peristiwa teror terhadap gedung WTC di Amerika Serikat (yang belakangan menimbulkan banyak sekali kontroversi, baik dari dalam maupun luar negeri Amerika Serikat) memicu terjadinya invasi Amerika Serikat ke Afghanistan. alasan yang digunakan adalah ‘perang melawan terorisme’ yang digembar-gemborkan oleh George W Bush yang menjabat sebagai presiden Amerika Serikat.

saat itu, komunitas muslim dunia cukup gerah. hal yang wajar, mengingat tuduhan tersebut bisa dikatakan terlalu prematur. tapi ada yang menarik di komunitas muslim di Indonesia. hal ini meliputi pandangan seperti ‘Amerika Serikat adalah negara laknat’ dan ungkapan sejenis ‘Allah bersama Taliban dan Afghanistan’. mungkin tidak ada masalah. adalah hak setiap warga negara untuk berpikir dan mengemukakan pendapat. tapi sebelumnya, mungkin ada baiknya kita membicarakan dulu mengenai keadaan yang terjadi.

poin pertama. adalah prematur, sangat-sangat prematur, ketika seorang atau segelintir komunitas muslim di indonesia menyatakan bahwa Amerika Serikat adalah negara laknat. perlu diperhatikan bahwa banyak warga Amerika Serikat (termasuk yang non-muslim) sangat tidak setuju terhadap invasi ke Afghanistan. demikian juga, perlu diperhatikan bahwa komunitas muslim di Amerika Serikat (walaupun jumlahnya tidak signifikan terhadap keseluruhan populasi warganegara) eksis, dan sama sekali tidak menyerukan anarkisme maupun penghinaan terhadap negaranya – sikap yang bertentangan dengan sebagian saudara-saudara mereka di Indonesia. tentu saja, bukan berarti kaum muslim di sana hidup tanpa gangguan (banyak kasus penganiayaan terhadap muslim yang salah sasaran), tapi adalah sikap yang berbeda yang ditunjukkan terhadap negara Amerika Serikat (ditekankan pada kata negara, bukan pemerintah).

poin kedua. kenyataannya, apakah rezim Taliban yang saat itu menguasai Afghanistan sudah begitu baik dalam melaksanakan kewajibannya sebagai penguasa? ternyata tidak. tapi tetap saja, ketika hal ini datang kepada pernyataan ‘Afghanistan dan Taliban adalah muslim’, maka dukungan pun mengalir dengan deras dari beberapa komunitas muslim di Indonesia, bahkan termasuk (usaha untuk) mengirimkan pasukan (yang tidak ada hubungannya dengan kebijakan luar negeri Indonesia) dari Indonesia ke sana. hal ini, tentu saja, berkaitan dengan soal ukhuwah yang disinggung di bagian awal tulisan ini.

contoh lain. selama bertahun-tahun belakangan ini, dukungan terhadap pergerakan Palestina dalam perselisihannya dengan Israel mengalir deras dari Indonesia (bukan hanya dari komunitas Islam, tapi juga dari kebijakan luar negeri Indonesia), yang meliputi tidak adanya hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel. adalah hal yang baik (dan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri bebas aktif) bahwa Republik Indonesia bersikap aktif menjaga perdamaian dunia. dalam kasus ini, pernyataan ketidaksetujuan terhadap Israel dinyatakan dengan tidak adanya hubungan diplomatik.

dukungan umat islam? tidak perlu ditanyakan lagi. hal ini merupakan isu utama di komunitas islam di banyak tempat. dari lembaga dakwah kampus, lembaga dakwah sekolah, sampai ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menyatakan hal yang sama: dukung Palestina! tidak ada masalah, sebab hal tersebut memang sejalan dengan prinsip menjaga perdamaian dunia. untuk lebih detail mengenai masalah Israel-Palestina, silakan mencari tahu dengan keyword ‘West Bank’, ‘Tepi Barat’, dan ‘Camp David’.

tapi, berapa banyak dari orang-orang (muslim) di Indonesia, yang menyatakan hal tersebut, tahu dan mengerti keadaan yang ada di Tepi Barat? berapa banyak yang tahu bahwa pemilu telah diselenggarakan, dan Hamas berada di puncak kepemimpinan? mungkin banyak. tapi ada hal yang menarik.

beberapa waktu yang lalu, terlihat beberapa media (‘media’ di sini maksudnya segala sesuatu yang bisa digunakan untuk menyampaikan sikap) yang berisi statement seperti ‘dukungan untuk kemenangan atas intifadhah‘ dan sebagainya. intifadhah adalah gerakan perlawanan warga Palestina di Tepi Barat yang melawan pendudukan Israel dengan menggunakan terutama lemparan batu sebagai senjata, dan oleh karena itulah disebut sebagai intifadhah. tapi, melihat keadaan sekarang, masihkah intifadhah relevan? pemilu telah diselenggarakan, dan Hamas (sebagai motor perlawanan rakyat terhadap pendudukan Israel) telah memenangkan pemilu. dan saat ini, yang diperlukan adalah ‘pelunakan’ sikap Hamas terhadap Israel (harap diperhatikan bahwa ‘pelunakan’ bukan berarti ‘serba menurut’). jalur diplomatis harus dikerahkan, dan tidak bisa lagi semata menggunakan perlawanan fisik, yang dalam banyak kasus di seluruh dunia hanya akan memundurkan kemajuan yang sudah diusahakan ke arah perdamaian.

tapi kita tidak sedang membicarakan politik luar negeri di sini. masalahnya, kenapa ada statement seperti hal tersebut? padahal berkali-kali bom bunuh diri di Israel (yang diperkirakan pelakunya adalah warga palestina), dan keributan di Tepi Barat mengakibatkan mundurnya usaha proses perdamaian yang sedang ditempuh. masalahnya: benarkah komunitas (atau individu) muslim di Indonesia yang mengatakan statement tersebut, tahu dan benar-benar paham keadaan dari kancah politik dan militer di Tepi Barat, setidaknya yang diliput oleh media di seluruh dunia?

dan kalau bicara contoh lain, banyak sekali. dukungan terhadap Saddam Husein, misalnya. padahal, hampir semua orang (yang mengikuti perkembangan dunia) mengetahui bahwa Saddam dengan partai Baath sebagai kendaraan politiknya menggunakan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaan. bahkan Perang Teluk di Kuwait (1991) terjadi, sebagian lebih karena ambisi Saddam untuk melakukan ekspansi. tapi, dalam beberapa komunitas Islam di Indonesia, ketika dihadapkan pada fakta ‘Amerika Serikat akan menyerang Irak’, dukungan terhadap Saddam mengalir. padahal, dalam banyak kasus, Saddam Husein tidak lebih baik dari George W Bush.

tentu saja, sekali lagi, ini bukan berarti seluruh komunitas muslim di Indonesia seperti itu. hanya saja, ada hal-hal yang berlaku seperti itu di antara komunitas muslim di Indonesia. dan kembali lagi ke masalah awal: benarkah dukungan (atau kecaman) yang dilancarkan oleh (sebagian) komunitas muslim Indonesia telah dilandasi oleh suatu pemahaman terhadap fakta yang ada, ataukah sebatas dukungan emosional karena ‘mereka adalah sesama muslim’?

mungkin memang Amerika Serikat memiliki kebijakan yang ‘tidak pada tempatnya’ dengan menginvasi Afghanistan dan Irak. tapi tidak bisa dilupakan bahwa sebagian (cukup besar) warganegara Amerika Serikat menentang pengiriman pasukan ke kedua negara tersebut. mungkin benar bahwa rezim Taliban dan Saddam Husein (berikut rakyat Afghanistan dan Irak) dizalimi oleh Amerika Serikat dengan invasi yang dilakukan ke kedua negara tersebut. meskipun demikian, perlu juga diperhatikan bahwa ‘Taliban tidak sebaik itu’ dan ‘Saddam Husein tidak sebersih itu’. adalah benar bahwa Palestina memiliki hak untuk tinggal di Tepi Barat (yang terganggu sejak dilakukannya perjanjian Camp David), tapi perlu juga diperhatikan bahwa upaya-upaya perlawanan fisik (yang dalam banyak kasus malah membawa korban warga sipil) dalam beberapa hal malah membawa perdamaian semakin jauh dari Tepi Barat.

tidak ada yang salah dengan dukungan seorang (atau sekelompok) muslim terhadap muslim lainnya. hal tersebut adalah bagian dari dasar kehidupan Islam yang disebut dengan ukhuwah. tetapi alangkah baiknya, bahwa ketika seorang muslim mengatasnamakan ukhuwah, objektivitas dalam penyampaian pendapat tetap dijaga. dalam banyak kasus, justru hal inilah yang banyak diabaikan. pembangunan citra baik, baik sadar maupun tidak, dibangun terhadap pihak ‘sesama muslim’, dengan kecenderungan mengabaikan fakta yang mungkin ‘kurang berkenan’ yang ada. demikian juga, pembangunan citra buruk, entah sebagai ‘laknat’ atau ‘musuh Allah’ juga dibangun, entah sadar atau tidak, terhadap mereka yang dianggap ‘bukan Islam’, dengan kecenderungan untuk mengabaikan fakta yang mungkin ‘ada, tapi bertentangan dengan citra yang sedang dibangun’.

wallahualam bishshawab.

___

tulisan ini dibuat atas dasar pemikiran pribadi, dibuat tanpa tendensi untuk menyinggung atau mendiskreditkan satu atau beberapa kelompok. masukan, kritik, dan saran dapat dilakukan dengan melakukan comment terhadap tulisan ini.

living a life

“that was right. if i wish for it… then fate will always be on my side.”

Tendou Souji

entah kenapa, saat ini gw sedang merasakan sesuatu yang ‘tidak biasa’ pada diri gw. nggak kok, gw bukannya lagi punya masaiah atau apa. truth is, gw merasa menikmati apa yang sedang gw jalani saat ini. tapi mungkin, gw rasa ada hal-hal yang.. apa ya? feels like bugging me somehow. nggak terlalu penting, sih. hanya saja, hal-hal seperti ini sifatnya lebih seperti ‘sesuatu yang biasanya tidak gw pikirkan, tapi karena nggak ada hal lain yang dipikirkan saat ini, maka gw jadi memikirkannya’. yah, gitu deh.

btw, hal yang ada di sini adalah pemikiran gw, dan sifatnya cenderung personal. silakan meninggalkan halaman ini kalau nggak berminat =)

gw senang dan mensyukuri apa yang sedang gw jalani sekarang. itu benar. banyak sekali hal-hal yang menyenangkan di dunia ini, kalau kita memang mengatakan demikian. bukan berarti tidak ada hal-hal yang tidak menyenangkan di dunia ini, hanya saja kadang hal-hal yang ‘menyenangkan’ itu harus ‘dibuat sendiri’ bukannya ‘ditunggu’.

tentu saja, ada hal-hal yang ‘tidak menyenangkan’ yang pernah gw alami. ada juga hal-hal yang mungkin ‘tidak enak’. semua orang punya masalah. dan gw juga seorang manusia. tapi gw rasa, kalau gw bisa menyelesaikan masalah yang ada, (dan gw selalu berharap demikian) hal-hal yang menurut gw ‘emotionally unnecessary‘ tidak perlu terjadi. maksud gw, perasaan ‘sakit, sedih, atau tidak enak’ apalah yang gw rasakan. termasuk, mungkin apa yang orang lain rasakan sebagai akibat dari apa yang gw rasakan.

untuk yang itu sih saat ini gw nggak merasa punya masalah.

tapi ada juga hal-hal lain yang mungkin ‘sakit, sedih, dan tidak enak’ yang gw alami, tapi bukan salah siapa-siapa. misalnya, hal-hal yang memang… apa ya? that’s just the way it has to happen. kadang kenyataan menyakitkan. itu benar. kadang malah gw berharap itu semua cuma mimpi aneh dan gw akan segera terbangun. tapi tidak bisa, kan? dan hal ini biasanya berkaitan dengan sesuatu yang namanya ‘berperang dengan diri sendiri’. yah, misalnya pertentangan mengenai apa yang ingin gw lakukan dan apa yang ‘ingin’ gw lakukan. dan biasanya, hal ini hanya bisa diakhiri dengan ‘memaafkan diri sendiri’. kadang-kadang ini susah.

untuk yang barusan itu, gw nggak ngomongin siapa-siapa. jangan ada yang ke-GR-an, yah.

dan kadang, setelah manusia mencoba mengatasi hal-hal tersebut, masih saja ada hambatan lain. hal ini berkaitan dengan penerimaan orang lain terhadap apa yang dimaksudkan. ini merupakan hal yang agak rumit. manusia cenderung mudah berprasangka, namun tidak dengan mudah memastikan kebenaran. manusia cenderung mudah membenci dan memusuhi, namun tidak dengan mudah ‘menerima dan memaafkan’. dan yang paling sulit, maksud baik seringkali tidak tersampaikan dengan baik. kesalahpahaman. penolakan untuk mengerti. dan sebagainya. hal-hal yang membuat manusia saling membenci dan memusuhi. untuk hal-hal seperti ini, gw cuma bisa berharap bahwa tidak ada tindakan gw yang disalahpahami, atau ada orang lain yang ke-GR-an dan merasa apalah-itu karena sesuatu yang tidak gw maksudkan.

untuk yang terakhir ini, gw tidak sedang membicarakan pengalaman pribadi, apalagi kejadian yang sedang gw alami sekarang (i don’t have any problem with anyone, and i’m grateful for that). ini hanyalah hasil pemikiran dari apa yang gw rasa gw lihat dari pengalaman gw yang terbatas dalam usaha untuk mencoba memahami orang lain. salah? mungkin saja. gw bukanlah anak psikologi, apalagi seseorang yang punya kemampuan spiritual untuk membaca pikiran orang lain =).

kadang hidup ini bisa terasa keras. kadang hidup ini bisa terasa menyenangkan. kadang maksud baik tidak selalu tersampaikan dengan baik. tapi gw ingin, gw bisa menjalani hidup gw seperti apa yang gw inginkan. dan gw berharap, gw tidak akan menemukan orang-orang yang mungkin sirik-atau-apalah yang mencoba ngomong hal-hal nggak penting yang mungkin tidak layak didengarkan.

(jangan ke-GR-an, yah. gw nggak lagi ngomongin siapa-siapa, kok. kalau anda merasa, mungkin perlu introspeksi diri =) )

tapi gw rasa, gw bisa mengatakan bahwa saat ini gw bersyukur dan menikmati apa-apa yang gw jalani sekarang. and if i should wish upon something, i wish that i can always say it honestly. that’s for sure.

seeing over things

sebelumnya, tulisan ini (lagi-lagi) tidak ditujukan untuk menyinggung atau mendiskreditkan orang lain… (capek juga nulis begini terus, apa gw harus bikin ‘Acknowledgement’ yah? di bawah ‘License’, mungkin? =P ). whatever. kalau anda mau tahu, kutipan berikut benar-benar terjadi, tapi telah dimodifikasi sedikit pada beberapa bagian. jadi, bukan direkayasa untuk kepentingan tertentu.

ngomong-ngomong, gw rasa gw bakal malas kalau harus selalu menulis hal-hal di atas untuk setiap tulisan gw yang berhubungan dengan psikologi manusia… *doh* mungkin benar bahwa gw perlu bikin ‘Acknowledgement’. yah. mungkin akan gw pikirkan nanti.

ada sebuah percakapan antara seorang anak dengan ayahnya.

“ayah!” kata seorang anak memanggil ayahnya. si anak ini tampaknya sedang emosi tinggi.

“..ya?”

“kenapa… kenapa ayah selalu melarangku begini-dan-begitu?! kenapa?! ayah bilang bahwa ayah sayang padaku, bahwa ayah tidak ingin aku terluka, tapi kenapa?! ayah tahu, ayah itu terlalu kolot!”

wah. anak ini agak kurang ajar, rupanya. tapi si ayah diam saja. baru kemudian menjawab.

“nak, kalau kamu bertanya ‘kenapa’, sesungguhnya dalam omonganmu barusan itu, kamu sudah menemukan jawabannya.”

dan memang begitulah adanya. jawaban dari pertanyaan si anak ada di pertanyaannya sendiri.

menarik kalau gw ingat lagi kutipan ini. betapa sebenarnya, kadang manusia terlalu sibuk untuk mencari apa yang mereka anggap sebagai ‘jawaban’, padahal mereka (mungkin tanpa menyadari) telah mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. misalnya si anak dalam contoh tadi. dan kadang, manusia dengan mudah menyangkal apa yang telah mereka ketahui. mungkin untuk mendapatkan ‘rasa aman’. mungkin untuk menjaga ‘perasaan superior’. banyak, deh.

dan ada lagi sebuah variabel yang bernama ’emosi’. variabel yang bisa sangat menentukan dalam proses ‘melihat atau tidak melihat’. gw pernah ketemu orang seperti ini. catat: bukan anak csui04. gw malas disalahpahami kalau ada orang ke-GR-an.

jadi begini. orang tersebut ceritanya (karena sesuatu hal, mungkin salah gw juga, sih. sayangnya gw nggak merasa bersalah waktu itu) sedang dalam keadaan bisa dibilang ‘marah’ kepada gw. kenapa? yah, begitulah. hal yang susah dimengerti, kadang-kadang. dan selama beberapa saat (‘saat’ ini relatif, yah =P ), gw harus ‘bertahan’ dengan emosi yang tidak nyaman karena diberi attitude yang tahu-sendiri. tapi saat itu gw nggak merasa bersalah, sih. dan biasanya, orang-orang jenis ini nggak akan mau atau bisa berpikir kalau emosinya sudah menguasai. begitulah.

belakangan (‘belakangan’ yang lama, sebenarnya =( ), orang ini sudah agak tenang. lalu gw coba mengobrol pelan-pelan. masalahnya apa sih? oh, begini. oh. begitu. terus? oh. iya. maaf deh. gw nggak bermaksud kayak begitu. oh. iya.

dan ternyata, sebenarnya dia ini dalam keadaan yang ‘kalau lagi normal’ nggak akan marah karena keadaan seperti itu. masalahnya, dia memang lagi banyak tekanan saat itu, jadi… yah begitulah. bagaimanapun, gw harus minta maaf juga, sih. dan belakangan (yang jauuh lagi =) ) gw mengetahui bahwa saat itu dia sebenarnya berpikir bahwa ‘dia bisa memahami alasan gw berbuat begitu, tapi saat itu dia nggak peduli’. hm. rumit juga.

yah. sudahlah. akhirnya masalahnya selesai juga, sih. tapi gw belajar satu hal lagi. manusia… kadang bisa melihat atau tidak melihat, tergantung kepada apa yang ingin mereka lihat. kenapa? entahlah. banyak alasan. mungkin untuk menjaga harga diri. mungkin untuk mempertahankan eksistensi. mungkin tidak ingin dianggap inferior. mungkin karena tidak ingin dianggap ‘kalah’. dan hal seperti ini sebenarnya adalah naluri dasar manusia, yang hampir pasti dimiliki manusia di seluruh dunia.

dan kadang, gw merasa bahwa gw tidak akan bisa memahami manusia sepenuhnya, sekalipun gw berusaha sekuat tenaga. jangankan orang lain, kadang gw juga susah memahami diri sendiri, kok… =P.

(an attempt to) historical view of quran

on her own blog, a friend of mine named mika has just written about how the quran (a book of ‘kitab’ in islam, or similarly resembles how bible is in christian) has not been changed, edited, nor forged for a long history of 14 centuries. this, however, is still less older than bible, yet it is interesting so that i will try to write about it here. special credit goes to her for the inspiration.

so that we (temporarily) come to a conclusion so that some of my muslim friends may say that unlike the bible, which is said to ‘have many versions which in some cases may have some contradiction’, quran is said to be genuine, and as some of my muslim friends would say ‘its genuineness is kept by Allah, the God Himself’. this, however, is not my opinion, and i am not trying to say that bible do contain some contradictions, since i do not possess enough knowledge to claim that, nor do i have read much enough part of the bible. yet, i am also not intending to start a debate of genuineness of both bible and quran, since i don’t possess complete-yet-thorough knowledge about either of them. however, this article is intended to view quran from the historical aspects.

the development of documentation of quran started immediately as Muhammad (the rasulullah, or can also be said as ‘messenger of Allah’) deceased. this, however was led by the thought that something were ‘has to be done’ in order to keep the spirit of genuine-and-authentic islam. the documentation process of quran was never widely spoken before the time, since the existence of ‘huffadz’ (huffadz is a plural noun of hafidz, which literally means ‘someone who memorize’. in this context, it refers to the muslims who memorize the contents of quran) and the presence of Muhammad himself as the messenger who brought the contents of quran to the people. yet, by the time, many of the huffadz were deceased during the war after the decease of Muhammad, and so it started the thought of starting a massive documentation towards quran.

the process of documentation itself was not a one-go-and-succesful. there were conflicts about dialects (Arabians have several different dialects so that would make some different interpretation), writings, and interpretations. this process of documentation were done in the period of ‘Khulafaur Rasyidin’ (which refers to the successors of Muhammad as a social leader among the community by the time). it was an extensive search and still, it has conflicts within the process. and in the end, there were only one single copy, while the other copies were destroyed, in order to ensure an only version of quran. this first copy were later to be copied and claimed as what now known as ‘the holy quran’ all over the world. however, such subject will be too long to write down in detail within an article, so that i will not write it down here.

however, the genuineness of quran is still to be considered ‘valid’ since, through centuries, there were always huffadz who memorize the contents over the time. this, apparently, has been given full support of many islamic councils in many countries, so that the effort to keep the genuineness valid is ensured. however, there were some cases of ‘attempt to forge’ or ‘some mistake on writing’, but many – if not all – of them were detected and corrected beforehand.

in the end, what made the quran only has minor change (if not to say no change) through many centuries was started by an extensive, yet thorough process of searching, investigating, and confirming the contents. and yet, for the rest, the contents has been kept to stick to the original contents: not even a letter has changed, and it is kept by muslims all over the world.

any comments, suggestions, or corrections are welcome.

special credit: mika
message: i’m using english this time =)

komputer itu ‘bego’

dulu, gw berpikir bahwa komputer adalah benda yang hebat.

betul. coba bayangkan, apa yang bisa dilakukan oleh komputer anda saat ini. memutar musik mp3? nonton film? memproses persamaan matematika yang rumit pakai Matlab? melakukan perhitungan rumit mengenai lighting dan shadow dalam 3D-model? main game dengan AI yang membuat anda kadang-kadang malah kalah dari komputer? silakan dilanjutkan.

tapi itu dulu. sekarang, gw menyadari sepenuhnya bahwa komputer itu ‘bego’. alias, dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan oleh orang yang menyuruh dia. kalau orang yang memberi perintah itu jago, maka dia akan melakukan hal yang baik. kalau tidak? dia bahkan tidak akan bertindak untuk mengingatkan. parah deh.

beberapa hari yang lalu gw mengikuti IPSC. IPSC ini kepanjangannya adalah Internet Problem Solving Contest, sebuah kontes adu jago di bidang menyelesaikan masalah, khususnya dengan menggunakan komputer. dengan kata lain, proses menyuruh komputer untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. peserta dibagi dalam tim. waktu itu gw berada dalam tim yang sama dengan Daniel Albert dan Abdul Arfan, dua orang rekan gw yang bisa dibilang ‘tertarik dan jago’ dalam programming. gw? gw hanya ‘tertarik’. ‘jago’? gw sama sekali nggak merasa jago. berusaha untuk ke arah situ sih iya. ya sudahlah, kira-kira seperti itu.

waktu itu, Arfan datang ke tempat gw dan bilang begini.

“yud, IPSC! sekarang!”

“hah? jam 8 kan?”

“bukan, tapi jam 7!”

dan saat itu jam 1912 kalau nggak salah. gw langsung online dari hotspot dan membaca soal. soal A.

“lho? ini kan gampang. cuma bagi-bagi permen, terus di-modulo n…”

“masa? cek lagi!”

“… iya, benar kok. coba aja.”

akhirnya kami turun ke lab 1101-03 dan mengambil komputer di baris paling depan. Arfan yang coding. tuh, benar, kan. e-mail kiriman ‘correct answer‘ untuk easy input dan hard input muncul beberapa saat kemudian. lanjut. pertanyaan B. pertanyaan ini mengenai ‘distribusi rasa senang’. yah, kalau bingung, silakan lihat sendiri contoh soalnya di website resmi IPSC.

gw coba coding. lho? kok salah? apa algoritma gw salah? coba lagi. salah lagi. ganti algoritma. salah lagi. apa gw salah algoritma lagi? tapi apa iya…

“bert, coba deh kerjain yang ini. menurut gw algoritma-nya itu… (begini-dan-begitu). apa gw salah algo, yah?”

dia bilang bahwa algo gw masuk akal. dan dia coba coding. kirim jawaban lagi. eh, salah. waduh.

dan gw masih mencoba memahami cara mengerjakan soal B untuk beberapa lama. dan akhirnya menyerah. pindah ke soal lain.

tapi gw kemudian mengetahui bahwa algoritma yang gw pakai ternyata ada celahnya, yaitu bahwa algoritma tersebut akan menghasilkan output yang berbeda untuk urutan data yang berbeda. sebenarnya sih Albert yang menemukan. tapi waktunya sudah terlalu sempit, dan nggak ada yang kepikiran algoritma lain.

selanjutnya terjadi beberapa hal, dan akhirnya tim kami berhasil mendapatkan beberapa poin hasil dari jawaban benar terhadap beberapa soal. perlombaan selesai jam 0000.

begitulah. akhirnya IPSC 2006 berakhir. terima kasih untuk rekan-rekan satu tim gw atas bantuannya kali ini.

dan tahukah anda? sekarang gw semakin percaya bahwa komputer adalah benda yang ‘bego’. padahal, kalau orang disuruh melakukan hal seperti soal B, besar kemungkinan orang tersebut akan bisa menemukan jawaban yang tepat dalam waktu relatif singkat. mungkin dalam beberapa kasus akan agak lama, tapi gw tetap berpendapat bahwa komputer itu ‘lebih bego’.

dan gw berharap (dan selalu berusaha agar) gw bisa lebih jago lagi dalam bidang programming dibandingkan saat ini.

gunanya blog

beberapa hari terakhir ini, gw menghabiskan waktu dengan ngobrol-ngobrol dengan beberapa blogger -atau orang-orang yang memiliki blog- dan blogwalker alias penjelajah blog orang. termasuk, gw juga meng-’analisis’ perilaku blog yang gw baca. dan ternyata, ada hal yang menarik, berasal dari pertanyaan sederhana: apa sih gunanya blog?

coba kita runut satu-satu. ini berdasarkan observasi gw.

satu. tempat curhat pribadi. wajar, namanya juga ‘diary online’. nggak ada yang melarang, blog sendiri kok. silakan tulis apa yang anda mau.

dua. tempat untuk bilang ‘gw kesal sama lo!’. hm. kalau anda lagi kesal sekesal-kesalnya kepada seseorang atau beberapa orang, silakan tulis apa yang anda suka di blog anda. ok, mungkin anda tidak perlu menyebut nama. tapi kemungkinan besar, pesan anda akan tersampaikan. itu kalau orang itu membaca blog anda. banyak sekali contoh yang gw lihat kayak begini.

tiga. mengekspresikan perasaan anda. ini… sudah begitu banyak gw lihat sampai gw *agak* bosan melihatnya. berdasarkan pengamatan gw, cewek cenderung lebih suka menulis hal seperti ini, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk cowok. biasanya, hal ini menyangkut cinta. maaf. koreksi. kekaguman. caranya? banyak. tulis lirik lagu yang menurut anda ‘menggambarkan keadaan anda’. tulis puisi. tulis apapun yang bisa menyampaikan perasaan anda. tidak berbakat menulis? tulis saja ‘aku kangen sama kamu!’. perasaan anda akan tersampaikan.

empat. menuangkan pikiran dan opini anda. ini beda dengan yang di atas. anda bebas menuliskan apa yang anda pikirkan. opini. akan lebih baik bila ditambahkan fakta. mau bohong juga boleh, tapi ini tidak disarankan. dan tidak akan ada yang berhak tersinggung atas opini anda. kebebasan berpendapat. yah, hal ini juga sebenarnya salah satu dasar dari penggunaan blog untuk keperluan jurnalistik… yang jelas, anda bertanggungjawab atas opini anda sendiri.

lima. menganalisis cara berpikir dan perilaku orang. katanya sih, kalau anda ingin mencoba mengerti jalan pikiran seseorang, bacalah apa yang dia baca, dan bacalah apa yang dia tulis. sejujurnya, ini hal yang sangat sering gw lakukan… dan biasanya berakhir dengan kesimpulan bahwa ‘oh, orang ini ternyata kayak begini…’. dan kadang-kadang (sebenarnya sih sangat sering =p ) berakhir dengan berkurangnya kekaguman gw terhadap seseorang. yah. nobody’s perfect. i am neither, though.

…ada yang mau menambahkan? gw belum kepikiran lagi.

tapi ada hal yang agak kontradiksi. meskipun konsep awal blog sebagai ‘diary yang bebas dibaca siapa saja’, tapi ada orang-orang yang cenderung keberatan blog-nya dibaca orang-orang tertentu, atau dimasukkan ke repository (misalnya dengan rss feeder kayak planet csui04). ada agak banyak orang yang bersikap seperti ini. alasannya? kira-kira sih semacam ‘membatasi keleluasaan dalam menulis blog’. lho? kalau begitu sih nggak usah tulis di blog! tulis saja di diary biasa, atau kalau mau lebih canggih di file dokumen yang di-encrypt… yah, tapi ini pendapat pribadi, sih.

akhirnya? yah. many people go blog nowadays. oh. iya. itu bahasa inggris. jangan diartikan dalam indonesian-english. different thoughts lead to different results. really.

you (don’t) reap what you sow

dalam salah satu berita yang gw baca pagi ini, ada sebuah tulisan yang menurut gw cukup menarik di International Herald Tribune. tulisan ini ada di bagian Editorials and Commentary, jadi cenderung bersifat subjektif. link-nya gw sediakan di sini.

International Herald Tribune – Spy vs. Spy

intinya sih mengenai pergantian bos di CIA, dan secara umum mengenai berkurangnya pengaruh CIA di lingkungan kekuasaan Amerika Serikat.

ada hal yang menarik. sedikit kutipan gw taruh di sini.

“…What finally humbled and gutted the CIA after decades of bureaucratic infighting was a loss of support where it counted most: the refusal of the Bush White House to accept responsibility for the two great “intelligence failures” that prompted Congress to reorganize U.S. services.”

yah. semua orang (yang cukup memperhatikan keadaan dunia internasional) tahu bahwa peristiwa 9/11 mengakibatkan mosi negatif terhadap CIA – kenapa hal seperti itu bisa terjadi? seharusnya intelijen sudah bisa memperkirakan akan ada serangan. kenyataannya, hal itu memang terjadi. CIA sudah memperingatkan Gedung Putih mengenai ‘kemungkinan adanya serangan dan dari mana kemungkinan serangan itu berasal’ sejak awal 2001. sayangnya, saat itu reaksi Gedung Putih tidak cepat tanggap. hal ini kemudian akan memancing banyak lagi teori yang lain.

tapi hal yang menarik terjadi. gw kutip lagi di sini.

“…for reasons of broad national psychology, the White House’s failure to stir itself was simultaneously overlooked and forgiven by the public, while the CIA (and others) got held to strict account for failing to predict the day and the hour.”

jadi kesimpulannya? untuk mengamankan stabilitas psikologis nasional Amerika Serikat, kegagalan Gedung Putih dalam mengantisipasi warning yang telah diberikan CIA ternyata dengan cepat dilupakan (atau dibuat sedemikian hingga dilupakan) oleh publik. sementara, dalih utama yang banyak terdengar di berbagai media (terutama yang gw baca dan dengar, sih) adalah adanya intelligence failure, atau biasa disebut ‘kegagalan intelijen’.

jadi? silakan simpulkan sendiri.

yah. dulu gw pernah dengar ungkapan bahasa Inggris ‘you reap what you sow’. atau kalau versi bahasa Indonesia-nya, ada ungkapan yang mirip: ‘siapa menabur angin, maka dia akan menuai badai’. itu omongan waktu gw masih lebih muda, sih. kenyataannya? ah. nggak selalu begitu, kok. selamat datang di dunia nyata.

kapitalisme pengetahuan

kapitalisme adalah keniscayaan. katanya sih begitu. dan meskipun awalnya gw nggak percaya, tapi toh hal tersebut kelihatannya mampu membuktikan kebenarannya. nggak, kali ini gw nggak akan menulis mengenai kapitalisme yang berdasarkan pada penguasaan modal sebagai dasar pembangunan ekonomi, tapi lebih ke bagaimana fenomena kapitalisme ini berlaku dalam pengetahuan.

misalnya begini. dalam suatu masa di kehidupan gw, di suatu masa yang disebut sebagai ‘masa sekolah’ (SD,SLTP, dan SMU), ada suatu kecenderungan yang mirip dengan proses ekonomi kapitalis. bedanya, yang berputar bukanlah uang dan modal, tapi nilai dan penghargaan. lho? maksudnya? jadi begini. salah satu ciri dari kapitalisme (yang bertentangan dengan sosialisme yang sama rata sama rasa) adalah bahwa modal selalu berputar di antara orang-orang yang memiliki modal. alias, perputaran uang hanya di antara lingkaran para penguasa modal. fenomena ini mirip dengan Prancis pra-revolusi di mana masyarakatnya terpecah ke dalam golongan borjuis (tuan tanah dan bangsawan) dan proletar (buruh, petani).

terus? ada hal yang mirip yang terjadi di suatu tempat yang gw sebutkan tadi. maksudnya? perputaran nilai dan penghargaan hanyalah di antara orang-orang tertentu. kontingen olimpiade, misalnya. tahu sendiri, misalnya IBO, IMO, IPhO, dan sebagainya. dan tentu saja, orang-orang yang tadi itu akan dikenal. lalu dikirim lagi. berprestasi lagi. dan penghargaan lagi.

itu bukanlah suatu hal yang buruk. maksud gw, adalah bagus kalau seseorang atau beberapa orang berprestasi. tapi entah kenapa, hal tersebut lantas diikuti dengan terbentuknya suatu kecenderungan pengkotak-kotakan. beberapa orang yang bagus akan semakin baik. beberapa -banyak- orang yang lain terpisah dan tidak bisa keeping pace. dan akhirnya, terbentuklah apa yang mungkin bisa disebut sebagai ‘kapitalisme pengetahuan’. pengetahuan yang ada berputar di antara beberapa orang saja.

dalam suatu masa, di sebelah gw ada seorang kontingen seleksi IBO, seorang langganan juara olimpiade kimia, dan seorang lagi langganan kompetisi biologi. gw? apalah gw, hanya seorang anak SMU yang (kelewat) doyan bongkar-bongkar komputer… dan secara kebetulan cukup sering diminta reparasi komputer orang =). yah, meskipun begitu gw juga nggak se-bego itu amat, sih. mereka membicarakan mengenai siklus Krebs. buat yang belum tahu, siklus Krebs ini adalah salah satu tahap pembentukan energi dari makanan. salah satu chapter awal pelajaran biologi kelas 3 SMU, dan masih dibahas secara detail di kuliah kedokteran.

hm. tentu saja. orang-orang seperti ini adalah harapan sekolah. orang-orang yang sebagian guru mengenal mereka dengan cukup baik. dan masih banyak lagi yang lain yang sejenis di sekitar gw. terus? masalah kecil: tampaknya pengetahuan tersebut ada di situ-situ saja. maksudnya, memang di sekitar gw atmosfernya seperti itu. tapi ketika gw melangkah ke bagian lain dari kehidupan sekolah, ternyata ada ‘bagian lain yang tidak seperti itu’. dan tentu saja, atmosfer yang baru saja gw sebutkan terasa ‘jauh dan lain’. entahlah.

dan akhirnya. pengetahuan berputar hanya di antara orang-orang tertentu. maksud gw bukan pelajaran sekolah. ini mencakup science yang lebih advanced dan thorough dibandingkan apa yang dipelajari di sekolah. contohnya: berapa orang anak SMU yang tahu (dan mau tahu) bahwa teori relativitas dibuktikan dengan penggunaan integral lipat dan parsial? berapa orang yang tahu (dan mau tahu) bahwa proses produksi energi pada kloroplas tumbuhan meliputi dua jenis panjang gelombang? berapa orang yang tahu mengenai analogi kucing Schrodinger dalam mekanika kuantum? dan banyak hal lain yang sejenis.

tapi ada perbedaan yang besar. ada perbedaan antara orang ‘biasa-biasa saja’ yang akhirnya menjadi ‘jago’, dan orang-orang yang ‘biasa-biasa saja’ dan akhirnya tetap ‘biasa-biasa saja’. yah, kadang memang kenyataan itu keras. tapi kalau dalam kenyataan yang keras itu ada orang-orang yang bisa mengubah keadaan dirinya, gw rasa itu cukup bagus. gw berharap gw bisa seperti itu.